‘’Kita belum berani melaut, ombak masih besar,” ungkap salah seorang nelayan Kampung Bugis, Irnun.
Dia mengaku, lebih baik diam di rumah daripada memaksakan diri melaut. Kondisi ombak yang masih besar membuatnya lebih mengutamakan keselamatan.
Dia mengungkapkan, kalaupun memaksakan diri melaut, hasil tangkapan jauh lebih kecil dari biaya operasional yang dikeluarkan.
Menurut Irnun, sekali melaut membutuhkan biaya operasional sampai Rp 300 ribu. Sementara, hasil yang dibawa pulang hanya Rp 100 ribu. ‘’Memang ada beberapa orang yang melaut, tapi bisa dihitung jari,” ungkapnya.
Dia menambahkan, jika ada yang melaut, biasanya mereka berangkat pada pagi hari. Kemudian, menepi di daerah Senggigi dan sekitarnya. Terkadang mereka sampai daerah Kabupaten Lombok Utara (KLU). Mereka merapatkan sampannya di daerah itu dan kembali melalui jalur darat. Itu dilakukan mereka karena mengikuti di mana lokasi ikan banyak, dan cara itu dianggap lebih aman. Karena jika kembali ke sekitar pesisir Ampenan, ombaknya besar. ‘’Sore sampai malam, ombaknya besar, kalau pagi tidak,” jelasnya.
Selain ombak besar angin di malam hari juga kencang. ‘’Apalagi nanti kalau sudah masuk musim utara, angin dan ombaknya luar biasa,” katanya.
Dikatakan, saat musim angin utara yang biasa terjadi bulan Februari, pasir di pinggir pantai tidak kelihatan lagi karena terkikis digerus ombak dan angin.
Berbeda dengan Irnun, Munawir, nelayan Kampung Bugis lainnya, kini memilih profesi lain dengan berjualan minyak tanah. Itu dilakukannya untuk menghidupi keluarga. Karena melaut tidak memungkinkan baginya.
‘’Sementara jualan minyak dulu,” katanya sambil tersenyum. Mereka terus berharap pemerintah memperhatikan nasibnya. Mereka berharap ada pekerjaan lain yang bisa dikerjakan sambil menunggu kondisi laut yang belum stabil.(cr-fai)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Curah Hujan Tertinggi Pekan Ini
Redaktur : Tim Redaksi