jpnn.com - Ada-ada saja cara netizen mem-bully partai politik di media sosial. Partai Nasional Demokrat (Nasdem), yang sudah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden, di-bully sebagai Partai Nasdrun.
Sementara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden diledek sebagai ‘’Partai Sopo Iku’’ (Partai Siapa Dia).
BACA JUGA: Anies Baswedan Banggakan Ukuran RDF Bantar Gebang
Segera setelah Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bacapres di Nasdem Tower (3/10), PSI bertindak sigap dengan mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai bacapres.
PSI malah maju selangkah lagi dengan mengumumkan Zanubah Arifah Chafsoh Wahid alias Yenny Wahid sebagai bacawapres.
BACA JUGA: Anies Datang ke Acara Rizieq, Ahmad Ali NasDem: Semata Silaturahmi
Beda dengan Nasdem yang melakukan deklarasi dengan acara resmi yang dihadiri elite-elite partai, PSI melakukan gercep alias gerak cepat dengan melakukan deklarasi via aplikasi Zoom.
Mungkin saking gercepnya, PSI sampai lupa mengundang Giring Ganesha, sang ketua umum, untuk ikut gabung dalam deklarasi.
BACA JUGA: AHY Membisikkan Kalimat Begini kepada Anies Capres Nasdem di TIM, Hmmm
Mungkin Sis Grace Natalie, wakil ketua dewan pembina, yang memimpin acara deklarasi, lupa mengundang Bro Giring sehingga tidak hadir di acara penting itu.
Atau, Sis Grace sudah mengirim link, tetapi Bro Giring sedang mengadakan kunker ke sebuah daerah terpencil yang ‘’nir-sinyal’’, sehingga tidak bisa mengikuti deklarasi daring itu.
Deklarasi PSI itu diadakan sore hari setelah selesai deklarasi Anies Baswedan oleh Nasdem.
Secara kebetulan Giring mengunggah cuitan di akun pribadinya di Twitter. ‘’Hilangnya ratusan nyawa di Kanjuruhan membuat kami di PSI menyingkirkan bahasan politik sementara, deklarasi capres di tengah kedukaan tentu menyisakan rasa nirempati. PSI konsisten menolak pemimpin pengusung politik identitas." cuit Giring.
Cuitan itu muncul beberapa saat setelah acara deklarasi Nasdem selesai. Akan tetapi, sore harinya ternyata PSI malah melakukan deklarasi mengusung pasangan Ganjar-Yenny.
Perubahan mendadak ini mungkin membuat Giring malu hati. Kicauan itu pun ia hapus dari akunnya, dan dia memutuskan untuk tidak ikut gabung ke acara deklarasi via aplikasi.
Mungkin begitu ceritanya. Giring tidak memberi penjelasan resmi, dan Grace yang ditanya wartawan juga mengeles dengan mengatakan tidak ada perubahan mendadak, karena nama Ganjar sudah dipersiapkan lama melalui mekanisme rembuk rakyat.
Diksi ‘’nir-empati’’ yang dipakai Giring kemudian dipakai untuk mem-bully balik. Ada yang menyebut Giring ‘’nir-pulsa’’ alias tidak punya pulsa. Ada pula yang menyebut PSI sebagai partai ‘’nir-koordinasi’’, karena tidak ada koordinasi di antara para pimpinannnya.
Tidak sampai di situ. Pada kesempatan berikutnya para wartawan mengejar Ganjar Pranowo untuk memintainya komentar mengenai deklarasi itu.
Dalam sebuah acara di Semarang Ganjar didekati wartawan yang meminta komentarya mengenai deklarasi itu. Jawaban Ganjar selalu khas dengan memakai bahasa Jawa, Ganjar mengaku tidak dihubungi oleh PSI dan tidak ada komunikasi sebelumnya.
Ganjar kemudian melanjutkan dengan narasinya yang khas, ‘’PSI, sopo iku, PSSI kali.’’ Ganjar pura-pura tidak kenal dengan PSI, dan karena itu dia bertanya ‘’Sopo iku?’’, Siapa dia? Ganjar merasa tidak nyaman dengan deklarasi itu, karena dia sudah sering kali kena sentil oleh Megawati Soekarnoputri maupun elite PDIP lainnya.
Karena itu Ganjar menghindar. Karena itu netizen menganggap PSI membajak nama Ganjar. PSI mencatut nama Ganjar dengan mendeklarasikannya tanpa izin. Netizen pun memelesetkan kepanjangan PSI menjadi ‘’Partai Sopo Iku”, Partai Siapa Dia.
