Ketiga kapal tersebut kemudian digiring ke sebuah dermaga nelayan di kawasan Lingkas Ujung. “Polisi juga ikut bersama kami ke tempat kejadian perkara (TKP) di Tanjung Pasir. Jadi kami tidak melakukan tidakan sendiri karena kami sebagai nelayan kecil juga menghargai petugas, jadi kalau ada petugas kepolisian kita biarkan mereka yang memproses,” ungkap Rustam, ketua PNK Tarakan.
Kapal milik Malaysia itu teridentifikasi bernama KM Tarik Jaya, KM Senangin dan KM Bunga Aurel dan sudah di police line – oleh kepolisian. Juga turut diamankan 15 anak buah kapal (ABK) dan dokumen kapal yang dikeluarkan pemerintah Malaysia.
Rustam mengakui, satu diantara kapal tangkap berbendera Malaysia tersebut juga ada yang memiliki dokumen Tanda Pendaftaran Kapal Penangkap Ikan (TPKPI) yang dikeluaran oleh DKP Tarakan. “Tapi ada kapal yang betul-betul tidak punya dokumen Indonesia, tapi punya dokumen yang dikeluarkan pemerintah Malaysia. Ada pula yang yang punya dokumen Indonesia yang dikeluarkan DKP Kota Tarakan atas nama perusahaan SKA yang menaungi mereka, tapi ABK dan juragannya mengaku orang Malaysia,” bebernya kepada Radar Tarakan.
Lebih jauh Rustam meminta agar pemerintah konsisten dengan 4 poin permintaan mereka selama ini. 4 poin itu adalah, menolak dan melarang pemerintah menerbitkan izin kepada pengusaha dan perusahaan yang bekerjasama dengan tauke Malaysia dalam mengoperasikan kapal-kapal trawl Malaysia di perairan utara Kaltim, khususnya Tarakan. Lalu meminta kepada pemerintah agar melakukan pengawasan dan perlindungan nelayan kecil sebagai jaminan keamanan nelayan kecil dari tindakan illegal fishing dan tindakan kriminal di laut, khususnya Tarakan.
Kemudian meminta kepada pemerintah agar mencabut izin bagi kapal-kapal trawl yang berasal dari Malaysia yang beroperasi saat ini, yang dikalim pengusaha dan perusahaan sebagai miliknya dan terakhir meminta kepada pemerintah (khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan) agar proaktif turun ke tengah-tengah masyarakat nelayan untuk mendengar dan menampung aspirasi nelayan, demi kesejahteraan nelayan utara Kaltim, khususnya Tarakan.
“Kami selalu koordinasi dengan pemerintah melalui DPRD dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Tarakan mengenai tindak lanjut dari 4 tuntutan itu. Baik melalui SMS, telepon dan datang langsung ke kantor, tapi tidak ada tanggapan sama sekali, sementara kapal-kapal besar milik Malaysia itu terus beroperasi,” cetus Rustam.
Karena tak respon itulah yang membuat warga nelayan mengambil tindakan. Kata dia, kapal besar dengan kondisi fisik dan dilengkapi peralatan tangkap seperti 3 kapal trawl Malaysia itu, dianggap bisa mematikan nelayan kecil. “Nelayan kecil tak ada yang memiliki alat tangkap canggih. Apalagi nelayan kecil itu terkadang dipersulit izinnya, dengan alasan tidak memenuhi prosedur dan peraturan yang telah ditentukan. Jadi harapan kami, pemerintah mengajak para nelayan kecil untuk membicarakan masalah ini, jadi jelas apa maunya nelayan kecil dan apa maunya pemerintah itu bisa disatukan,” imbuhnya.
Rustam menegaskan, nelayan juga tidak akan berhenti dan akan terus melakukan penangkapan terhadap kapal asing yang beroperasi di perairan Indonesia khususnya perairan Tarakan. “Kalau masih ada yang kita dapat kapal asing yang beroperasi di luar, akan langsung kita tangkap, dan mungkin sanksinya lebih berat lagi. Bisa saja kita tidak tarik masuk seperti ini, tapi langsung kita bakar di luar apabila tidak ada tindakan konkret dari pemerintah,” tegasnya. (*/yan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tunjangan Sertifikasi Disunat, Ngadu ke Dewan
Redaktur : Tim Redaksi