JAKARTA - Kontroversi masuknya pasal santet dalam pembahasan RUU KUHP menuai banyak perdebatan. Pasalnya, meski santet itu ada dan berbahaya bagi masyarakat, namun belum diketahui bagaimana pembuktiannya.
Pengakuan mengenai keberadan sihir atau istilah sekarang disebut dengan santet dikatakan oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat bidang Fatwa, KH Ma"aruf Amin.
Menurut Ma"aruf, sihir itu ada dan bahayanya juga ada. Bahkan di dalam Alquran juga dikatakan adanya sihir atau santet, salah satunya dalam surat Al Falaq. Namun dia bingung ketika masuk dalam KUHP, bagaimana membuktikannya.
"Kemudian kalau masuk di KUHP, yang jadi kemungkinan kesulitan, pembuktiannya seperti apa? Masuk di KHUP kan harus ada pembuktian. Saya belum tahu bagaimana membuktikannya," ujar KH Ma"aruf Amin saat dihubungi JPNN, Rabu (20/3).
Dia juga mempertanyakan seperti apa hukuman yang bisa diberikan pada pelaku santet. Karena dalam literatur Islam, yang ada itu adalah bagaimana cara menangkal sihir/santet.
Karena itu, pihaknya menilai masuknya pasal santet dalam KUHP perlu dikaji dan dibahas lebih dalam. Bahkan MUI juga ingin mendapat pencerahan dari para ahli hukum jika memang pelaku sihir bisa dipidanakan.
"Sihir atau santet perbuatan yang melanggar agama, itu sihir dilarang, itu sudah. Tapi bagaimana mempidanakan santet karena dia termasuk sihir, kita belum punya ilmunya," ujar Ma"aruf.
Untuk membahas pasal santet ini dalam KUHP, Ketua MUI ini mengaku siap dilibatkan, tapi dengan catatan hanya sebatas pengetahuan tentang aspek sihir atau santet sampai bahayanya sehingga harus dilarang.
"Tapi kalau dari segi hukum (KUHP), kemudian bagaimana mempidanakan, kita belum punya ilmu itu," tegasnya lagi.(fat/jpnn)
Pengakuan mengenai keberadan sihir atau istilah sekarang disebut dengan santet dikatakan oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat bidang Fatwa, KH Ma"aruf Amin.
Menurut Ma"aruf, sihir itu ada dan bahayanya juga ada. Bahkan di dalam Alquran juga dikatakan adanya sihir atau santet, salah satunya dalam surat Al Falaq. Namun dia bingung ketika masuk dalam KUHP, bagaimana membuktikannya.
"Kemudian kalau masuk di KUHP, yang jadi kemungkinan kesulitan, pembuktiannya seperti apa? Masuk di KHUP kan harus ada pembuktian. Saya belum tahu bagaimana membuktikannya," ujar KH Ma"aruf Amin saat dihubungi JPNN, Rabu (20/3).
Dia juga mempertanyakan seperti apa hukuman yang bisa diberikan pada pelaku santet. Karena dalam literatur Islam, yang ada itu adalah bagaimana cara menangkal sihir/santet.
Karena itu, pihaknya menilai masuknya pasal santet dalam KUHP perlu dikaji dan dibahas lebih dalam. Bahkan MUI juga ingin mendapat pencerahan dari para ahli hukum jika memang pelaku sihir bisa dipidanakan.
"Sihir atau santet perbuatan yang melanggar agama, itu sihir dilarang, itu sudah. Tapi bagaimana mempidanakan santet karena dia termasuk sihir, kita belum punya ilmunya," ujar Ma"aruf.
Untuk membahas pasal santet ini dalam KUHP, Ketua MUI ini mengaku siap dilibatkan, tapi dengan catatan hanya sebatas pengetahuan tentang aspek sihir atau santet sampai bahayanya sehingga harus dilarang.
"Tapi kalau dari segi hukum (KUHP), kemudian bagaimana mempidanakan, kita belum punya ilmu itu," tegasnya lagi.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Diperiksa KPK, Sekjen PKS Terangkan AD/ART
Redaktur : Tim Redaksi