jpnn.com - DHAKA - Muhammad Yunus, 74, pionir bank perkreditan mikro di Bangladesh yang bernama Grameen Bank, menunggak pajak hadiah atau amal sebesar USD 1,51 juta (setara Rp 19,5 miliar).
Dewan Nasional Pendapatan (NBR) Bangladesh Selasa (24/3) memanggil peraih Nobel itu dan memintanya segera membayar pajak.
BACA JUGA: Waduh, Tante Kelly Ajak ABG Indehoi agar Galau Terobati
’’Profesor Yunus adalah orang yang baik dan wajib pajak yang taat. Tapi, total pajak (yang harus dia bayar) saat ini telah mencapai USD 1,51 juta,’’ ujar Komisioner Pajak Bangladesh Meftha Uddin Khan.
Yunus tengah mengajukan banding ke pengadilan terkait dengan pajak yang dibebankan kepadanya. Rencananya, dia dan pihak NBR bertemu lagi pada Minggu (29/3). Dua pihak itu tengah berupaya menyelesaikan masalah tersebut dengan cara damai melalui diskusi.
BACA JUGA: Di Google Maps, Nama Kota-Kota di Spanyol Ini Jadi Islami
Otoritas pajak menjelaskan bahwa Yunus tidak membayar pajak sejak 2011 hingga 2014. Yunus mendapatkan uang dari hadiah serta honor sebagai pembicara di dalam dan luar negeri.
Dia telah membayar pajak untuk uang yang dihasilkannya tersebut. Nah, setelah itu, uang tersebut disumbangkan kepada anggota keluarganya untuk dikelola, orang miskin, dan beberapa organisasi yang berbeda.
BACA JUGA: Sssttt....Fotografer Cantik Ini Nekat Selfie Telanjang di Depan Banyak Orang
NBR menegaskan, meski uang itu disumbangkan untuk amal, bukan berarti bebas pajak. Yunus seharusnya tetap membayar pajak sebelum uang tersebut disumbangkan.
’’Jika seseorang memberikan hadiah kepada orang lain dengan uang yang telah dipotong pajak penghasilan, mereka tetap harus membayar pajak atas hadiah itu,’’ ucap Khan.
Tetapi, hal berbeda diungkapkan penasihat pajak Yunus, Mahbubur Rahman. Dia mengungkapkan bahwa uang tersebut seharusnya bebas pajak karena diberikan untuk amal. Karena itulah, Yunus memilih menempuh jalur hukum.
’’Kami berpikir bahwa pemberian yang dilakukan Profesor Yunus melalui lembaga kreditnya harus dibebaskan dari pajak. Dia telah mengajukan banding ke pengadilan tinggi terkait dengan pajak ini,’’ tegasnya.
Hingga saat ini, belum ada komentar langsung dari Yunus. Namun, para pengamat memperkirakan bahwa itu hanyalah akal-akalan pemerintah dan memiliki motif politik.
’’Saya rasa, masalah pajak ini bertujuan membuktikan bahwa integritasnya (Yusuf, Red) tidak diragukan lagi dan dia tidak sempurna seperti yang dilihat masyarakat,’’ kata Profesor Ataur Rahman, mantan dosen ilmu politik di Universitas Dhaka.
Bagi Yunus, kasus tersebut bukan kali pertama dirinya bermasalah dengan pemerintah. Pada 2011 Perdana Menteri Syeikh Hasina menudingnya mengambil uang dari orang miskin. Bahkan, Bangladesh Bank langsung meminta Yunus turun dari posisinya.
Dia dituding menjabat secara ilegal sejak 1999. Pada 2013 juga ada kampanye kebencian yang diluncurkan pemerintah. Yunus dituding tidak islami dan seorang homoseksual.
Pada 1983 Yunus membangun Grameen Bank yang menyediakan kredit mikro bebas agunan bagi penduduk desa yang kebanyakan perempuan, yakni pengusaha kecil. Ide itu pun berbuah manis. Kemiskinan berkurang dan dia mendapatkan Nobel Perdamaian pada 2006. (AFP/The Hindu/BD News 24/sha/c20/ami)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bantai 31 Orang di Kunming, Tiga Pelaku Ini Dihukum Mati
Redaktur : Tim Redaksi