Netty DPR Nilai Penerapan New Normal Tidak Masuk Akal, Begini Alasannya

Jumat, 29 Mei 2020 – 10:22 WIB
anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani. Foto: Foto: DPR.go.id

jpnn.com, JAKARTA - Rencana pemerintah menerapkan kebijakan new normal saat jumlah kasus Covid-19 yang masih tinggi menuai kritik sejumlah kalangan. Kritik tersebut antara lain disampaikan anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani.

Menurut Netty, kebijakan new normal sangat terburu-buru dan  mengkhawatirkan apabila akan diterapkan.

BACA JUGA: Sikap Tegas Ibnu Sina Terkait Rencana Penerapan New Normal di Kota Berjuluk Seribu Sungai

Berdasarkan data, per Selasa (26 Mei 2020), terdapat 415 kasus baru positif corona, dengan jumlah keseluruhan 23.165 pasien positif Corona tersebar di berbagai daerah  di Indonesia.

Netty dalam keterangan persnya, Kamis (28/5) mengatakan kebijakan new normal yang disampaikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) perlu dilihat secara menyeluruh dan lebih teliti oleh pemerintah. Pasalnya, WHO menekankan bahwa kebijakan new normal berlaku untuk negara yang berhasil melawan Covid-19.

BACA JUGA: Begini Tanggapan Wakil Ketua MPR Tentang New Normal Covid-19 di Indonesia

“Kebijakan new normal sebagaimana yang disampaikan WHO jangan ditangkap secara separuh-separuh oleh Pemerintah, karena WHO juga memberikan penekanan bahwa new normal itu hanya berlaku bagi negara yang sudah berhasil melawan Covid-19, seperti China, Vietnam, Jerman, Taiwan, dan negara lainnya. Sementara kita masih jauh dari kata berhasil, kenapa justru mau segera menerapkan new normal?" ungkapnya.

Politikus PKS itu menilai penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintah sejuh ini masih berantakan, baik dari segi pencegahan maupun pengendalian. Dengan adanya new normal menurut Netty hanya akan memicu meningkatnya kasus Covid-19.

BACA JUGA: Sentil Jokowi Soal New Normal, Pernyataan Politikus Demokrat Ini Sungguh Menohok

Netty menilai penanganan yang dilakukan pemerintah selama ini terlihat tidak maksimal dan berantakan, yang membuat rakyat bingung dengan cara pemerintah mengelola pemerintahan. Misalnya kemampuan tes Corona kita yang rendah, kita juga belum melewati titik puncak pandemi Covid-19, tetapi pemerintah mau melakukan new normal.

“Kan ini tidak masuk akal, yang ada justru akan memicu gelombang kedua Covid-19 alias membuat kasus positif virus Corona melonjak," katanya.

Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (26/5) meninjau kesiapan sarana transportasi umum di Stasiun MRT Bundaran HI dalam rangka persipanan menerapkan new normal.

Netty menilai rencana pemerintah tersebut belum cukup karena masih banyak sektor lainnya yang perlu dipantau.

"Apa pemerintah bisa memastikan bahwa berbagai tempat publik seperti sekolah, perkantoran, pelabuhan, bandara, tempat ibadah dan lain-lain sudah bisa menerapkan protokol pencegahan Covid-19 secara ketat? Kalau tidak ada jaminan, jangan buru-buru menerapkan new normal," tegasnya.

Terkait panduan kerja new normal yang dikeluarkan Kemenkes, Netty menyebut bahwa panduan itu hanya mengurangi risiko terpapar tetapi tidak dapat menjamin tidak adanya penularan, karena ada orang tanpa gejala (OTG) yang bisa menularkan virus di mana-mana.

“Kemudian terkait aturan shift 3 adalah pekerja di bawah usia 50 tahun, ini juga tidak tepat. Berdasarkan data dari Gugus Tugas, pasien positif Covid-19 di bawah usia 50 tahun itu mencapai 47 persen, jadi di mana letak amannya?," tanya Netty.

Pada bagian akhir, Netty menekankan, Kemenkes harus memastikan adanya perubahan dalam semua pelayanan kesehatan dan bukan hanya untuk kasus Covid-19 saja.

"Karena ini sangat penting, mengingat selain Covid-19 juga masih banyak penyakit-penyakit lainnya yang menghantui kita seperti TBC dan DBD. Di daerah-daerah terpencil juga masih banyak yang kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal, ini harus menjadi catatan pemerintah," tegas Netty.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler