Nasib Firli Bahuri Bisa seperti Budi Gunawan?

Rabu, 18 September 2019 – 06:48 WIB
Kapolda Sumsel Irjen Pol Firli Bahuri sekaligus Ketua KPK terpilih saat kunjungan kerja ke Kabupaten OKU, Sabtu. Foto: ANTARA/Edo Purmana

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Said Salahudin menilai, munculnya penolakan dari sejumlah pihak atas dipilihnya Irjen (Pol) Firli Bahuri sebagai Ketua KPK, dapat saja berujung batalnya mantan Deputi Penindakan KPK itu kembali berkantor di lembaga antirasuah.

Menurut Said, untuk menentukan hal itu kuncinya ada pada presiden. Firli bisa saja mengalami nasib yang dialami Budi Gunawan, yang batal dilantik sebagai kapolri, tiga tahun lalu.

BACA JUGA: Irjen Firli Bahuri: Allah Memberi Jabatan Kepada Orang yang Dikehendaki

"Saya kira polemik itu telah diketahui oleh presiden. Suara-suara itu tentu penting, sehingga wajar untuk didengar dan dipertimbangkan," ujar Said di Jakarta, Selasa (17/9).

Menurut Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) ini, Presiden Joko Widodo punya waktu 30 hari kerja memikirkan dan menimbang pendapat dan masukan dari masyarakat, terhitung sejak DPR menyampaikan secara resmi nama pimpinan KPK yang sudah dipilih.

BACA JUGA: Pulang Kampung, Irjen Firli Bahuri Teringat saat Jualan Spidol dan Kue di Taman Ria

Dalam hal presiden menilai pilihan DPR sudah selaras dengan kehendak rakyat, maka hanya perlu meyakinkan publik Firli memiliki peluang memperbaiki KPK, sehingga perlu diberikan kesempatan.

"Tetapi sebaliknya, dalam hal getaran kekhawatiran publik yang menolak Firli ditangkap presiden sebagai suara kebenaran, maka pilihan DPR atas Firli dapat saja dimentahkan oleh presiden," ucap Said.

BACA JUGA: Irjen Firli Bahuri Dapat Sambutan Riuh di Sidang Paripurna DPR

Konsultan senior Political and Constitutional Law Consulting Postulat ini kemudian memaparkan ketetapan yang diatur dalam Pasal 30 ayat (13) Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Menurut Said, presiden memang diwajibkan untuk menetapkan calon pimpinan KPK yang sudah dipilih oleh DPR. Artinya, siapa yang dipilih DPR, itulah yang harus dilantik oleh presiden.

"Tetapi terkait pengisian jabatan yang melibatkan lembaga kepresidenan dan DPR, pernah juga ada preseden dimana presiden batal melantik calon pejabat yang sebelumnya sudah disetujui oleh DPR," katanya.

Menurut Said, peristiwa itu terjadi dalam kasus Komjen (Pol) Budi Gunawan (BG) batal dilantik sebagai Kapolri. Padahal, BG diusulkan sendiri oleh presiden kepada DPR, dan DPR pun sudah memberikan persetujuan.

Tetapi karena saat itu muncul arus penolakan yang cukup deras dari masyarakat terhadap figur BG, presiden akhirnya memutuskan untuk membatalkan pelantikan BG sebagai Kapolri.

"Nah, pada kasus Firli sekarang pun sebetulnya presiden bisa saja mengambil kebijakan serupa. Kalau dulu presiden pernah membatalkan pelantikan BG, saya kira sekarang pun presiden bisa juga membatalkan pelantikan Firli sebagai Pimpinan KPK. Semuanya berpulang kembali kepada diri presiden, mau atau tidak, berani atau tidak berani," tuturnya.

Lebih lanjut Said mengatakan, bisa saja kemudian muncul pendapat kasus BG berbeda dengan kasus Firli, sehingga kebijakan presiden terhadap BG tidak bisa diberlakukan terhadap Firli. Tetapi menurut Said, hal itu sepenuhnya dikembalikan kepada presiden untuk menilai.

"Termasuk jika ada yang mengatakan kewenangan DPR dalam memberikan persetujuan dan memilih calon pejabat negara memiliki derajat yang berbeda dalam perspektif hukum tata negara, biarlah hal itu nanti menjadi diskursus akademik yang menarik," pungkas Said. (gir/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler