SAMPIT – Cuaca ekstrem yang ditandai dengan hujan deras dan angin kencang beberapa hari terakhir, memicu gelombang tinggi. Namun, kondisi itu diabaikan oleh sebagian nelayan di Desa Ujung Pandaran Kecamatan Teluk Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Mereka nekat melaut dengan alasan karena tidak ingin melewatkan musim panen kepiting rajungan yang saat ini tiba.
Diakui, saat ini hasil tangkapan cukup banyak. Namun yang diincar para nelayan setempat bukanlah ikan, melainkan kepiting lantaran harganya saat ini cukup tinggi. Meski untuk mendapatkan itu, mereka harus bertarung melawan ganasnya gelombang.
Kepala Desa Ujung Pandaran, Satar S, mengatakan, sejak beberapa hari ini gelombang di wilayah pantai Ujung Pandaran cukup tinggi. Namun, katanya, ada sebagian nelayan yang tetap melaut. “Ada sebagian nelayan yang tetap memaksakan diri untuk melaut. Kami tidak bisa melarang karena itu salah satu harapan para nelayan bagaimana bisa mendapatkan penghasilan dari melaut,” ungkapnya.
Meskipun ada sebagian nelayan yang tetap nekad melaut walaupun gelombang tinggi, lanjutnya, Satar meyakinkan bahwa nelayan setempat sudah paham bagaimana menghadapi cuaca buruk di laut, khususnya saat gelombang tinggi. “Saya yakin, nelayan-nelayan yang tetap nekat melaut itu sudah memperhitungkan risikonya. Dan saya yakin juga mereka tidak akan tertelan gelombang karena sudah berpengalaman,” tegas Satar.
Harga kepiting rajungan yang diburu para nelayan, memang cukup tinggi, yakni Rp 14 ribu hingga Rp15 ribu per ekor. “Harga kepiting ranjungan laut itu lumayan besar untungnya. Per hari saja bisa meraup keuntungan antara Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu,” jelasnya.
Januari ini memang merupakan bulan musim panen kepiting ranjungan laut. Sehingga, berangkat melaut sudah menjadi kebiasaan para nelayan setempat walaupun gelombang tinggi. “Yang disebut gelombang tinggi itu apabila kita semakin arah ke laut. Apabila hanya berada di dekat-dekat pantai, gelombang tidak terlalu tinggi. Yang jelas, kita tetap doakan kepada nelayan yang melaut semoga selamat hingga kembali berkumpul bersama keluarga,” doanya.
Sementara itu, lanjut Satar, nelayan yang tidak berani melaut memilih menghabiskan waktu mereka dengan memperbaiki jala dan perahu supaya pada saat gelombang kembali normal mereka bisa melaut. “Bagi yang tidak melaut mereka memperbaiki jala dan perahu. Ada juga yang berkebun karena tidak semua nelayan di sini pekerjaan utamanya mencari ikan. Ada juga yang berkebun,” tutupnya.
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) stasiun Bandara Haji Asan Sampit memprediksikan beberapa hari ini hujan badai akan melanda Kabupaten Kotawaringin Timur dan sekitarnya. Masyarakat diminta tetap waspada terhadap cuaca ekstrem ini.
“Hujan badai telah terjadi, kami mempekirakan cuaca ekstrem ini akan terjadi sampai dengan bulan Februari 2013. Hujan lebat yang disertai angin kencang melanda sejumlah kawasan. Hari ini saja (kemarin), beberapa pohon di pinggir jalan sudah roboh bahkan plapon apron Bandara Haji Asan Sampit turut ambruk,” kata Kepala BMKG Sampit, Yulida Warni.
Yulida merincikan, kecepatan angin saat badai kemarin berkisar 48 sampai dengan 64 knot per jam. Angin kencang itu juga berpengaruh kepada ketinggian gelombang laut yang mencapai kisaran 4 hingga 7 meter. “Tinggi gelombang ini sangat berbahaya dilayari bagi kapal-kapal kapasitas kecil, terutama kapal nelayan,” terangnya.
Hujan badai dan angin kencang ini, menurut Yulida terjadi karena ada pergeseran iklim, di mana kecepatan angin bertiup kuat dari barat daya menuju barat laut. Pulau Kalimantan, termasuk Kabupaten Kotim sangat berpotensi kena imbas terutama kawasan yang lapang tidak ada pepohonan. Kondisi ini juga merupakan imbas dari badai angin kiriman dari Australia, Sampit berpotensi puting beliung.
“Kondisi seperti ini masyarakat tetap diminta waspada. Bila hujan badai terjadi, jangan berada di sekitar pohon yang sudah lapuk atau tiang karena rawan tumbang. Angin sangat kencang dapat menumbangkan pohon tua ataupun tiang, pengendara dan masyarakat tetap waspada,” imbau Kepala BMKG Sampit.
Menurutnya, wajar saja pihak otoritas Pelabuhan Sampit mengeluarkan larangan berlayar bagi kapal dengan kapasitas kecil, sangat berbahaya apabila tetap melakukan pelayaran karena ketinggian gelombang laut sedang tidak bersahabat. “Kondisi cuaca laut yang ekstrem, otoritas pelabuhan mengeluarkan larangan berlayar, otomatis distribusi kebutuhan pokok dari pulau Jawa yang akan masuk Kotim menjadi terganggu,” papar Yulida. (fin)
Diakui, saat ini hasil tangkapan cukup banyak. Namun yang diincar para nelayan setempat bukanlah ikan, melainkan kepiting lantaran harganya saat ini cukup tinggi. Meski untuk mendapatkan itu, mereka harus bertarung melawan ganasnya gelombang.
Kepala Desa Ujung Pandaran, Satar S, mengatakan, sejak beberapa hari ini gelombang di wilayah pantai Ujung Pandaran cukup tinggi. Namun, katanya, ada sebagian nelayan yang tetap melaut. “Ada sebagian nelayan yang tetap memaksakan diri untuk melaut. Kami tidak bisa melarang karena itu salah satu harapan para nelayan bagaimana bisa mendapatkan penghasilan dari melaut,” ungkapnya.
Meskipun ada sebagian nelayan yang tetap nekad melaut walaupun gelombang tinggi, lanjutnya, Satar meyakinkan bahwa nelayan setempat sudah paham bagaimana menghadapi cuaca buruk di laut, khususnya saat gelombang tinggi. “Saya yakin, nelayan-nelayan yang tetap nekat melaut itu sudah memperhitungkan risikonya. Dan saya yakin juga mereka tidak akan tertelan gelombang karena sudah berpengalaman,” tegas Satar.
Harga kepiting rajungan yang diburu para nelayan, memang cukup tinggi, yakni Rp 14 ribu hingga Rp15 ribu per ekor. “Harga kepiting ranjungan laut itu lumayan besar untungnya. Per hari saja bisa meraup keuntungan antara Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu,” jelasnya.
Januari ini memang merupakan bulan musim panen kepiting ranjungan laut. Sehingga, berangkat melaut sudah menjadi kebiasaan para nelayan setempat walaupun gelombang tinggi. “Yang disebut gelombang tinggi itu apabila kita semakin arah ke laut. Apabila hanya berada di dekat-dekat pantai, gelombang tidak terlalu tinggi. Yang jelas, kita tetap doakan kepada nelayan yang melaut semoga selamat hingga kembali berkumpul bersama keluarga,” doanya.
Sementara itu, lanjut Satar, nelayan yang tidak berani melaut memilih menghabiskan waktu mereka dengan memperbaiki jala dan perahu supaya pada saat gelombang kembali normal mereka bisa melaut. “Bagi yang tidak melaut mereka memperbaiki jala dan perahu. Ada juga yang berkebun karena tidak semua nelayan di sini pekerjaan utamanya mencari ikan. Ada juga yang berkebun,” tutupnya.
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) stasiun Bandara Haji Asan Sampit memprediksikan beberapa hari ini hujan badai akan melanda Kabupaten Kotawaringin Timur dan sekitarnya. Masyarakat diminta tetap waspada terhadap cuaca ekstrem ini.
“Hujan badai telah terjadi, kami mempekirakan cuaca ekstrem ini akan terjadi sampai dengan bulan Februari 2013. Hujan lebat yang disertai angin kencang melanda sejumlah kawasan. Hari ini saja (kemarin), beberapa pohon di pinggir jalan sudah roboh bahkan plapon apron Bandara Haji Asan Sampit turut ambruk,” kata Kepala BMKG Sampit, Yulida Warni.
Yulida merincikan, kecepatan angin saat badai kemarin berkisar 48 sampai dengan 64 knot per jam. Angin kencang itu juga berpengaruh kepada ketinggian gelombang laut yang mencapai kisaran 4 hingga 7 meter. “Tinggi gelombang ini sangat berbahaya dilayari bagi kapal-kapal kapasitas kecil, terutama kapal nelayan,” terangnya.
Hujan badai dan angin kencang ini, menurut Yulida terjadi karena ada pergeseran iklim, di mana kecepatan angin bertiup kuat dari barat daya menuju barat laut. Pulau Kalimantan, termasuk Kabupaten Kotim sangat berpotensi kena imbas terutama kawasan yang lapang tidak ada pepohonan. Kondisi ini juga merupakan imbas dari badai angin kiriman dari Australia, Sampit berpotensi puting beliung.
“Kondisi seperti ini masyarakat tetap diminta waspada. Bila hujan badai terjadi, jangan berada di sekitar pohon yang sudah lapuk atau tiang karena rawan tumbang. Angin sangat kencang dapat menumbangkan pohon tua ataupun tiang, pengendara dan masyarakat tetap waspada,” imbau Kepala BMKG Sampit.
Menurutnya, wajar saja pihak otoritas Pelabuhan Sampit mengeluarkan larangan berlayar bagi kapal dengan kapasitas kecil, sangat berbahaya apabila tetap melakukan pelayaran karena ketinggian gelombang laut sedang tidak bersahabat. “Kondisi cuaca laut yang ekstrem, otoritas pelabuhan mengeluarkan larangan berlayar, otomatis distribusi kebutuhan pokok dari pulau Jawa yang akan masuk Kotim menjadi terganggu,” papar Yulida. (fin)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ratusan Buruh Keracunan
Redaktur : Tim Redaksi