jpnn.com, JAKARTA - Munculnya nama Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam persidangan perkara korupsi e-KTP dengan tersangka Setya Novanto, ikut direspons oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
Dia menantang lembaga antirasuah berani membuka semuanya secara terang. Sebab, kata Fahri, sikap KPK di kasus e-KTP masih serabutan, dan penuh dengan beban untuk mengamankan satu kelompok dan menjebloskan satu kelompok lainnya.
BACA JUGA: Demokrat: Pak SBY Tidak Terlibat Kasus e-KTP
Drama itu menurutnya berlangsung sedari awal. Apalagi ada kejanggalan tentang proses perhitungan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun.
"Ya saya malah punya tesis lain yang sampai sekarang saya mesti buka sayembara, barang siapa yang bisa beri tahu kepada saya cara menghitung kerugian negara yang 2,3 triliun itu, saya kasih sepeda motor dan helm. Itu sayembaranya saya belum cabut sampai hari ini," ucap Fahri di kompleks Parlemen Jakarta, Jumat (26/1).
BACA JUGA: Wasekjen Demokrat Sebut SBY Difitnah
Hingga kini politikus asal NTB tersebut masih yakin tidak ada kerugian negara di proyek e-KTP. Baik dari perhitungan BPK maupun BPKP. Kalau KPK punya perhitungannya, dia curiga hal itu sebagai penyelundupan dokumen.
"Karena itulah sampai sekarang tidak ada yang berani mengungkap, sebenarnya perhitungan kerugian negara ini siapa yang melakukan, mana dokumennya. Kenapa tidak bisa dapat dokumen itu dan ke publik tidak dibuka," tutur Fahri.
BACA JUGA: Fahri Hamzah: Harus Final Dulu LGBT itu Apa?
Sementara KPK, lanjutnya, selalu saja menyatakan proyek e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun sebagai bancakan DPR. Berbagai persoalan itu membuat kecurigaannya semakin kuat bahwa KPK berupaya untuk menyembunyikan peran satu kelompok dan membuka peran satu kelompok.
"Yang jelas, saya mau mengatakan, kelompok Nazarudin adalah yang disembunyikan perannya, karena Nazarudin sudah mengatakan saya adalah salah satu yang bermain di proyek e-KTP, tetapi justru Nazarudin bebas, tidak jadi tersangka," sebut mantan aktivis ini.
Fahri juga menilai mustahil seorang Setya Novanto yang bukan dari partai penguasa ketika itu, hanya ketua fraksi dan bukan anggota komisi yang mengurus proyek e-KTP, dikatakan sebagai pelaku utama dari kasus ini. Sementara ada ada partai pemenang, orang-orang hebat di komisi II dan eksekutif.
Apalagi, lanjutnya, pemerintah pernah membentuk tim tender proyek e-KTP yang diketaui Djoko Suyanto selaku menkopolhuukam saat itu, dan dikoordinir langsung oleh Boediono selaku wakil presiden, serta LKPP diketahui Agus Raharjo yang sedang galak-galaknya. Tapi sekarang peran mereka semua hilang.
Karena itu dengan kesaksian mantan Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Mirwan Amir menyebut nama SBY di persidangan e-KTP, Fahri mempertanyakan keberanian KPK untuk membuka semuanya dari awal.
Apalagi Mirwan merupakan temannya Nazaruddin. "Nah sekarang mulai ada mengungkap, berani gak ini dibuka betul?" tegasnya mempertanyakan keberanian KPK.
"Jangan tutupi sekelompok orang, jangan buka sekelompok orang. Ayo buka semua. Mulai dari desainnya. Siapa yang memutuskan (anggaran e-KTP) berubah dari bantuan luar negeri jadi APBN. Buka itu dari awal," pinta Fahri.
Saat ditanya apakah kelompok yang ditutupi KPK di kasus e-KTP merupakan penguasa saat itu? Fahri berdalih tidak mengetahui, tapi dia mengajak KPK untuk membukanya.
"Berani enggak buka. Kenapa Nazar ngaku, tapi dia tidak jadi tersangka? Yang belum ngaku, jadi tersangka? Kalau ini bancakan, kenapa baru satu yang jadi tersangka anggota DPR, cuman SN. Katanya bancakan," pungkas Fahri. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Setya Novanto Mau Blak-Blakan, Fadli Zon: Lihat Saja Nanti
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam