jpnn.com, JAKARTA - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan mutasi terhadap terhadap sejumlah jenderal, pertama kali sejak menduduki kursi orang nomor satu di Korps Bhayangkara.
Mutasi itu tertuang dalam Surat Telegram Kapolri bernomor ST/318/II/KEP/2021 yang ditandatangani Asistem SDM Irjen Sutrisno Yudi Hermawan.
BACA JUGA: Komjen Agus jadi Kabareskrim, 4 Kapolda Diganti, Ini Daftar Namanya
Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane menilai dalam mutasi pertama yang dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang dirilis Kamis (18/2) siang kemarin, ada enam hal strategis dalam dinamika Polri ke depan.
“Pertama, dalam mutasi ini terlihat bahwa Sigit makin mengukuhkan kekuatan Geng Solo di tubuh Polri,” kata Neta dalam siaran persnya, Jumat (19/2).
BACA JUGA: Jenderal Listyo Sigit: Bukan Masalah Biasa, Ini Masalah yang Luar Biasa
Neta mengatakan "orang-orang dekat" Jokowi makin memperkuat posisinya di tubuh kepolisian.
“Setelah menjadi Kapolri, saat ini orang dekat keluarga Jokowi dipercaya memegang posisi Kabareskrim yakni Komjen Agus (Andrianto) digeser dari Kabaharkam ke Kabareskrim,” katanya.
BACA JUGA: Ini Kekayaan Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto
Bukan hanya itu, lanjut Neta, Irjen Nana Sudjana yang pernah terdepak sebagai Kapolda Metro Jaya di era Kapolri Jenderal Idham Azis, kini kembali mendapat posisi Kapolda Sulawesi Utara.
“Ini agak aneh, sebab posisi Nana 'turun derajat’ dari Kapolda Metro Jaya menjadi Kapolda Sulut,” ungkapnya.
Kedua, menurut Neta, dalam mutasi ini “orang-orang BG” belum terlihat bergerak masuk ke dalam posisi strategis di era Sigit.
Ketiga, lanjut dia, begitu juga orang orang Idham Azis dan Tito Karnavian yang dalam mutasi ini masih bertahan di posisi semula.
“Belum bergeser ke posisi strategis atau terdepak dari posisinya,” tegasnya.
Keempat, lanjut Neta, yang menarik dalam mutasi pertama yang dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit ini, posisi Sestama Lemhanas masih dibiarkan kosong.
“Sepertinya Sigit masih mencari figur tepat yang akan digeser ke sana. Apakah Geng Solo akan masuk ke sana, kita tunggu,” kata Neta.
Kelima, Neta mengatakan, Ketua Tim Pembuat Naskah Uji Kepatutan Kapolri Sigit di Komisi III DPR yakni Irjen Wahyu Widada masih belum mendapat tempat.
Wahyu belum bergeser dari posisinya sebagai Kapolda Aceh.
“Belum jelas, kenapa Wahyu belum mendapat tempat, sementara cukup banyak figur-figur yang "tak berkeringat" dalam suksesi Kapolri Sigit, dalam mutasi ini sudah mendapat tempat strategis,” paparnya.
Keenam, Neta menambahkan, mutasi pertama Kapolri Sigit ini berhasil mereposisi Kabaintelkam yang semula dipegang mantan ajudan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Komjen Rycko Amelza Dahniel diserahkan kepada Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw.
“Dan baru kali ini putra Papua mendapat bintang tiga di Polri,” tegas Neta.
Ia mengatakan terjadinya kerumunan massa dalam kepulangan Habib Rizieq Shihab dari Arab Saudi, maupun kasus penembakan laskar FPI di Tol Cikampek tidak terlepas dari kelemahan deteksi dini dan antisipasi Baintelkam.
“Sehingga reposisi di Baintelkam Polri menjadi sebuah kewajaran dilakukan,” katanya.
Lebih lanjut IPW menilai Kapolri Jenderal Sigit sangat sulit untuk melakukan mutasi maksimal di tubuh Polri, terutama dalam mencapai konsep Presisi yang dicanangkannya saat uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR.
Sebab, gerbong mutasi yang bisa dilakukan Sigit hanya sebatas pada bintang dua ke bawah, sedangkan mutasi di posisi bintang tiga hanya ada dua tempat yang kosong, yakni Kabareskrim dan Sestama Lemhanas.
“Selebihnya, posisi lainnya masih dijabat oleh jenderal bintang tiga yang masa dinasnya masih lama, yakni dua tahun lagi,” katanya.
Karena itu, Neta menambahkan, perputaran mutasi dari bintang dua ke posisi bintang tiga sangat terbatas dan cenderung stagnan hingga dua tahun ke depan.
Kondisi ini tentunya membuat Kapolri Sigit kesulitan dalam menggerakkan gerbong mutasi dengan maksimal dan dampaknya organisasi Polri akan stagnan hingga dua tahun ke depan.
“Apalagi Sigit sendiri baru pensiun di tahun 2027. Bagaimanapun ini menjadi dilema dalam dinamika Polri ke depan,” katanya.
Di sisi lain, Neta menambahkan, sebagai Kabareskrim baru tugas Komjen Agus tak kalah cukup berat karena masalah dalam dinamika masyarakat setahun setelah pandemi Covid-19 cukup berat.
“Kebangkrutan sosial, PHK, pengangguran menganga di depan mata yang otomatis akan memicu angka kriminalitas,” ujarnya.
Di sisi lain, lanjut dia, wabah narkoba sudah merebak ke mana-mana, termasuk ke internal Polri.
Tak kalah pelik, Polri masih punya utang kasus berat, di antaranya penembakan laskar FPI di Tol Cikampek dan pembunuhan sekeluarga di Sigi Sulteng.
“Kasus-kasus ini harus segera diselesaikan agar tidak menjadi api dalam sekam bagi masyarakat,” pungkas Neta. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Detik-detik Perempuan Belia Menikam Pria yang Hendak Memerkosanya
Redaktur & Reporter : Boy