Muslim Harus Peka Ajakan Zakat Untuk Keluarga Syuhada

Kamis, 30 Juni 2016 – 12:50 WIB
Ramadan untuk tingkatkan kesalehan. Foto: AFP

jpnn.com - JAKARTA - Umat Islam  harus peka dengan adanya pihak yang mengajak memberi zakat untuk para yatim piatu keluarga syuhada.  Konsep syuhada harus diluruskan sehingga tidak terjebak pada kampanye-kampanye yang menyesatkan.

“Pemberian zakat kepada anak yatim, secara normatif sebenarnya tidak ada masalah, karena itu diatur dalam hukum Islam. Yatim piatu siapa pun itu, berhak atas zakat,” kata Direktur Pusat Kajian Agama dan Budaya Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Irfan Abubakar, Kamis (30/6).

BACA JUGA: Kisah Haru Seorang Mualaf, Memutuskan Masuk Islam Setelah...

“Jenis zakat dan peruntukan zakat pun bermacam-macam. Tapi kita juga harus peka terhadap pengelola zakat. Bisa jadi pengelola zakat punya konsep yang tidak tepat soal syuhada. Umat Islam harus lebih peka soal konsep syuhada, jangan sampai niat baik terjebak pada hal yang keliru,” katanya. 

Menurutnya faktor syuhada dalam pengertian Islam adalah orang-orang yang mati di jalan Allah yaitu mati syahid. Syuhada dalam pengertian sempit,  dipahami sebagai berperang untuk membela  keyakinan, dan mati disaksikan dan disambut oleh malaikat.

BACA JUGA: Tips Mudik Nyaman, Tujuh Hal yang Perlu Diperhatikan

“Padahal pengertian syuhada atau martir itu luas dan tidak hanya berkonteks berperang. Bisa jadi ketika dia sedang menuntut ilmu dan meninggal, maka dia bisa dikatakan syuhada dalam hal ilmu,” imbuhnya.

“Orang tua yang berjuang mencari nafkah bagi istri dan anak-anaknya dan kemudian meninggal dalam pekerjaannya itu maka dia juga bisa dianggap sebagai syuhada,” jelas Irfan.

BACA JUGA: Cek Kesiapan Armada, Dirjen Darat Naik Bus Sampai ke Bandung

Karena itu menurutnya, konsep syuhada harus dilihat konteksnya terlebih dahulu. “Karena martir dalam konsteks terorisme adalah kriminal atau pendosa karena melakukan pembunuhan, mengambil nyawa orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan dalam Islam. Sehingga umat jangan sampai terjebak dalam pemahaman atau kampanye yang keliru seperti itu,” jelasnya

Penting bagi ulama memberikan konsep syuhada kepada umat sehingga umat bisa terhindar dari kekeliruan penafsiran.  “Mati sebagai martir atau syuhada adalah bagian dari ideologi kaum radikal. Masyarakat harus paham itu,” ujar Irfan Abubakar.

Sementara itu, Wakil Ketua Lembada Dakwan PBNU Maman Imanulhaq menjelaskan, bulan Ramadan itu adalah madrasah rohani yang akan mengasah intelektual, emosional, dan spiritual bagi umat muslim dalam menjalani ritual ibadah puasa.

Karena itu, selain menjalani ibadah puasa yang khusuk, menjelang berakhirnya bulan suci ini, umat muslim juga wajib mengeluarkan zakat yang juga bagian dari Rukun Islam. Namun ia juga mengingatkan agar zakat ini tidak diselewengkan, terutama untuk kepentingan kelompok radikal.

"Ramadan akan melahirkan sosok cerdas yang mengusung nilai-nilai agama yang transformatif dan penuh kedamaian. Begitu kewajiban berzakat, umat muslim harus cerdas agar zakat itu sampai ke tangan yang benar. Apalagi banyak kelompok radikal yang sengaja memanfaatkan dan menyelewengkan arti zakat untuk mengumpulkan dana," ujar Maman.

Pernyataan kyai muda ini untuk menanggapi upaya-upaya kelompok radikal, terutama ISIS, yang menjadikan bulan Ramadan sebagai ajang untuk berjihad versi mereka dan menggalang dana dengan mengatasnamakan zakat.

Menurutnya, apa yang dilakukan kelompok radikal itu sama sekali tidak sesuai dengan islam yang rahmatan lil 'alamin.

"Maka alangkah naifnya bila Ramadan justru dijadikan sarana untuk mendakwahkan kebencian dan menebar teror. Perilaku deskonstruktif yang terus didengungkan ISIS sangat bertolak belakang dengan spirit Ramadhan. Karenanya perlu ditegaskan dan diajarka kembali materi Islam yang Islam yang rahmatan lil ‘alamin kepada umat Islam terutama generasi muda," ungkap Kang Maman, panggilan karibnya.

Pengasuh Ponpel Al Mizan ini menambahkan, Ramadan bulan rahmah, bulan kasih sayang, maka kekerasan dan upaya-upaya negatif lainnya atas nama agama harus dihentikan terutama di bulan ini.

Ramadan justru harus jadi momentum penting agar umat muslim berjihad dengan menguatkan kualitas kemanusiaan yang tercermin dalam kesalehan sosial.

"Jihad itu bentuk kesungguhan kita dalam melakukan perubahan bukan melakukan kerusakan apalagi teror. Jihad adalah metode, cara, alat yang kita pakai untuk perubahan dan peradaban yang lebih adil, setara, makmur, sejahtera," terang Kang Maman. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... H-7, Pemudik Mulai Berdatangan di Pelabuhan Merak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler