jpnn.com, JAKARTA - Aliansi Nelayan Natuna (Anna) menyatakan tetap menolak rencana pemerintah untuk melegalkan penggunaan alat tangkap ikan cantrang di Wilayah Pengelolaan Ikan Negara RI (WPP NRI) 711.
Menurut dia, legalisasi cantrang bisa merusak perairan dan menimbulkan kerugian bagi warga setempat.
BACA JUGA: Susi Pudjiastuti Bersuara Lagi soal Eks Kapal Asing hingga Cantrang, Kalimatnya Dalam Banget
"Anna tetap menolak legalisasi cantrang dan berbagai jenis trawl/pukat ikan beserta hasil modifikasi dan perubahan namanya, di WPP711 terutama di Laut Natuna dan Laut Natuna Utar," ujar Ketua Anna, Hendri dalam diskusi virtual, Kamis (18/2).
Penolakan itu juga disampaikan dalam surat terbuka kepada Menteri Kelautan dan Perikanan.
BACA JUGA: Cantrang Diperbolehkan Lagi, Nelayan Malah Kecewa
Pelaksanaan legalisasi cantrang di WPP 711, sebagaimana Permen-KP Nomor 59 tahun 2020, dikhawatirkan dapat memunculkan berbagai konflik di perairan itu. Apalagi, rencananya kapal dari Pulau Jawa sengaja didatangkan ke Natuna menggunakan alat tangkap itu.
"Nelayan kecil dikorbankan karena hanya bisa melaut sampai 12 mil saja. 'Fishing Ground' tradisional nelayan Natuna selama ini akan dikuasai oleh kapal-kapal cantrang," kata dia.
BACA JUGA: Cantrang Tetap Digunakan, Kasihan Anak Cucu Kita
Selain itu, menurut dia, penggunaan cantrang dapat merusak perairan Natuna yang dominan terumbu karang.
"Potensi konflik sosial perebutan fishing ground pada jalur penangkapan sangat mungkin terjadi, karena alat tangkap nelayan Natuna, Anambas dan Kijang berupa pancing ulur, pancing tonda dan bubu laut dalam hanya epektif dioperasikan pada wilayah tersebut," kata dia.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan, Menteri Kelautan dan Perikanan seharusnya merevisi secara terbatas pelegalisasian cantrang dalam Permen 59/2020 dan menyelaraskannya dengan Permen 2/2015 dan Permen 71/2016 demi kepastian hukum dan kepastian usaha perikanan.
Dia mengatakan, Menteri Kelautan dan Perikanan diminta memperbarui status stok ikan dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan. Pemerintah juga diharapkan mengevaluasi pelaksanaan Rencana Pengelolaan Perikanan di WPP-NRI 711 dan 712 sebelum mengambil keputusan pengelolaan perikanan.
"Inilah langkah strategis yang perlu dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan ketimbang memaksakan kepentingan politik jangka pendek yang berisiko merusak keberlangsungan sumber daya ikan," kata dia.
Bahkan, menurut dia dalam jangka waktu panjang, kebijakan ini menghadirkan kemiskinan baru bagi masyarakat nelayan tradisional di WPP-NRI 711 dan 712.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia