MATARAM--Hujan deras yang disertai angin kencang serta gelombang tinggi yang melanda Mataram sepekan terakhir membuat khawatir nelayan di Kampung Bugis Ampenan. Ratusan nelayan yang biasa melaut terpaksa harus menyandarkan perahu mereka hingga bibir jalan untuk menghindari hantaman ombak. Puluhan perahu lainnya terpaksa dibiarkan mengapung untuk menghindari benturan yang mengakibatkan perahu rusak.
Terhitung sudah hampir tiga bulan lebih para nelayan Kampung Bugis Ampenan tidak melaut. Meski begitu, di antara mereka terpaksa mecari-cari waktu yang tepat untuk dapat mengais rezeki meskipun gelombang tinggi menjadi ancaman.
Rahman, seorang nelayan Kampung Bugis mengaku terpaksa menganggur selama hampir tiga bulan. Dia terpaksa meminjam uang dari sanak keluarganya untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.
Saat ditemui di Pantai Ampenan, lelaki yang memiliki satu orang anak ini sedang membantu ayahnya menarik perahu. Dia sibuk membersihkan perahunya dari sisa-sisa sampah yang hanyut terbawa ombak. Menurutnya, cuaca buruk yang disertai gelombang setinggi 6 meter sempat menerjang kawasan itu beberapa hari lalu.
Dia khawatir kalau saja perahu yang selama ini membawanya untuk mencari nafkah rusak. "Terhitung sekitar tiga bulan saya menganggur karena cuaca buruk. Gelombang setinggi 6 meter bahkan nyaris merusak perahu ini," kata Rahman.
Rahman merupakan nelayan yang sudah 10 tahun menggeluti pekerjaannya mencari ikan. Pada situasi normal, Rahman mampu memperoleh uang hingga Rp 800 ribu dari hasil penjualan ikannya. Biasanya, dia memperoleh ikan hingga 400 ekor. Namun menyusul cuaca buruk yang berkepanjangan membuatnya terpaksa gigit jari.
Untuk menyiasati masalah ekonominya, Rahman terpaksa mencari waktu yang tepat untuk dapat melaut. Biasanya jika cuaca buruk sedikit mereda, Rahman langsung mengambil kesempatan melaut meskipun harus berjibaku dengan ombak yang keras.
Dibutuhkan tehnik yang tepat agar dapat menembus ombak yang sewaktu-waktu tinggi. "Saya memilih waktu sekitar pukul 03.00 dini hari untuk melaut. Itu terpaksa saya lakukan untuk mendapatkan rezeki,"ujarnya.
Rahman berharap cuaca buruk segera berlalu agar dia dapat beraktivitas. Terlebih dia membutuhkan dana untuk menghidupi istri dan anaknya. Sementara itu, sejumlah nelayan Tanjung Karang yang memaksa melaut harus menerima akibatnya. Perahu mereka banyak yang rusak.
Nelayan Tanjung Karang, Makmun, mengatakan, sejumlah nelayan memaksa melaut. Hasil tangkapan memang cukup banyak. Sayangnya, hembusan angin dan gelombang laut sangat keras.
"Ini perahu saya jadi korban, rusak beberapa bagian," katanya sembari menunjukkan bagian tengah perahu yang pecah.
Diakuinya, jumlah tangkapan memang banyak. Satu nelayan bisa mendapat ikan antara 100 hingga 150 ekor. Jumlah tersebut terbilang banyak dibanding hari biasa. "Satu ekor ikan dijual Rp 500," sambungnya. (cr-tan/feb)
Terhitung sudah hampir tiga bulan lebih para nelayan Kampung Bugis Ampenan tidak melaut. Meski begitu, di antara mereka terpaksa mecari-cari waktu yang tepat untuk dapat mengais rezeki meskipun gelombang tinggi menjadi ancaman.
Rahman, seorang nelayan Kampung Bugis mengaku terpaksa menganggur selama hampir tiga bulan. Dia terpaksa meminjam uang dari sanak keluarganya untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.
Saat ditemui di Pantai Ampenan, lelaki yang memiliki satu orang anak ini sedang membantu ayahnya menarik perahu. Dia sibuk membersihkan perahunya dari sisa-sisa sampah yang hanyut terbawa ombak. Menurutnya, cuaca buruk yang disertai gelombang setinggi 6 meter sempat menerjang kawasan itu beberapa hari lalu.
Dia khawatir kalau saja perahu yang selama ini membawanya untuk mencari nafkah rusak. "Terhitung sekitar tiga bulan saya menganggur karena cuaca buruk. Gelombang setinggi 6 meter bahkan nyaris merusak perahu ini," kata Rahman.
Rahman merupakan nelayan yang sudah 10 tahun menggeluti pekerjaannya mencari ikan. Pada situasi normal, Rahman mampu memperoleh uang hingga Rp 800 ribu dari hasil penjualan ikannya. Biasanya, dia memperoleh ikan hingga 400 ekor. Namun menyusul cuaca buruk yang berkepanjangan membuatnya terpaksa gigit jari.
Untuk menyiasati masalah ekonominya, Rahman terpaksa mencari waktu yang tepat untuk dapat melaut. Biasanya jika cuaca buruk sedikit mereda, Rahman langsung mengambil kesempatan melaut meskipun harus berjibaku dengan ombak yang keras.
Dibutuhkan tehnik yang tepat agar dapat menembus ombak yang sewaktu-waktu tinggi. "Saya memilih waktu sekitar pukul 03.00 dini hari untuk melaut. Itu terpaksa saya lakukan untuk mendapatkan rezeki,"ujarnya.
Rahman berharap cuaca buruk segera berlalu agar dia dapat beraktivitas. Terlebih dia membutuhkan dana untuk menghidupi istri dan anaknya. Sementara itu, sejumlah nelayan Tanjung Karang yang memaksa melaut harus menerima akibatnya. Perahu mereka banyak yang rusak.
Nelayan Tanjung Karang, Makmun, mengatakan, sejumlah nelayan memaksa melaut. Hasil tangkapan memang cukup banyak. Sayangnya, hembusan angin dan gelombang laut sangat keras.
"Ini perahu saya jadi korban, rusak beberapa bagian," katanya sembari menunjukkan bagian tengah perahu yang pecah.
Diakuinya, jumlah tangkapan memang banyak. Satu nelayan bisa mendapat ikan antara 100 hingga 150 ekor. Jumlah tersebut terbilang banyak dibanding hari biasa. "Satu ekor ikan dijual Rp 500," sambungnya. (cr-tan/feb)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 8 Nyawa Meregang Nyawa di Tanjakan Nyalindung
Redaktur : Tim Redaksi