Dua jurnalis dan dua staf lokal mereka akhirnya dibebaskan dari penjara Myanmar, dua bulan setelah penahanan mereka dengan tuduhan menerbangkan drone di atas gedung Parlemen.
Warga Singapura, Lau Hon Meng, dan warga Malaysia, Mok Choy Lin, bekerja untuk kantor berita milik pemerintah Turki 'TRT' ketika mereka ditahan pada 27 Oktober di ibukota Myanmar, Naypitaw.
BACA JUGA: Sydney Siapkan Delapan Ton Kembang Api Untuk Tahun Baru
Sebuah sidang pada hari Kamis (28/12/2017) telah membebaskan tuduhan terhadap mereka, penerjemah lokal mereka yakni Aung Naing Soe dan sopir bernama Hla Tin.
Mereka dijadwalkan bebas pada tanggal 5 Januari setelah menjalani 2 bulan hukuman penjara atas tuduhan menerbangkan drone (pesawat mini berkamera tanpa awak) secara ilegal tapi akhirnya dibebaskan lebih awal.
BACA JUGA: Perempuan Australia yang Jatuh Cinta Pada Go-Jek
Pengacara mereka, Khin Maung Zaw, mengatakan, Otoritas setempat membatalkan tuduhan yang lebih serius yakni mengimpor drone tanpa izin dan pelanggaran imigrasi setelah menyimpulkan bahwa mereka tak bermaksud untuk membahayakan keamanan nasional Myanmar.
Zaw menyebut, Otoritas setempat juga ingin mempertahankan hubungan diplomatik yang baik dengan negara asal kedua jurnalis itu.
BACA JUGA: Terbaik 2017: Anak-anak Australia Menari Aceh Keliling Eropa
Dalam kasus terpisah pada hari Rabu (27/12/2017), pengadilan memperpanjang penahanan dua jurnalis Reuters dan menetapkan jadwal sidang mereka pada tanggal 10 Januari untuk tuduhan pelanggaran terhadap rahasia negara.
Wa Lone dan Kyaw Soe Oo ditahan pada 12 Desember atas tuduhan mendapatkan 'dokumen rahasia penting' dari dua petugas polisi. Lau Hon Meng dan rekannya dibebaskan sebelum jadwal pembebasan mereka tanggal 5 Januari.
AP: Thet Aung
Petugas polisi itu bekerja di negara bagian Rakhine, di mana kekerasan yang dituduhkan pada militer setempat membuat 630.000 Muslim Rohingya meninggalkan kampung halaman mereka untuk hijrah ke Bangladesh.
Tuduhan itu bisa dijerat hukuman hingga 14 tahun penjara.
Kelompok HAM dan media telah mengkritik Pemerintahan sipil yang baru yang dipimpin oleh peraih penghargaan Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi, karena terus menggunakan hukum era-kolonial untuk mengancam dan memenjarakan jurnalis.
Aturan seperti itu digunakan secara luas oleh junta militer yang menguasai Myanmar untuk mengatasi kritik dan media.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sambut Penghujung Tahun, Kebun Binatang Canberra Tambah Koleksi Baru