“Banyak koruptor besar hanya diputus empat tahun penjara. Lalu mendapat remisi dan bebas. Jadi, masalahnya bukan hukuman mati atau seumur hidup, tapi problem penegakan hukum dan lemahnya kontrol negara terhadap proses hukum korupsi yang terjadi,” kata Zainal di gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (18/10).
Dipaparkannya, pemberian remisi bagi terpidana korupsi, narkoba dan pelaku kekerasan sadis lainnya telah dijadikan privilege (hak khusus) bagi pemerintah. "Ini menjadikan orang tidak takut untuk korupsi dan bertindak jahat," tegasnya.
Karenanya, lanjut dosean Fakultas Hukum UGM itu, faktor kepemimpinan sangat penting untuk melakukan langkah-langkah radikal. “Presiden tak usah lagi bicara sistem presidensial, Sekretariat Gabungan Koalisi atau perlunya dukungan parpol dan lainnya. Yang harus menjadi pertimbangan presiden adalah kinerja menteri, bukan parpolnya,” ungkapnya.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Akhir Oktober Kasus Chevron Naik ke Penuntutan
Redaktur : Tim Redaksi