Negara Hadir Melindungi Petani Melalui Program Perhutanan Sosial

Minggu, 24 Juli 2022 – 06:05 WIB
Independent Advisor Program PSKL (Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan) Swary Utami Dewi. Foto: KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Pendekatan andil garapan dalam perhutanan sosial merupakan sesuatu yang efektif dan kreatif dalam menguatkan posisi para petani gurem, yang memang faktual menggarap kawasan hutan.

“Negara hadir dan berperan melindungi sekaligus memfasilitasi petani gurem sesuai kebutuhan dan perkembangan masing-masing. Maju terus Perhutanan Sosial,” ujar Independent Advisor Program PSKL (Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan) Swary Utami Dewi pada Sabtu (23/7/2022).

BACA JUGA: Regulasi Ini Dinilai Akan Memperkuat Program Perhutanan Sosial

Swary Utami menjelaskan Perhutanan Sosial merupakan program penting di era pemerintahan Jokowi sejak 2015.

Praktik Perhutanan Sosial sendiri sebenarnya sudah lama dilakukan oleh petani dan masyarakat yang tinggal di kawasan hutan atau sekitar hutan, bahkan banyak yang sudah melakukannya turun-temurun bergenerasi.

BACA JUGA: Gema Perhutanan Sosial: Petani Berkomitmen Mengawal Presiden Jokowi

Namun, pengakuan dan perlindungan negara lebih dirasakan dalam era ini dengan dikeluarkannya berbagai aturan terkait serta kebijakan yang menjadikan program Perhutanan Sosial sebagai program penting pemerintah.

Menurut Swary, program ini begitu esensial karena menyangkut kehidupan jutaan orang miskin yang tinggal di kawasan hutan.

BACA JUGA: Penghapusan Pungutan Ekspor CPO Bikin Petani Sawit Bahagia, Sebegini Harga Acuan Juli

Data menunjukkan sekitar sepertiga orang miskin Indonesia tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan.

Menurut Swary Utami, selama ini muncul pertanyaan bagaimana cara jitu untuk melindungi petani gurem yang nyatanya memang betul-betul penggarap, dan tujuan kelolanya memang sangat mendasar yaitu mengelola lahan untuk bertahan hidup.

Model "kesaksian" di antara petani yang memiliki andil garapan juga menjadikan proses ini memiliki unsur partisipatori yang cukup kuat.

Suara tingkat tapak jelas menjadi kunci di sini. Sistem cross check kesaksian bersama-sama petani tetangga garapannya sekaligus merupakan sistem uji kesaksian yang bisa menguatkan para petani sesungguhnya.

“Tentu saja ada batas luasan maksimal per andil yang bisa dikelola setiap petani tersebut karena ini untuk tujuan pemerataan dan keadilan, utamanya di wilayah yang petaninya banyak sementara lahan sangat terbatas,” tegas Swary Utami.

Swary menjelaskan andil garapan ini sifatnya memang individu. Namun pada saat semua yang punya andil sudah terpetakan, tingkatnya naik menjadi kelola kawasan dan kelembagaan oleh kelompok yang sudah menjadi pemegang persetujuan Perhutanan Sosial.

Dia menyebut penguatan kelompok yang menaungi para petani inilah yang kemudian jadi hal penting lainnya (kelola kelembagaan).

Kemudian, kata dia, kita bisa melakukan pencermatan terhadap Rencana Kerja Perhutanan Sosial kelompok tersebut dalam rangka melihat kembali apakah RKPS ini sudah tepat dengan potensi, kemampuan kelola kelompok dan sebagainya.

Selain itu, pendampingan harus makin diperkuat. Cakupannya bisa jadi lintas sektoral, lintas wilayah.

Kemudian juga ada pembagian peran untuk mendorong penguatan di antara para pihak pendukung. “Lalu proses seterusnya dan seterusnya,” ujar Swary Utami.

“Tentu saja model ini mesti terbuka untuk dievaluasi atau dikembangkan secara adaptif sesuai  dengan kekhasan dan keunikan lokasi masing-masing,” ujar Swary Utami.

Hal in, kata dia, salah satu kebaharuan dan inovasi khas Perhutanan Sosial, yang diyakini bisa cukup jitu, terutama untuk lokasi atau tempat yang rawan free rider, penduduknya banyak, namun lahan terbatas.

Di sini juga nampak jelas negara hadir dan berperan melindungi, sekaligus memfasilitasi petani gurem sesuai kebutuhan dan perkembangan masing-masing.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) terbaru tentang Perhutanan Sosial telah dikeluarkan pada 2021, yakni Permen LHK 9 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.

Permen ini sendiri merupakan aturan pelaksanaan dari ketentuan pasal 247 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.

Kebijakan Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus atau KHDPK untuk kepentingan Perhutanan Sosial di Jawa inilah yang sedang dipersiapkan.

Oleh karena itu, menurut Swary Utami, selalu perlu bagi petani dan masyarakat terkait untuk menyuarakan langsung harapan dan keinginan mereka terhadap kebijakan perhutanan sosial.

“Misalnya, apa harapan mereka tentang Perhutanan Sosial di Jawa? Hal apa yang harus ada, untuk memastikan perlindungan dan jaminan keadilan bagi para petani yang terlibat, serta hal-hal terkait lainnya,” kata Swary Utami.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler