Mukjizat Tak Ada Korban Bom KBRI di Paris

Kamis, 22 Maret 2012 – 07:32 WIB

PARIS - Dengan kekuatan bahan peledak yang diperkirakan mencapai berkilo-kilogram, sebuah sumber di Kepolisian Paris mengaku "heran" juga karena ledakan di perempatan dekat KBRI Paris, Prancis, kemarin subuh waktu setempat (21/3) tak sampai memakan korban. Bagi si sumber yang identitasnya dirahasiakan dan turut menangani kasus tersebut, itu tak ubahnya "mukjizat".

 "Sungguh ini seperti keajaiban kecil bisa sampai tak jatuh korban," katanya kepada kantor berita Prancis AFP.

 Bom yang terletak di dalam sebuah tas tersebut meledak sekitar pukul 05.45 waktu setempat (11.45 WIB) di perempatan dekat KBRI. Tas itu awalnya ditemukan seorang petugas kebersihan yang tengah menyapu jalanan di depan KBRI. Nama si petugas kebersihan tersebut dirahasiakan polisi.  
 
Daya ledak bom itu sampai menghancurkan jendela sebuah bangunan yang terletak 50 meter dari lokasi ledakan. Bangunan yang terletak di sekitar lokasi ledakan rusak lebih berat. Pecahan kaca berserakan di jalanan, termasuk dari jendela KBRI.

"Ada dua mobil yang ikut meledak setelah lebih dulu terbakar karena terkena ledakan bom," kata Sid Hagan, mantan tentara Amerika Serikat yang mengaku menyaksikan langsung peristiwa tersebut, kepada CNN.  

Tapi, tak sampai ada korban jiwa. Juga tak ada laporan korban luka-luka serius. "Para penghuni flat di sekitar lokasi kejadian sangat shock," kata Kepala Staf Kepolisian Paris Jean-Louis Fiamenghi seperti dilansir Reuters.

Bangkok Post melansir, ada saksi mata yang menyaksikan tiga orang meletakkan tas berisi bom tersebut, kemudian langsung pergi. Namun, polisi Paris belum bisa memberikan konfirmasi soal kabar tersebut.

Setelah ledakan, polisi langsung menutup kawasan kelas atas di Paris Barat itu dengan membawa serta tim pemadam kebakaran. Tim gegana juga langsung diterjunkan untuk menyisir area tersebut guna mengantisipasi kemungkinan adanya bom yang masih tersisa. Hingga berita ini ditulis, belum diketahui motif serangan serta individu atau kelompok yang mengaku bertanggung jawab.

Bahkan, Kepolisian Paris juga belum memastikan bahwa serangan itu memang ditujukan kepada KBRI meski si tukang menemukan paket bom tadi di bawah jendela KBRI. Namun, koran Inggris Daily Mail melansir kabar bahwa tas berisi bom tadi awalnya ditemukan di dalam lingkungan KBRI.

"Untuk saat ini kami masih dalam tahap awal penyelidikan. Kami belum bisa memastikan apa-apa, tapi juga tak menutup berbagai kemungkinan," kata Michel Gaudin, kepala Kepolisian Paris, seperti dilansir AFP.

Pada 2004 bom dengan daya ledak lebih kecil juga menyalak di dekat KBRI Paris. Beberapa jendela rusak dan serpihannya melukai sepuluh orang. Namun, belakangan diketahui bom tersebut tak dimaksudkan untuk meneror Indonesia.

KBRI Paris terletak di kawasan perkantoran dan hunian di Rue Contambert, Paris Barat, yang terkenal sebagai wilayah elegan nan tenang. Tak jauh dari KBRI terdapat Taman Trocadero, tempat para turis biasa menikmati pemandangan landmark Paris, Menara Eiffel.

Tak adanya korban itu bisa jadi disebabkan bom meledak pada saat aktivitas di kawasan sekitar masih sangat minim. "Kami terkejut karena ini bukan sesuatu yang terjadi tiap hari, apalagi di kawasan kami tinggal ini," kata John Azern, salah seorang penghuni flat tak jauh dari lokasi ledakan, kepada Daily Mail. 

Meski tak menimbulkan korban, ledakan kemarin menyedot perhatian karena hanya berselang dua hari dari penembakan di sekolah Yahudi di Toulouse, kota di Prancis Selatan yang berjarak 676 kilometer dari Paris, yang menewaskan empat orang. Bertepatan dengan bom di KBRI kemarin, Mohammed Mera, pria yang mengaku sebagai teroris Al Qaeda dan diduga kuat sebagai pelaku penembakan di Toulouse tersebut, digerebek polisi.

Pemerintah Prancis selama ini selalu menepis kekhawatiran kalau kelompok-kelompok radikal bermunculan di wilayah mereka, terutama dimotori keturunan para imigran dari Afrika Utara. Kerusuhan besar pada 2005 pun dianggap pemerintah sebagai kekerasan urban biasa yang dipicu persoalan ekonomi.

Tak ada, misalnya, pembunuhan atas nama agama seperti yang terjadi di Belanda saat sutradara beraliran kanan Theo van Gogh ditikam hingga tewas karena dianggap menghina Islam. Menurut koran The Guardian, di Eropa, yang kerap dicurigai sebagai pusat gerakan radikal justru Jerman. (c9/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Empat Badak Mati Mendadak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler