JAKARTA - Ketentuan di Peraturan KPU yang mewajibkan partai politik peserta Pemilu 2014 harus memenuhi syarat keterwakilan minimal 30 persen perempuan dalam setiap daerah pemilihan (dapil), seperti buah simalakama.
Menurut Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, di satu sisi kewajiban tersebut penting dalam rangka mendesak partai politik lebih peduli pada keterwakilan perempuan di dunia politik.
“Sementara di sisi lain, sanksi yang diberikan juga mengundang aspek kengerian yang mendalam. Yakni hilangnya hak seluruh caleg di dapil bersangkutan karena alasan tak terpenuhinya poin keterwakilan perempuan,” kata Ray di Jakarta, Selasa (11/6).
Menyikapi keputusan KPU yang memberi sanksi empat parpol tidak memiliki caleg di sejumlah dapil, Ray menilai parpol-parpol dapat menempuh upaya hukum.
Bukan saja untuk meloloskan caleg yang terkait, tetapi sebagai bagian dari upaya menyelamatkan caleg-caleg lain di dapil yang bersangkutan.
“Memang miris mendengar jika caleg terpaksa menerima kenyataan tak lolos hanya karena misalnya selembar ijazah yang tidak dilegalisir, atau selembar fotocopy yang tenggat waktunya telah berlalu dari caleg lain. Sanksi pemilu terasa sangat berat karena tak sebanding dengan pelanggaran yang dilakukan,” katanya.
Meski begitu langkah ke Bawaslu menurut Ray, tetap akan kurang efektif. Selain model penyelesaian sengketa di Bawaslu yang tidak tersusun dengan rapi, sistemik dan baku, juga hasil akhirnya tidak diakui oleh KPU.
Kondisi ini sebagaimana yang pernah terjadi dalam beberapa kasus yang sebelumnya, dimana KPU menolak menjalankan keputusan Bawaslu.
“Nah dalam hal ini memang aneh juga melihat Bawaslu yang sepertinya hanya menunggu bola. Tak ada opini dari mereka tentang kinerja KPU, terkait dengan verifikasi ini. Jika sejak awal Bawaslu melakukan pengawasan secara aktif dan memberi saran yang dianggap penting, maka memang tidak perlu ada kasus yang dibawa ke meja sengketa Bawaslu. Model kinerja Bawaslu seperti ini tak memberi sumbangan signifikan bagi penegakan pelaksanaan pemilu yang jujur, adil, partisipatif dan terbuka,” katanya.(gir/jpnn)
Menurut Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, di satu sisi kewajiban tersebut penting dalam rangka mendesak partai politik lebih peduli pada keterwakilan perempuan di dunia politik.
“Sementara di sisi lain, sanksi yang diberikan juga mengundang aspek kengerian yang mendalam. Yakni hilangnya hak seluruh caleg di dapil bersangkutan karena alasan tak terpenuhinya poin keterwakilan perempuan,” kata Ray di Jakarta, Selasa (11/6).
Menyikapi keputusan KPU yang memberi sanksi empat parpol tidak memiliki caleg di sejumlah dapil, Ray menilai parpol-parpol dapat menempuh upaya hukum.
Bukan saja untuk meloloskan caleg yang terkait, tetapi sebagai bagian dari upaya menyelamatkan caleg-caleg lain di dapil yang bersangkutan.
“Memang miris mendengar jika caleg terpaksa menerima kenyataan tak lolos hanya karena misalnya selembar ijazah yang tidak dilegalisir, atau selembar fotocopy yang tenggat waktunya telah berlalu dari caleg lain. Sanksi pemilu terasa sangat berat karena tak sebanding dengan pelanggaran yang dilakukan,” katanya.
Meski begitu langkah ke Bawaslu menurut Ray, tetap akan kurang efektif. Selain model penyelesaian sengketa di Bawaslu yang tidak tersusun dengan rapi, sistemik dan baku, juga hasil akhirnya tidak diakui oleh KPU.
Kondisi ini sebagaimana yang pernah terjadi dalam beberapa kasus yang sebelumnya, dimana KPU menolak menjalankan keputusan Bawaslu.
“Nah dalam hal ini memang aneh juga melihat Bawaslu yang sepertinya hanya menunggu bola. Tak ada opini dari mereka tentang kinerja KPU, terkait dengan verifikasi ini. Jika sejak awal Bawaslu melakukan pengawasan secara aktif dan memberi saran yang dianggap penting, maka memang tidak perlu ada kasus yang dibawa ke meja sengketa Bawaslu. Model kinerja Bawaslu seperti ini tak memberi sumbangan signifikan bagi penegakan pelaksanaan pemilu yang jujur, adil, partisipatif dan terbuka,” katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPU Putuskan Empat Parpol Tanpa Caleg di Sejumlah Dapil
Redaktur : Tim Redaksi