jpnn.com - JAKARTA - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) hanya didukung minoritas fraksi di parlemen. Meski demikian, kegagalan merangkul kekuatan politik di Senayan bukanlah akhir segalanya.
Meskipun tak akan lempeng, masih ada jalan untuk menuju pemerintahan yang lebih efektif. Konstitusi kita tegas menyatakan bahwa pemerintahan kita menganut sistem presidensial.
BACA JUGA: Cara Berpolitik KMP Dinilai Sudah Kasar
Namun, dengan sistem multipartai yang juga kita peluk, sulit bagi sebuah partai politik meraih dukungan mayoritas mutlak di DPR. Sejumlah perangkat undang-undang kita juga mengarah pada penguatan kewenangan parlemen.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang didukung 75,2 persen kekuatan kursi di DPR pun kerap kesulitan untuk menciptakan pemerintahan efektif.
BACA JUGA: Banyak Jamaah Terserang Heat Stroke Usai Wukuf
Karena itu, wajar apabila muncul kekhawatiran apakah Jokowi dan Jusuf Kalla (JK) yang hanya didukung empat partai dengan kekuatan 39,97 persen kursi di parlemen mampu menjalankan roda pemerintahan dengan lancar.
Peneliti senior LIPI Siti Zuhro mengatakan, Jokowi masih bisa menjalankan pemerintahan secara efektif asal antara pihak eksekutif dan legislatif tidak saling melemahkan.
BACA JUGA: Waketum Golkar Yakin KMP Dukung Perppu
”Asal tidak saling menyubordinasi, peta politik terkini justru realitas politik yang positif. Bukan masalah,” tutur Siti Sabtu (4/10).
Menurut Siti, jika ada semangat bersama untuk tidak saling melemahkan, parlemen yang dikuasai kubu di luar pemerintahan justru bisa merangsang kalangan eksekutif untuk senantiasa berbuat yang terbaik bagi rakyat.
Dia melanjutkan, seluruh pihak juga harus menyadari bahwa yang dipertaruhkan terlalu besar. Kepentingan rakyat lagi-lagi akan menjadi korban apabila ada upaya pelemahan pemerintahan.
”Negara bisa terpuruk dan capaiannya tidak ada sama sekali kalau kontestasi hanya saling menjatuhkan dan melemahkan,” ujar dia.
Siti memaparkan, secara sistem politik, tidak ada yang mengkhawatirkan dari peta politik belakangan ini. Sistem presidensial yang dianut dan telah dituangkan dalam konstitusi telah menempatkan lembaga kepresidenan sebagai institusi yang harus dihormati.
”Dalam hal ini, kita bukan melihat orang per orang. Tapi, ini isi konstitusi kita,” ucap dia.
Dalam amandemen keempat UUD 1945, telah diatur dengan jelas sejumlah hak prerogatif presiden. Mulai memegang kekuasaan pemerintahan hingga sejumlah kewenangan khusus yang berkaitan dengan kewenangan yang dimiliki lembaga negara lainnya, termasuk DPR.
Misalnya terkait dengan kewenangan membentuk undang-undang. Meskipun pasal 20 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang, presiden tetap memiliki wewenang menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
Kewenangan yang diakomodasi dalam pasal 22 ayat (1) UUD 1945 itu bisa dilakukan presiden dalam ihwal kegentingan yang memaksa.
Meskipun perppu tersebut masih harus dimintakan persetujuan DPR dan harus dicabut jika parlemen tidak setuju, tidak ada aturan yang melarang presiden untuk kembali mengajukannya. Terutama jika presiden tetap memandang ada kegentingan yang memaksa.
”Semua itu bisa-bisa saja. Tapi, yang penting sekarang, semua pihak harus melakukan reformasi mental dulu. Itu dulu saja yang penting agar bangsa ini tidak terpuruk,” katanya. (dyn/bay/idr/c11/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ditolak, Maka Terjadi Kekosongan Hukum
Redaktur : Tim Redaksi