jpnn.com, JAKARTA - Hasil survei Cyrus Network menunjukkan elektabilitas pasangan cagub-cawagub Jabar, TB Hasanuddin dan Anton Charliyan, menempati posisi terbawah.
Elektabilitas pasangan yang diusung oleh PDIP itu hanya mencapai 2,5 persen
BACA JUGA: Relawan Hasanah Jaring Simpati Lewat Aksi Bedah Rumah
Lembaga Survei Cyrus Network merilis hasil surveinya tersebut di Jalan Warung Buncit Raya, Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (5/2).
Managing Director Cyrus Network, Eko Dafid Afianto mengatakan, survei dilakukan Cyrus Network selama 16-22 Januari 2018, terhadap 1.000 responden di Jawa Barat.
BACA JUGA: Survei Cyrus: Pilkada Jabar Duel RK Versus Demiz
Dari hasil survei menunjukkan Ridwan-Uu mendapatkan 45,9 persen suara dan Deddy-Dedi mendapatkan angka elektablitas 40,9 persen suara.
Sementara itu, Sudrajat-Syaikhu dan TB Hasanudin-Anton sebesar 5 persen.
BACA JUGA: Rekan Ajak Mahasiswa Jabar Zaman Now Dukung Kang Hasan
”Survei ini dilakukan 16-22 Januari 2018 dengan mengambil sampel 1.000 responden dengan teknik pengambilan sampel Multistage Random Sampling. Tingkat keyakinan survei ini adalah 95 persen dengan margin of error 3,1 persen,” ujarnya kepada wartawan, Senin (5/2).
Dari empat calon yang mendaftar di KPU Jawa Barat, sambung Eko, pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum dan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi bersaing sangat ketat untuk mendapatkan dukungan tertinggi. Selisih dukungan elektoral kedua pasangan ini hanya terpaut sekitar lima persen saja.
Eko menjelaskan, hasil temuan survei memperlihatkan bahwa Uu Ruzhanul Ulum belum memberi nilai tambah elektoral yang signifikan terhadap Ridwan Kamil.
Sebab dalam berbagai survei selama ini angka elektabilitas Ridwan Kamil sendiri sudah di atas 40 persen.
Sedangkan pasangan Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi dinilai mampu saling memberi nilai tambah yang signifikan sehingga ketika keduanya berpasangan mereka mampu mengejar elektabilitas Ridwan Kamil.
Sementara, lanjutnya, dua pasangan lainnya yakni, Sudrajat-Syaikhu dan TB Hasanudin-Anton meski dalam survei memiliki elektabilitas lebih rendah tetapi kedua pasangan ini dapat menggebrak jika mesin partai pengusung mereka yakni, Gerindra dan PDIP bergerak.
”Pasangan TB Hasanuddin-Anton Charliyan dianggap paling terendah elektabilitasnya,” kata Eko.
Eko memperkirakan Sudrajat-Syaikhu dan TB Hasanudin-Anton berpeluang mencapai angka elektabilitas dua digit meskipun akan sangat sulit melampaui dua pasangan teratas.
”Karena total suara hanya 100 persen maka penambahan angka kedua pasangan terbawah ini hanya akan 'menggerogoti' suara pasangan Ridwan-Uu dan Deddy-Dedi,” ujar Eko.
Eko mengingatkan, pasangan Ridwan-Uu serta Deddy-Dedi memiliki tantangan untuk menjaga perolehan suaranya agar tidak diambil alih pasangan Sudrajat-Syaikhu dan TB Hasanudin-Anton.
Baik Ridwan-Uu maupun Deddy-Dedi sejauh ini tampak saling berbagi basis wilayah di empat wilayah pembangunan dan wilayah kultural di Jawa Barat.
Eko dalam kesempatan itu membeberkan, Ridwan-Uu unggul tipis 48 persen berbanding 43 persen di Wilayah Pembangunan I yang meliputi Bogor Raya, Sukabumi, Cianjur dan Depok.
Ridwan-Uu juga unggul secara telak (61 persen berbanding 27 persen) di Wilayah Pembangunan IV yang meliputi Bandung Raya, Tasik, Garut, Ciamis dan Pangandaran.
