Nasihat Pak Harto ke Anak-anaknya Jelang Lengser 21 Mei 1998

Senin, 21 Mei 2018 – 19:46 WIB
Soeharto. Foto: The Straits Times

jpnn.com, JAKARTA - Putri sulung Presiden Kedua RI Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana menceritakan tentang keputusan ayahnya lengser pada 21 Mei 1998. Tokoh yang akrab disapa dengan panggilan Mbak Tutut itu menuturkan, ayahnya memilih mundur menuruti desakan masyarakat dan politikus ketimbang bertahan di kursi kepresidenan.

"Kala itu beliau memanggil kami anak-anaknya dan beliau menyampaikan niatnya tersebut," ujar Tutut sebagaimana menuliskannya dalam artikel berjudul Bapak Kami Melarang Dendam di laman tututsoeharto.id, Senin (21/5).

BACA JUGA: Mama Emi Maknai Peringatan Reformasi demi Pupuk Persaudaraan

Tutut bersama adik-adiknya tidak rela ketika Pak Harto harus mundur. Sebab, presiden kelahiran 8 Juni 1921 di Bantul, Yogyakarta itu sudah mengabdikan seluruh hidupnya untuk bangsa dan negara, tetapi justru diperlakukan tak semestinya.

Bahkan, Tutut sempat memohon kepada Pak Harto untuk menunda dulu keputusan undur diri dari jabatan presiden. "Saat itu bapak (Pak Harto, red) bertanya, ‘untuk apa (bertahan, red)?’,” katanya.

BACA JUGA: Priyo Yakin Banget Publik Merasa Lebih Enak Zaman Pak Harto

Menurut Tutut, pendukung ayahnya kala itu masih sangat banyak. Bahkan, para pendukung Pak Harto siap mempertahankannya di posisi presiden.

"Tapi Bapak bertanya lagi, 'apa yang akan kamu lakukan?’” kata Tutut menirukan ayahnya.

BACA JUGA: Hasil Survei Indo Barometer: Jokowi Peringkat Ketiga

"Kami jawab, mereka siap turun ke jalan dan akan melawan demonstrasi yang sekarang berlangsung, Pak," jawab Tutut kepada Pak Harto.

Maksud Tutut kala itu adalah menunjukkan bahwa ayahnya tak bersalah sebagaimana tuduhan yang muncul dari para penyeru reformasi. Selain itu, Tutut juga meyakinkan ayahnya bahwa masih banyak loyalisnya.

‎"Kami katakan untuk menunjukkan bahwa bapak tidak salah, bapak tidak sendiri dan rakyat banyak yang masih loyal dengan bapak," ungkap Tutut.

Namun, Soeharto tetap pada pendiriannya. Pak Harto memilih mundur ketimbang jatuh banyak korban karena rakyat turun ke jalan.

Tutut dan adik-adiknya masih belum menyetujui rencana Pak Harto. ‎"Tidak," teriak Tutut dan adik-adiknya.

Hanya saja, Pak Harto sudah kukuh untuk mundur. Dia meminta Tutut dan adik-adiknya untuk legawa.

"Lebih baik bapak berhenti, kalau memang sudah tidak dikehendaki untuk menjadi presiden. Kalian harus merelakan semua ini. Percayalah bahwa Allah tidak tidur," kata Soeharto kala itu.

Soeharto juga berpesan kepada anak-anaknya agar tidak mendendam karena sang jenderal besar itu dipaksa lengser. Sebaliknya, Pak Harto meminta kepada anak-anaknya agar menjadikan hal itu sebagai pelajaran.

"Satu hal bapak minta pada kalian semua, jangan ada yang dendam dengan kejadian ini, dan jangan ada yang melakukan balas dendam, karena dendam tidak akan menyelesaikan masalah," tambah Tutut menirukan Pak Harto.

Akhirnya Tutut dan adik-adiknya hanya bisa terdiam. Selain itu, Pak Harto juga berpesan bahwa balas dendam belum tentu akan mengubah hidup jadi lebih baik.

"Masalah pun tidak terselesaikan, malah yang terjadi permusuhan berkepenjangan, sampai kapan, tak ada yang tahu. Bersabarlah anak-anakku, karena orang sabar disayang Allah," ujar Tutut menirukan wasiat Soeharto.

Karena itu Tutut meyakini ayahnya sudah punya jasa besar bagi Indonesia. "Apa pun kata orang tentang bapak, beliau salah seorang putra bangsa yang terbaik bagi kami," tuturnya.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gelar 20 Tahun Refleksi Reformasi, PAN Undang Tokoh Penting


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler