Mundur

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Selasa, 06 Juli 2021 – 10:17 WIB
Pak Joko Widodo. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Ada-ada saja cara masyarakat melakukan protes terhadap kekuasaan. Ada kalanya dengan terang-terangan.

Ada kalanya dengan cara-cara yang cerdik, tetapi lucu dan bisa mengundang senyum.

BACA JUGA: Begini Reaksi Jokowi Menjawab Kritik BEM UI soal The King of Lip Service

Di tengah berbagai kebijakan yang dianggap represif dan opresif, selalu saja muncul resistensi dengan berbagai macam cara.

Bahkan di negara paling represif seperti Uni Soviet pun ada perlawanan rakyat yang meluas dengan membuat humor dan satire politik untuk melawan represi.

BACA JUGA: Terjebak Penyekatan PPKM Darurat, Pemotor Ini Malah Diarahkan Polisi Masuk Jakarta, Oalah

Ketika humor-humor itu dikompilasi menjadi satu ternyata bisa menjadi satu buku.

Maka lahirlah buku "Mati Ketawa Cara Rusia" yang menjadi best seller di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

BACA JUGA: 20 TKA Asal China Masuk Indonesia, Kemenhub Beri Penjelasan

Sekarang ini, ketika pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyakarat atau PPKM Darurat, banyak warga yang melakukan resistensi.

Ada yang pura-pura bego dengan tetap membuka warung, ada yang berani terang-terangan menerobos pagar penyekatan, dan ada yang riuh rendah berkomentar di medsos dengan unggahan yang unik dan kreatif.

Bagi sebagian masyarakat, PPKM dianggap represif dan opresif, karena membatasi pergerakan masyarakat dengan serta-merta, tanpa memberi alternatif yang solutif. Di berbagai tempat terjadi perdebatan antara petugas dengan pekerja yang tidak bisa masuk ke tempat kerja karena penyekatan jalan.

Para pekerja itu sudah menunjukkan surat keterangan kerja, tetapi tetap ditolak juga.

Kondisi ini memancing reaksi masyarakat. Banyak yang marah, tetapi banyak juga yang tersenyum getir.

Ada yang berkomentar keras, ada yang membuat meme lucu. Warga negara sendiri dihalangi masuk ke tempat kerja, tetapi pekerja asing dari luar negeri malah disilakan masuk. Begitu salah satu komen warganet.

Pada saat pergerakan masyarakat dibatasi, ternyata tenaga kerja asing (TKA) dari China masuk ke Sulawesi Selatan dengan nyaman.

Tentu saja kedatangan 20 TKA itu disorot masyarakat. Banyak yang menganggap hal ini sebagai bukti inkonsistensi pemerintah dalam mengatasi lonjakan pandemi.

Pemerintah beralasan para pekerja asing itu masuk ke Indonesia sudah sesuai prosedur. Tentu banyak yang menganggap alasan ini klise yang diulang dari waktu ke waktu.

PPKM Darurat pun digugat. Banyak yang mempertanyakan efektivitas kebijakan ini kalau pemerintah sendiri tidak konsisten.

Jagat medsos ramai dengan komentar pedas dan lucu. Yang sedang jadi trending topic adalah munculnya plesetan PPKM menjadi "Pak Presiden Kapan Mundur".

Sejak PPKM diterapkan jagat Twitter ramai memperbincangkan topik "Pak Presiden Kapan Mundur".

Belasan ribu twitan pengguna Twitter menggunakan hastag itu. Beberapa pengamat politik dan akademisi ikut berkomentar.

Ekonom senior Rizal Ramli pun ikut berkomentar. Dia menggugah sebuah foto bertuliskan "PPKM=Pak Presiden Kapan Mundur. Piye Jal???" Rizal yang selama ini serius dalam memberi komentar kritis terhadap kebijakan pemerintah, kali ini ikut membuat komen yang lucu.

Sampai sejauh ini gerakan plesetan PPKM belum menjadi gerakan politik. Namun, kalau bola terus mengelinding menjadi bola salju, tidak mustahil gerakan iseng ini akan menjadi gerakan politik.

Hal yang sama terjadi dengan gelar "King of Lip Service" dari BEM UI (Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia).

Mulanya gerakan itu hanya gerakan kecil di lingkungan mahasiswa, tetapi kemudian menggelinding menjadi gerakan politik yang meluas.

Mahasiswa di beberapa kampus terkemuka di Indonesia ikut bergerak mendukung teman-temannya di UI, terutama setelah para pendukung kekuasaan membabi buta menyerang pimpinan BEM UI. Serangan membabi buta ini seperti menyiram bensin ke api. Kobaran besar pun terjadi.

Muncul isu mahasiswa di beberapa kampus terkemuka akan turun ke jalan untuk memberi dukungan kepada mahasiswa UI.

Muncul isu juga gerakan ini akan didukung oleh mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia. Kabar burung yang berkembang menyatakan, PPKM segera diberlakukan untuk mematikan rencana pergerakan itu.

Menjelang Pilpres 2019 jagat maya ramai oleh hastag "2019 Ganti Presiden". Beda dengan PPKM plesetan, hastag ganti presiden didesain sebagai gerakan politik. Mardani Ali Sera, politisi PKS (Partai Keadilan Sejahtera) ketika itu mendesain hastag ganti presiden sebagai gerakan politik.

Hastag ganti presiden mendapat sambutan luas dari beberapa kalangan masyarakat yang berseberangan dengan kubu petahana Jokowi.

Di berbagai kota di Indonesia muncul gerakan massa mendukung hastag ganti presiden.

Beberapa aktivis yang mendukung gerakan itu berkeliling ke berbagai kota besar untuk mengampanyekannya.

Beberapa insiden bentrokan fisik terjadi. Aktivis ganti presiden ditolak di beberapa kota dan acaranya dibubarkan.

Sekelompok masyarakat yang antigerakan itu bahkan mengadang para aktivis ganti presiden di bandara dan mengusir mereka.

Sampai sejauh ini gerakan PPKM plesetan masih berputar-putar di lingkungan aktivis medsos dan belum menjadi isu politik.

Namun, kalau bola terus menggelinding pasti para politisi yang cerdik akan mengamplifikasinya menjadi gerakan politik.

Dari sekadar gerakan medsos bisa saja menjadi gerakan politik yang lebih riel. Namanya juga politisi, isu-isu sensitif yang gampang digoreng seperti ini tentu menjadi santapan yang menggiurkan.

Tuntutan Jokowi mundur samar, tetapi jelas disuarakan oleh beberapa aktivis.

Paling tidak, dalam perdebatan di medsos tuntutan itu sudah banyak disuarakan. Gerakan semacam itu dengan mudah disebut sebagai gerakan makar.

Menuntut presiden mundur sebelum masa jabatan selesai adalah gerakan inkonstitusional.

Dalam beberapa diskusi di medsos, aktivis Rocky Gerung menyuarakan gerakan itu.

Gerung membantah bahwa tuntutan presiden mundur adalah gerakan makar dan inkonstitusional.

Menurut Gerung, konstitusi membolehkan seorang presiden berhenti sebelum masa jabatannya selesai. Tuntutan supaya presiden mundur bukan tuntutan yang inkonstutusional, tetapi tuntutan yang bersifat ekstra-konstitusional.

Munculnya gerakan PPKM plesetan tidak mustahil akan menjadi pemicu gerakan ekstra-konstitusional ala Rocky Gerung. Krisis pandemi ini bisa saja berkembang menjadi krisis politik yang meluas.

Kalau PPKM Darurat ini gagal dan sistem kesehatan kolaps, akan muncul PPKM berikutnya, "Pak Presiden Kapan Mundur?" (*)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler