JAKARTA - Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Erlangga Masdiana meyakini, polisi akan mampu membekuk seluruh napi yang kabur dari Lapas Klas I Tanjung Gusta, Medan.
Alasannya, karena mereka merupakan napi, pihak kepolisian sudah pasti punya data-data pribadi dan jaringan seluruh napi yang kabur. "Jadi, mau lari ke mana pun, kalau masih di dalam negeri, pasti tertangkap. Kecuali lari ke luar negeri tanpa paspor," ujar Erlangga Masdiana kepada JPNN, kemarin (12/7).
Dia mengatakan, secara teori, tempat yang dituju napi untuk kabur, gampang diperkirakan. Untuk penjahat kelas kakap, begitu mereka kabur dari lapas, maka yang ditemui pertama kali adalah teman-teman atau jaringan lamanya.
Untuk penjahat kelas teri alias ecek-ecek, mereka akan lari ke keluarganya.
Tapi secara umum, kata Erlangga, mereka akan balik ke komunitas lamanya. "Yang dari kota, dia akan lari ke kota (menemui kelompoknya, red). Yang dari desa, ya dia akan balik lagi ke desa. Nah, polisi tinggal melihat lagi datanya, saya yakin gampang menangkapnya," ujar Erlangga.
Memang, lanjutnya, penangkapan akan sulit jika napi yang kabur menyusup ke keramaian Kota Medan. "Justru yang memilih masuk ke kota, itu yang agak sulit ditangkap. Yang keluar kota pasti mudah ditangkap," ujar Erlangga.
Mengenai faktor pemicu rusuh di lapas Tanjung Gusta, Erlangga membenarkan bahwa over capacity merupakan faktor utama. Pasalnya, di ruangan yang sesak, maka ketegangan-ketegangan mudah muncul.
"Terlebih kultur di lapas-lapas di negara kita, dipenuhi kekerasan, ketegangan antarkelompok. Misal ada kelompok Medan, Palembang, Banten, Makassar, dan seterusnya. Jika over capacity tak segera diselesaikan, maka kasus Tanjung Gusta bisa merembet ke LP-LP lain. Ingat kasus tahun 1987 di Inggris, tujuh lapas rusuh dalam waktu berdekatan. Ini juga terkait ketidakpuasan napi di dalam lapas," kata Erlangga.
Bagaimana solusinya? Pertama, pola pemidanaan harus diubah. Jangan setiap kasus dilaporkan ke polisi, yang selanjutnya diproses dan dipidana penjara. "Kalau tak diubah, ya penjara makin sesak," katanya.
Kedua, napi harus dipisah-pisahkan berdasar tingkat kejahatannya, dengan pola pengamanan yang juga harus dibedakan. Untuk lapas penjahat kelas kakap, harus maximal security. Berikutnya, low security, dan terakhir yang untuk penjahat ecek-ecek, minimal security. (sam/jpnn)
Alasannya, karena mereka merupakan napi, pihak kepolisian sudah pasti punya data-data pribadi dan jaringan seluruh napi yang kabur. "Jadi, mau lari ke mana pun, kalau masih di dalam negeri, pasti tertangkap. Kecuali lari ke luar negeri tanpa paspor," ujar Erlangga Masdiana kepada JPNN, kemarin (12/7).
Dia mengatakan, secara teori, tempat yang dituju napi untuk kabur, gampang diperkirakan. Untuk penjahat kelas kakap, begitu mereka kabur dari lapas, maka yang ditemui pertama kali adalah teman-teman atau jaringan lamanya.
Untuk penjahat kelas teri alias ecek-ecek, mereka akan lari ke keluarganya.
Tapi secara umum, kata Erlangga, mereka akan balik ke komunitas lamanya. "Yang dari kota, dia akan lari ke kota (menemui kelompoknya, red). Yang dari desa, ya dia akan balik lagi ke desa. Nah, polisi tinggal melihat lagi datanya, saya yakin gampang menangkapnya," ujar Erlangga.
Memang, lanjutnya, penangkapan akan sulit jika napi yang kabur menyusup ke keramaian Kota Medan. "Justru yang memilih masuk ke kota, itu yang agak sulit ditangkap. Yang keluar kota pasti mudah ditangkap," ujar Erlangga.
Mengenai faktor pemicu rusuh di lapas Tanjung Gusta, Erlangga membenarkan bahwa over capacity merupakan faktor utama. Pasalnya, di ruangan yang sesak, maka ketegangan-ketegangan mudah muncul.
"Terlebih kultur di lapas-lapas di negara kita, dipenuhi kekerasan, ketegangan antarkelompok. Misal ada kelompok Medan, Palembang, Banten, Makassar, dan seterusnya. Jika over capacity tak segera diselesaikan, maka kasus Tanjung Gusta bisa merembet ke LP-LP lain. Ingat kasus tahun 1987 di Inggris, tujuh lapas rusuh dalam waktu berdekatan. Ini juga terkait ketidakpuasan napi di dalam lapas," kata Erlangga.
Bagaimana solusinya? Pertama, pola pemidanaan harus diubah. Jangan setiap kasus dilaporkan ke polisi, yang selanjutnya diproses dan dipidana penjara. "Kalau tak diubah, ya penjara makin sesak," katanya.
Kedua, napi harus dipisah-pisahkan berdasar tingkat kejahatannya, dengan pola pengamanan yang juga harus dibedakan. Untuk lapas penjahat kelas kakap, harus maximal security. Berikutnya, low security, dan terakhir yang untuk penjahat ecek-ecek, minimal security. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Notaris Beber Rumah Pemberian Djoko untuk Istri Muda
Redaktur : Tim Redaksi