Nelayan Dukung Menteri Susi, Tolak Kebijakan HNSI

Selasa, 03 Februari 2015 – 06:18 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - TEGAL - Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang melarang penggunaan alat tangkap ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (Seine nets), menuai kontroversi. Sikap nelayan pun terbelah.

Nelayan Pantura Kabupaten Tegal menolak kebijakan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) yang meminta Susi mencabut larangan yang tertuang di Peraturan Menteri (Permen) Nomor 2 Tahun 2015 itu.

BACA JUGA: Larang Pelajar ke Sekolah Pakai Kendaraan Bermotor

Nelayan Pantura justru mendukung Permen tersebut, karena dinilai menguntungkan nelayan tradisional yang berada di wilayah Suradadi.

”Kami mendukung Permen itu. HNSI jangan mengambil kebijakan sendiri tanpa koordinasi dengan nelayan tradisional,” kata Sucipto, 44, salah seorang nelayan Suradadi yang menentang keras pencabutan Permen tersebut, Senin (2/2).

BACA JUGA: Fokus Revisi UU Pilkada, Aturan Khusus Aceh Menyusul

Dia mengaku menerima keluhan para nelayan tradisional yang kesulitan menangkap udang saat musim angin timur yang disertai ombak besar pada bulan-bulan ini.

Nelayan Suradadi yang berjumlah sekitar 4.000 orang dengan jumlah kapal kecil 700 buah, sejatinya pencari rajungan atau kepiting. Namun, pada saat musim sekarang ini beralih menangkap udang. Sayangnya, udang sulit dicari, karena udang kecil tertangkap jaring besar.

BACA JUGA: Pelajar Kesurupan Massal, Hanya Satu yang Cowok

:Kalau alat tangkap besar masih beroperasi, nanti anak cucu kita mau makan apa?” tanya warga RT 2/RW 13 Desa/Kecamatan Suradadi ini.

Tak hanya udang, rajungan yang selama ini menjadi andalan nelayan Suradadi juga sulit didapatkan. Biasanya, Sucipto dalam sehari bisa mendapatkan rajungan sebanyak 5 kilogram. Namun, saat ini hanya mendapatkan 3 kilogram perhari. Parahnya, harga rajungan turun dari Rp 70 ribu perkilogram menjadi Rp 33 ribu perkilogram.

Sementara itu, modal yang dikeluarkan untuk membeli bahan bakar dan persediaan makannya mencapai Rp 200 ribu. Sedangkan hasil yang diperoleh hanya Rp 120 ribu.

”Semua jenis ikan di laut Suradadi nyaris habis. Semua itu karena alat tangkap besar masih kerap beroperasi,” kata Sucipto yang mengaku memiliki 200 alat tangkap rajungan jenis badong.(yer/muh/fta/sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Agar Ditempatkan di Kota, CPNS Bayar Rp 5 Juta?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler