Multitafsir, Yusril Gugat Ketentuan "Batal Demi Hukum"

Sabtu, 28 Juli 2012 – 05:15 WIB

JAKARTA-Tidak adanya kepastian hukum membuat Yusril Ihza Mahendra mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai Pasal 197 UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Selaku kuasa hukum dari Parlin Riduansyah, Yusril mengatakan kliennya mengalami nasib tragis. Hal itu terjadi lantaran putusan MA dinilai batal demi hukum, namun jaksa ngotot mengeksekusi putusan tersebut.

’’Kami mengajukan gugatan terkait Pasal 197 ayat (1), dan (2) KUHAP supaya MK memberikan tafsiran terkait putusan batal demi hukum. Apakah putusan batal demi hukum tidak dapat dieksekusi, tidak punya nilai hukum, atau tidak berkekuatan hukum tetap,’’ ujar Yusril saat membacakan permohonan, di ruang sidang MK, kemarin (27/7).

Seperti diketahui, Parlin Riduansyah yang merupakan tersangka kasus eksploitasi hutan ditangkap Satuan Tugas (Satgas) Intelijen Kejagung di Malang. Saat ini Parlin sudah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Banjarmasin. Namun, Yusril menegaskan, Kepala Lapas Banjarmasin tidak tahu mau berbuat apa. ’’Kalapas Banjarmasin tidak tahu, yang bersangkutan mau diapakan karena putusan batal demi hukum,’’ urai Yusril.

Yusril menegaskan, negara tidak bisa dalam keadaan membiarkan ketidakpastian hukum terhadap warga negaranya, karena hal tersebut diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Untuk kasus seperti ini bukan hanya dialami Parlin. Sebelumnya, kasus yang menimpa Parlin telah diputuskan Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Parlin tidak terbukti bersalah. Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi ke MA, yang kemudian MA memutus Parlin bersalah.

’’Putusan pengadilan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP. Tidak ada perintah pemidanaan dalam putusannya, sehingga merujuk Pasal 197 ayat (2)  putusan dinyatakan batal demi hukum,’’ imbuhnya.

Menurut pemahamannya, putusan itu haruslah dianggap tidak pernah ada, dengan demikian tidak dapat dieksekusi. Apabila putusan itu "batal demi hukum" karena kelalaian majelis hakim, maka negara juga harus rela dan berjiwa besar mengakui kesalahannya, dan tidak memaksakan kehendaknya dengan cara melawan UU. Akan tetapi, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Banjarmasin berkeinginan untuk mengeksekusi putusan tersebut.

’’Saya berpendapat, kalau ada putusan batal demi hukum, namun jaksa tetap mengeksekusi yang bersangkutan ke penjara artinya ia merampas kemerdekaan seseorang. Hal tersebut bisa diancam pidana, karena melanggar Pasal 333 KUHAP,’’ simpul Yusil.

Karena itu, Yusril meminta agar MK menyatakan norma dalam Pasal 197 ayat (1) huruf KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 kecuali jika ditafsirkan putusan pemidanaan berlaku untuk semua tingkatan pengadilan. Kemudian frasa "batal demi hukum" dalam Pasal 197 ayat (2) secara materil bertentangan dengan UUD 1945, dan secara formil bertentangan dengan UU No.12 Tahun 2011. Kecuali ditafsirkan sebagai putusan yang sejak semula dianggap tidak pernah ada, tidak punya kekuatan eksekutorial.

Menanggapi permohonan, Ahmad Fadlil menilai uraian putusan batal demi hukum itu memang disebut Pasal 197 ayat (2). Ahmad Fadlil menyarankan agar pemohon memasukkan dan menegaskan atas tidak dilaksanakannya Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP mengakibatkan pemohon sangat dirugikan hak konstitusionalnya. ’’Kerugian konstitusional Saudara harus diuraikan,’’ sarannya.

Soal permintaan, Fadlil menyarankan agar permintaan permohonan disempurnakan. Tidak hanya permintaan permohonan lebih pada meminta penafsiran, namun penegasan. ’’Pasal itu dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat kalau ditafsirkan atau dibaca "ini-itu" dan seterusnya,’’ jelas Fadil memberikan contoh. (ris)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PKS Desak Nama Misbakhun Direhabilitasi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler