jpnn.com - JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan Adian Napitupulu mengatakan, pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012 lalu menjadi bukti bahwa hasil survei lembaga tidak dapat menjadi pegangan keunggulan seseorang.
Pasalnya, fakta di lapangan dapat berbanding terbalik dengan prediksi berdasarkan hasil survei. Buktinya, Jokowi-Ahok yang tak diunggulkan akhirnya menang pada putara pertama.
BACA JUGA: Adian Napitupulu Ungkit Pilgub 2012, Saat Itu Ahok...
Alhasil, memasuki putaran kedua, lembaga-lembaga survei tidak lagi berani memublikasikan hasil penelitiannya. Dengan alasan, Pilkada Jakarta sangat dinamis. Karena itu, survei pun tidak serta merta bisa menjadi rujukan.
"Pilkada DKI sulit diprediksi karena beberapa hal. Antara lain, akses informasi di Jakarta sangat cepat dan tanpa batas. Hasil survei memperlihatkan 60 persen atau sekitar 6,5 juta dari sebelas juta penduduk DKI adalah pengguna internet aktif (sosial media, media on line dll) dengan durasi rata rata dua jam per orang per hari," ujar Adian, Jumat (22/7).
BACA JUGA: Masinton: Sudah Ada di Dompet Bu Mega
Menurut Adian, hasil pilkada DKI juga sulit diprediksi juga karena pengelompokan politik dan ekonomi sangat beragam dan penduduk Jakarta sangat majemuk.
Selain itu juga karena APBD DKI yang mencapai Rp 63 triliun per tahun dan perputaran uang sebesar Rp 2.000 triliun per tahun. Jumlah itu 70 persen dari total perputaran uang di Indonesia.
BACA JUGA: PDIP Punya Enam Cagub DKI, tapi Tetap Tergantung Megawati
Kondisi tersebut membuat Gubernur Jakarta menjadi sangat penting untuk diperebutkan oleh semua kekuatan politik dan ekonomi.
"Jadi kalau saat ini meyakini kemenangan Ahok hanya dari survei tujuh bulan sebelum Pilkada, menurut saya keyakinan yang sangat prematur. Begitu juga klaim satu juta KTP tidak bisa menjadi tolak ukur Ahok pasti menang. Terlebih lagi karena hari ini belum ada lawan Ahok yang sudah resmi mendaftar," ujar Adian. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Demi Tiket PPP, Lulung Sowan Kanan-Kiri
Redaktur : Tim Redaksi