PSI menjadi bulan-bulanan netizen. Akan tetapi, mungkin sebentar lagi PSI akan dapat amunisi untuk menyerang balik.
Pada 16 Oktober nanti Anies Baswedan akan resmi purnatugas melepas jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta. Kabarnya Anies akan mengadakan acara seremonial dengan memberikan ‘’Farewell Speech’’, pidato perpisahan di Balai Kota.
Kabarnya ribuan pendukung Anies akan menjubeli Balai Kota untuk kemudian mengarak Anies untuk pulang ke rumah pribadi di daerah Lebak Bulus.
Diperkirakan puluhan ribu suporter Anies akan ikut arak-arakan ini. Di sisi lain muncul kabar akan terjadi banjir karangan bunga yang akan memenuhi Balai Kota dan sekitarnya.
Ratusan karangan bunga itu berisi ‘’ucapan selamat’’ atas kepergian Anies dari Balai Kota. Rangkaian bunga ini dimaksudkan untuk mem-bully Anies.
Saling bully sangat keras terjadi di media sosial. Nasdem pun tidak luput dari rundungan itu. Terjadi vandalisme alias perusakan terhadap logo Partai Nasdem.
Semula logo Nasdem berbentuk lingkaran dengan dominasi warna biru dan kombinasi warna kuning. Lingkaran itu menggambarkan sayap dan ujung paruh burung rajawali.
Netizen yang usil mengubah logo itu menjadi lingkaran dengan warna biru dan kuning, di bagian atas diubah seperti bentuk surban, dan di bawah diubah menjadi bentuk jenggot pria.
Logo itu berubah bentuk menjadi pria bersurban dan berjenggot, dan di bawahnya tertulis ‘’Nasdrun’’, mungkin maksudnya menggabungkan ‘’Nasdem’’ dengan ‘’Kadrun’’.
Akselerasi deklarasi Anies Baswedan oleh Nasdem ini membuat guncang perimbangan politik nasional.
Megawati Soekarnoputri, sang supremo PDIP, langsung bereaksi dengan memanggil Joko Widodo, sang petugas partai, ke tempat tetirah Mega di Istana Batutulis, Bogor. Keduanya berbicara panjang sampai 2 jam.
Tidak ada komunike resmi mengenai hasil pertemuan itu. Spekulasi yang berkembang menyatakan bahwa Mega mendesak Jokowi agar segera memecat tiga kader Nasdem yang menjadi menteri, dan melakukan resafel lagi.
Spekulasi lain menyebutkan, Mega membujuk dan mendesak Jokowi agar mendukung Puan Maharani sebagai calon presiden pilihan PDIP.
Reaksi tajam terhadap Nasdem ditunjukkan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Dalam acara seminar memeringati Hari Ulang Tahun ke-77 TNI, Hasto mengibaratkan Nasdem sebagai warna biru pada warna bendera Belanda yang dirobek oleh rakyat Surabaya dalam pertempuran 10 November 1945. Menurut Hasto, warna biru sudah dirobek oleh rakyat dan tinggal warna merah putih.
Metafora ini ditujukan untuk menyindir Nasdem yang sudah mempunyai bakal calon presiden sendiri meskipun masih berada di barisan kabinet Presiden Jokowi.
Metafora merobek warna biru ini ditafsirkan sebagai upaya merobek Nasdem dari koalisi pemerintah melalui resafel.
Nasdem mempertanyakan reaksi yang dianggap berlebihan ini.
Jauh sebelum Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan, Partai Gerindra sudah terlebih dahulu mendeklarasikan Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden.
Reaksi PDIP terhadap Gerindra tidak segarang reaksi terhadap Nasdem.
PDIP menujukkan sikap yang lebih welcome terhadap deklarasi Prabowo dan menunjukkan sikap hostile, bermusuhan, terhadap deklarasi Anies Baswedan.
Serangan terhadap Nasdem dengan sebutan Nasdrun menjadi indikator adanya persaingan laten antara kadrun dan cebong yang tetap tumbuh subur.
Pilpres 2024, sangat mungkin, akan menjadi ajang persaingan keras antara dua kubu itu.
Kalau tidak ada upaya rekonsiliasi yang serius dari para elite bangsa, sangat mungkin persaingan 2024 akan menjadi ‘’partai balas dendam’’ yang lebih keras dibanding Pilpres 2019. (*)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror