jpnn.com - JAKARTA - Direktur Pusat Studi Islam dan Demokrasi (PSID) Nazar EL Mahfudzi mengomentari keputusan Mahkamah Agung (MA) yang segera menangani peninjauan kembali (PK) sengketa kepengurusan Partai Demokrat yang diajukan kubu Moeldoko.
Dia menilai kubu Moeldoko selama ini mengalami kezaliman dalam penegakan hukum dan hanya butuh satu keadilan untuk melawan hal tersebut.
BACA JUGA: Nofrizon Tak Habis Pikir dengan Alasan Irwan Mundur Sebagai Wabup Agam
"Tercatat sudah 16 kali proses hukum diajukan Moeldoko ditolak. Mulai dari keputusan Menteri Hukum dan HAM juga menolak hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang."
"Saya kira ini menjadi kezaliman, penegakan hukum kesekian kalinya berpihak kepada SBY-AHY," ujar Nazar dalam keterangannya, Sabtu (27/5).
BACA JUGA: Jelang Pilpres 2024, Anas Urbaningrum: Tidak Ada yang Perlu Dibunuh Kesempatan Politiknya
Nazar lantas memerinci 16 kali proses hukum yang diajukan kubu Moeldoko, tetapi ditolak.
Mulai dari ditolak oleh Menkumham, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Tinggi Jakarta, PTUN Jakarta, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) hingga permohonan judicial review.
BACA JUGA: Deklarasikan Pergerakan Advokat Indonesia, Para Aktivis 98 Ini Serukan Reformasi Jilid II
"Saya kira di PK ini merupakan saatnya kubu Moeldoko diberlakukan secara adil karena terdapat rekayasa."
"AD/ART diubah oleh para pihak sehingga memberikan ruang demokratis kepada pengurus dan pendiri yang menggugat melalui KLB Demokrat."
"Moeldoko saya kira hanya butuh satu keadilan melawan enam belas kezaliman penegakan hukum," ucapnya.
Menurut Nazar, satu keadilan PK memberikan ruang pengurus Demokrat kubu Moeldoko bisa melakukan rekonsiliasi antarpengurus yang selama ini dikuasai dari keluarga Cikeas.
MA diketahui akan segera memproses PK yang diajukan Moeldoko.
Dalam PK tersebut Moeldoko menggugat Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hasil Riset Big Data: Anies Harus Gandeng AHY jadi Cawapres
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang