Musim Kawin, Buaya Sampit Mengganas

Jumat, 11 Januari 2013 – 10:21 WIB
SAMPIT – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah, menerjunkan tim untuk meneliti buaya yang memangsa manusia di Desa Jaya Karet, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Samuda.

BKSDA akan mendeteksi dan mempelajari keberadaan buaya, apakah di sekitar lokasi kejadian terdapat habitat perkembangbiakan binatang melata tersebut. "Tim kami sudah ke TKP, kami memberikan sosialisasi kepada masyarakat disana agar selalu berhati-hati apabila beraktivitas di air sungai,” kata Kepala BKSDA SKW II Pangkalan Bun, Hartono SP seperti dilansir Radar Sampit (JPNN Grup), Jumat (11/1).

Hartono menegaskan, sementara ini belum bisa mendeteksi jenis buaya yang memangsa santri pondok pesantren Sabilal Muhtadi, Desa Jaya Karet, Samuda, yang terjadi Selasa (8/1) tadi. Pihaknya juga sedang meneliti berapa besar populasi buaya di Sungai Mentaya.

“Kami belum bisa memastikan, buaya yang memangsa warga tersebut jenis apa. Ada dua jenis buaya yang kita kenal seperti buaya sapit cirinya hidung pendek dan buaya muara berhidung panjang,” papar Hartono.

Menurut Hartono ada berapa kemungkinan buaya ini sampai berada di sekitar pemukiman warga, dimungkinkan adanya perpindahan (peralihan) habitat atau memang di daerah itu merupakan habitat asli si buaya. “tetapi cenderung, umumnya buaya memang hidup berpindah-pindah, terutama tempat mencari makan dan berkembang biak,” tukasnya.

BKSDA memperkirakan sekarang ini sudah memasuki musim kawin, dimana buaya akan menampakkan reaksi apabila birahinya meningkat, buaya mengganas dan dapat menyerang benda hidup disekitarnya, termasuk manusia untuk dimangsa.

“Buaya akan menyerang apabila didepannya terdapat pergerakan atau kibasan di permukaan air, karena itu semacam dapat mengundang buaya bergerak. Korban saat kejadian yang sedang mandi, kemungkinan melakukan pergerakan diatas air. Buaya tidak dapat menyerang, apabila sedang mengerami telur-telurnya,” jelasnya.

Mengingat tergolong binatang melata buas, BKSDA Kobar menghimbau kepada masyarakat di sekitar lokasi kejadian agar mengurangi aktivitas di sungai. Bila mengalami gangguan atau melihat kemunculan buaya, warga dimintai koordinasi dengan BKSDA biar keadaan ditangani. “Kami himbau, warga jangan lakukan perburuan, buaya dapat menyerang dalam keadaan terdesak,” himbaunya.

Sebelumnya, Kades Jaya Karet Pauji mengatakan masyarakat didesanya semakin resah sejak peristiwa bocah santri dimangsa buaya, pasca kejadian muncul niat warga setempat untuk memburu si buaya tersebut bahkan berencana mengundang pawang agar buaya itu muncul, paling tidak menjauh dari pemukiman penduduk.

“Setelah kejadian warga memang muncul niat untuk memburu buaya itu, kami akan mengundang pawang buaya. Kalau keadaan ini tidak diatasi, kami takut warga akan semakin resah dan mereka tidak berani berativitas di sungai,” katanya.

Sebagai mana berita sebelumnya, Agus Riadi (12), santri kelas 1 MTsN Pondok Pesantren Sabilal Muhtadin Desa Jaya Karet, Samuda, Selasa (8/1) pagi ditemukan tewas menggenaskan mengambang di sungai Mentaya di perairan Bapinang, Kecamatan Pulau Hanaut. Kedua lengan korban putus, sebagain batok kepala hilang.

Agus diduga tewas dimangsa buaya saat mandi di dermaga tidak seberapa jauh dari tempatnya bersekolah di ponpes Sabilal Muhtadin. “Almarhum santri kami yang tinggal di asrama ponpes, dia merupakan warga Gerombol, Desa Bapinang Hilir, Pulau Hanaut. Setelah jasad ditemukan, korban langsung dimakamkan,” kata H Makki, Pengurus Ponpes Sabilal Muhtadin. (fm/fuz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Diduga Manipulasi Data

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler