Myanmar Mulai Bebaskan Para Tapol

Sabtu, 14 Januari 2012 – 10:39 WIB

YANGON - Pemerintahan Presiden Thein Sein ingin membuktikan penerapan agenda reformasi di Myanmar. Menyusul penerbitan kebijakan politik populis, kemarin (13/1) pemerintah Myanmar membebaskan 651 tahanan. Sebagian besar di antaranya adalah tahanan politik (tapol). Pembebasan tahanan itu terjadi hanya selang sehari setelah pemerintah Myanmar meneken perjanjian damai dengan gerilyawan Suku Karen.

Sorak-sorai dan tepuk tangan pecah di halaman Penjara Thayet prison, sekitar 545 km utara Kota Yangon, saat rombongan pertama tahanan yang bebas bertemu dengan sanak-saudara mereka. Salah seorang yang mendapatkan sambutan paling hangat adalah Min Ko Naing. Pria yang diganjar hukuman 65 tahun penjara itu adalah pemimpin gerakan pelajar saat unjuk rasa demokrasi pada 1988 lalu.

Sebagian besar tahanan yang bebas kemarin tercatat sebagai anggota 88 Generation Students Group atau aktivis 1988. Namun, ada juga beberapa pemimpin suku minoritas yang pernah berusaha makar. Salah satunya adalah Khun Tun Oo, chairman Shan Nationalities League for Democracy. Dia sudah mendekam 93 tahun di penjara.

Sejumlah wartawan yang meliput peristiwa kerusuhan 1988 ikut dibebaskan. Juga, keluarga dan kerabat mendiang diktator Myanmar Ne Win. Mantan Perdana Menteri (PM) Khin Nyunt yang dijebloskan ke penjara setelah lengser dari posisinya pada 2004 pun mendapat amnesti. Kemarin, pria yang dihukum 44 tahun sebagai tahanan rumah itu tampak semringah.

"Proses demokrasi sudah berada di jalur yang tepat," kata Khin Nyunt dalam jumpa pers kemarin. Meski begitu, tokoh 73 tahun itu menyatakan tidak akan kembali ke panggung politik.

Menurut media pemerintah, total terdapat 651 tahanan yang mendapat amnesti dari Presiden Thein Sein. Lantas, mereka diizinkan terlibat dalam seluruh aktivitas positif untuk membangun bangsa. Human Rights Watch (HRW) menyambut pembebasan para tahanan politik tersebut. Dalam pernyataan tertulis kemarin, organisasi non-pemerintah itu menyebut amnesti Sein sebagai perkembangan krusial. Terutama, di bidang HAM. Lembaga yang bermarkas di New York itu meminta Myanmar membebaskan seluruh tapol.

"Kami mengimbau agar Myanmar memberikan amnesti yang sama pada ratusan tapol lain. Kami juga berharap pemerintah bersedia memberikan akses kepada pemantau internasional ke penjara di sana," kata Wakil Direktur Asia HRW Elaine Pearson. Hingga kemarin, kabarnya masih ada sekitar 1.500 tapol yang mendekam di penjara Myanmar.

Terpisah, tokoh demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi mengapresiasi pembebasan para tapol itu. Meski jumlah tapol yang dikurung masih banyak dan nasib mereka tidak jelas, dia menganggap amnesti terhadap tapol sebagai hal positif. Namun, dia mengaku akan terus memantau proses pembebasan para tapol tersebut.

"Keputusan pemerintah membebaskan sejumlah besar tapol hari ini (kemarin) menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan segala permasalahan politik yang terjadi di negeri ini," kata Win Tin, anggota senior Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partai yang dipimpin Suu Kyi. Apresiasi senada juga diungkapkan Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE) dan Kanada. (AP/AFP/hep/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... China Tolak Embargo Minyak Iran


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler