jpnn.com, JAKARTA - Bupati Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT), Amon Djobo diduga melakukan mutasi dan pemecatan 1.381 aparatur sipil negara (ASN) untuk kepentingan pemilihan kepala daerah (Pilkada) lalu. Untuk itu, Menteri Dalam Negeri diharapkan menunda pelantikan Bupati Alor tersebut karena ada rekomendasi Komisi ASN (KASN) terkait mutasi politis yang diyakini melanggar Pasal 71 ayat (2) UU Nomor 10 Tentang Pilkada.
Hal tersebut disampaikan Aris Wahyudi selaku Ketua Tim Pemenangan Paket INTAN (Imanuel E Blegur-Taufik Nampira) yang merupakan Pasangan Calon Bupati/Wakil Bupati Pilkada Alor 2018 lalu. Adapun keberatan itu sudah disampaikan kepada Mendagri di Jakarta, Rabu (13/3) kemarin.
BACA JUGA: Bupati Alor di NTT Bisa Didiskualifikasi, Begini Alasannya
BACA JUGA: KASN Nilai SK Bupati Alor Harus Ditinjau Kembali
“Pembatalan pelantikan itu karena ada dugaan pelanggaran pada UU Pilkada, khususnya Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada yang jelas mengatur larangan bagi Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri,” demikian surat yang disampaikan ke Mendagri Tjahjo Kumolo tersebut.
BACA JUGA: Mengadu ke Bawaslu, Roberth: Bupati Alor Amon Djobo Terbukti Sewenang-wenang
Sebelumnya, Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) RI juga diminta segera menindaklanjuti pelanggaran itu sehingga Bupati Alor didiskualifikasi dari jabatannya lantaran melanggar UU Pilkada.
Heriyanto, Kuasa Hukum Pelapor kasus mutasi ASN Kabupaten Alor Roberth J Tubulau telah menyerahkan berkas laporan ke Bawaslu RI di Jakarta, Selasa (12/3). Rekomendasi KASN tersebut juga menjadi salah satu bukti yang diserahkan ke Bawaslu.
BACA JUGA: KASN Nilai SK Bupati Alor Harus Ditinjau Kembali
BACA JUGA: Bupati Alor di NTT Bisa Didiskualifikasi, Begini Alasannya
Dia mengatakan bahwa Bupati Alor sudah jelas melanggar Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada karena melakukan mutasi, pemberhentian (nonjob), dan pemecatan terhadap 1.381 ASN selama enam bulan sebelum Pilkada, 27 Juni 2018.
Adapun penetapan pasangan calon kepala daerah Pilkada Serentak 2018 dilakukan pada 12 Februari 2018. Ketika itu, sebagai petahana, Amon Djobo dan pasangannya Imran Duru juga ditetapkan menjadi paslon bupati-wakil bupati Kabupaten Alor.
“Dalam kurun waktu 6 bulan sebelum tanggal 12 Februari 2018, Amon Djobo telah melakukan mutasi ASN secara berkala. Sejak September 2017 hingga Desember 2018 sebanyak 698 orang pejabat ASN sudah menjadi korban kesewenang-wenangan Amon Djobo untuk kepentingan politik,” beber dia.
Berdasarkan data yang diterima Beritasatu.com, pada 13 September 2017, Amon mengeluarkan 2 SK mutasi ASN; pertama untuk 17 orang pejabat ASN yang dimutasi dan kedua untuk 18 orang pejabat ASN yang dimutasi. Kemudian, pada 1 November 2017, Amon memutasi 36 orang pejabat ASN, lalu pada 15 Desember 2017 terdapat 107 orang pejabat ASN yang dimutasi.
Setelah melakukan cuti kampanye, Amon kembali melakukan mutasi terhadap 6 orang pejabat ASN pada 28 Juni 2018. Mutasi kembali dilakukan Amon pada 24 Juli 2018 terhadap 1 orang pejabat ASN. Kemudian berturut-turut Amon melakukan mutasi pada 6 September 2018 (1 orang pejabat ASN), pada 19 November 2018 (185 orang pejabat ASN dimutasi), dan 21 Desember 2018 (terdapat 2 SK yakni terhadap 287 orang pejabat ASN dan 40 orang pejabat ASN).
Dalam kurun waktu 15 Februari 2018 hingga 23 Juni 2018, sebagai calon kepala daerah, Amon Djobo-Imran Duru harus melakukan cuti untuk kampanye sebagaimana diamanatkan UU Pilkada. Selama masa kampanye Pilkada tersebut, roda pemerintahan Kabupaten Alor dijalankan oleh Pjs bupati. Amon Djobo-Imran Daru kembali aktif bekerja setelah masa kampanye selesai, yakni pada 24 Juni 2018.
“Tak lama setelah itu, Amon Djobo kembali melakukan mutasi ASN sebanyak 6 orang pada 28 Juni 2018. Padahal, UU Pilkada melarangnya melakukan mutasi ASN hingga masa jabatannya berakhir,” ungkap Heriyanto.
Dalam sejumlah kesempatan, Amon Djobo menegaskan bahwa dirinya tidak menyalahi aturan manapun. Salah satunya karena kebijakan dan tindakan itu dilakukan bukan terhadap pimpinan instansi tetapi kepada sejumlah staf yang tidak harus diambil sumpahnya. Selain itu, tegasnya, beberapa ASN tersebut juga tidak disiplin sehingga harus diberikan sanksi.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Percayalah, Pak Jokowi Tak Pernah Tunda Kenaikan Gaji Perangkat Desa
Redaktur & Reporter : Friederich