Sementara, lanjutnya, itu Deddy-Dedi unggul jauh di Wilayah Pembangunan II yang meliputi Bekasi Raya, Purwakarta, Karawang, dan Subang (57 persen berbanding 25 persen).
Deddy-Dedi juga unggul cukup telak di Wilayah Pembangunan III yang meliputi Cirebon Raya, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan 44 persen berbanding 37 persen.
Lebih jauh jika dilihat dari latar belakang pemilih, basis pemilih Ridwan-Uu tercatat muncul dari kalangan wiraswasta, karyawan swasta, dan pemilih dengan pendidikan SMA ke atas, serta terkoneksi dengan media sosial.
Di lain pihak, masih menurut Eko, basis keunggulan Deddy-Dedi adalah di kalangan ibu rumah tangga, petani, pemilih dengan pendidikan SMP ke bawah, dan mayoritas belum terkoneksi dengan media sosial.
Jika dilihat secara fakta, pengguna media sosial di Jawa Barat, tercatat naik hingga 1,5 kali lipat dalam dua tahun terakhir, dari 25 pesen pengguna di November 2015, menjadi 41 persen di Januari 2018.
”Hal ini tentu perlu menjadi perhatian bagi dua pasang calon yang bersaing sengit secara demografis pemilih. Basis keunggulan ini bisa dimaksimalkan dengan 'perang darat', kampanye langsung ke masyarakat, tanpa melupakan faktor media sosial yang juga jadi sangat penting pada Pilkada kali ini,” kata Eko.
Di lokasi yang sama, Direktur Eksekutif CSIS, Philips J Vermonte yang hadir sebagai penanggap mengatakan, PDIP mempunyai tugas yang sangat berat di Pilgub Jawa Barat.
Sebab, pasangan yang diusung PDIP, TB Hasanuddin-Anton Charliyan, hanya memperoleh suara 2,5 persen dalam survei Cyrus.
”Calon yang diusung PDIP suaranya kecil sekali, ini menunjukkan ironi besar dari parpol terbesar di Jawa Barat. PDIP dan Gerindra, menurut saya, mulai agak keteteran dibanding partai lain, jika dilihat berdasarkan survei ini PR berat sekali,” kata Philips kepada wartawan, Senin (5/2).
Menurut Philips, di Pilgub Jabar 2018, PDIP cenderung mempunyai tekanan psikologis karena sebelumnya partai berlambang banteng moncong putih itu juga kalah di DKI Jakarta dan Banten.
”Kelihatan tekanan psikologis lebih banyak dari PDIP karena waktu 2014 dulu tren untuk PDIP sangat positif, padahal dulu di luar pemerintahan menjadi oposisi selama 10 tahun, waktu itu PDIP pada Pilkada 2012 dan 2013 sangat positif, mulai dari Jokowi menang jalan ke Jabar selama proses pilkada menjadi underdog, tetapi jelang pemilihan malah juara kedua,” tutur dia.
Sementara itu, pasangan Sudrajat dan Ahmad Syaikhu, yang diusung Partai Gerindra, juga memperoleh hasil suara yang cukup rendah di survei, yaitu 5 persen. Partai Gerindra dan PDIP dinilai tidak solid dan belum siap di Pilgub Jabar 2018.
”Solidaritas partai pendukung Pak Sudrajat dan Hasanudin tak solid juga, menurut saya, pekerjaan besar yang diakibatkan karena kedua partai ini kelihatan tidak siap dalam menyiapkan calonnya untuk Jawa Barat. Padahal ini sangat penting,” jelas Philips.
Kendati demikian, Philips mengingatkan kemungkinan perolehan suara masih dapat berubah.
”Tingkat pemilih juga masih lemah dan masih bisa berubah. Pemilih Jawa Barat adalah pemilih yang gampang pindah ke lain hati, karakter pemilih PDIP sangat bergantung pada persuasi dari partai,” imbuh dia. (aen)
BACA ARTIKEL LAINNYA... TB Hasanuddin Tegaskan Tak Terkait Patgulipat Proyek Bakamla
Redaktur & Reporter : Soetomo