jpnn.com, JAKARTA - Para menteri di Kabinet Indonesia Maju sebaiknya melepas jabatan di partai untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan.
Demikian dikatakan Peneliti dan pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes.
BACA JUGA: Yenti Ganarsih Duga Harun Masiku Jadi Korban Penipuan
"Menurut saya sebaiknya secara etik para menteri yang berasal dari partai politik memang sebaiknya harus memilih, jika fokus menjadi menteri, tentu dengan melepaskan jabatan di partai politiknya," ujar Arya saat dihubungi Antara, Minggu (19/1).
Pernyataan Arya menanggapi Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang hadir dalam konferensi pers PDI Perjuangan menindaklanjuti OTT KPK terkait kasus dugaan suap PAW anggota DPR.
BACA JUGA: Firli Bahuri Minta Bantuan Polisi Kejar Harun Masiku
Belakangan Yasonna mengklarifikasi hal tersebut dengan menyebut bahwa kapasitasnya pada acara itu bukan sebagai Menkumham, melainkan sebagai Ketua DPP PDIP Bidang Hukum dan Perundang-Undangan untuk mengumumkan pembentukan tim hukum terkait kasus dugaan suap yang menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan politikus PDIP Harun Masiku.
"Saya tidak ikut di tim hukum. Saya ketua DPP-nya membentuk tim hukum. Waktu kita bentuk saya umumkan, itulah tugas saya. Tim hukum koordinatornya Pak Teguh Samudra," kata Yasonna di Yogyakarta, Jumat (17/1).
BACA JUGA: Satyo Sebut Massa Desak Anies Baswedan Dimakzulkan Sedang Kesurupan
Arya menilai, adanya menteri yang tetap aktif pada jabatan struktural di partai menimbulkan potensi adanya konflik kepentingan.
Hal tersebut juga akan merepotkan menteri yang bersangkutan. Dalam kasus Yasonna, dia akan menjalankan tugas-tugas sebagai ketua bidang hukum PDI Perjuangan pada saat harus menjalankan tugas kementeriannya.
Arya mengatakan sikap itu juga akan menimbulkan persepsi publik yang negatif terkait profesionalitas kabinet.
Pada akhirnya, sikap para menteri yang seperti ini juga akan merugikan Presiden Joko Widodo. Arya pun berharap Presiden memiliki peraturan untuk menterinya agar bisa profesional menjalankan tugas pemerintahan.
"Sebaiknya Presiden punya kebijakan khusus untuk meminta menteri-menteri tersebut bekerja profesional sebagai pejabat publik. Ini untuk menghindari konflik kepentingan seperti ini," ujar Arya. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo