jpnn.com, JAKARTA - Penggunaan dana hibah dan bantuan sosial (bansos) menjadi sorotan jelang pelaksanaan pilkada serentak 2018 mendatang.
Sebab, anggaran tersebut paling rawan dipolitisasi karena peruntukannya statis. Khususnya oleh calon kepala daerah yang berstatus petahana.
BACA JUGA: Gerindra tak Lakukan Penjaringan, Tunggu Suara Masyarakat
Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA) Jajang Nurjaman mengatakan, berdasar kajiannya, jumlah dana hibah-bansos yang tersebar di 17 provinsi pelaksana pilkada 2018 cukup besar. Yakni, mencapai Rp 39,7 triliun.
Dari 17 provinsi tersebut, Jawa Barat berada di posisi puncak dengan anggaran lebih dari Rp 10 triliun.
BACA JUGA: Ulama Jawa Barat Sambangi Kantor DPP Partai Golkar, Nih Permintaannya
Sementara itu, 16 provinsi lain mendapat alokasi di bawah Rp 10 triliun. Kisarannya Rp 800 juta hingga Rp 7 triliun.
”Kalau tidak ada pengawasan, dana hibah dan bansos sangat rawan disalahgunakan untuk kemenangan para calon gubernur,” ujar Jajang kepada wartawan kemarin (14/8).
BACA JUGA: Ketua PKS di Tegal Mau Jadi Calon Wakil Wali Kota dari Golkar
Karena itu, lanjut Jajang, pihaknya mendorong pemerintah pusat dan para penegak hukum, seperti KPK, kejaksaan, dan kepolisian, untuk meningkatkan pengawasan penggunaan dana bansos.
Sebab, sudah banyak contoh kasus dana hibah dan bansos yang disalahgunakan untuk kepentingan politik.
Contohnya, dalam Pilkada Sumatera Selatan 2013. Kala itu, dana hibah dan bansos di provinsi tersebut digunakan untuk kepentingan pilkada. Akibatnya, kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 21 miliar.
Saat dikonfirmasi, Plt Sekjen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Hadi Prabowo mengatakan, pengawasan terhadap dana hibah dan bansos sudah cukup ketat. Terkait dana bansos, misalnya, untuk bisa diberikan tahun ini, harus dirancang sejak tahun sebelumnya.
Dengan mekanisme semacam itu, peruntukan dan pencairannya tidak bisa tiba-tiba atau menyesuaikan kepentingan politik.
Kalaupun ada usulan dana bansos diberikan kepada kelompok tertentu yang sifatnya mendadak, itu memang bisa dilakukan melalui APBD perubahan. Namun, proses evaluasinya tidaklah mudah.
”Kemendagri telah membuat filternya,” kata Hadi setelah memimpin serah terima jabatan kepala pusat penerangan di Kantor Kemendagri, Jakarta.
Untuk dana hibah, lanjut dia, ada ketentuan yang mewajibkan pemberiannya tidak kepada satu kelompok secara berkali-kali.
Di sisi lain, ada asas yang mewajibkan aspek kemanfaatan dan output yang terukur. ’’Lalu, tingkat pertanggungjawaban harus jelas,” imbuhnya.
Meski demikian, pihaknya tetap melakukan pengawasan. Hadi juga meminta pemerintah daerah bisa memublikasikan peruntukan dana bansos dan hibahnya. Dengan demikian, masyarakat bisa terlibat aktif dalam melakukan pengawasan. (far/c7/fat)
Dana Hibah dan Bansos 17 Provinsi:
1. Jawa Barat Rp 10.420.638.276.892
2. Jawa Timur Rp 6.440.091.440.000
3. Jawa Tengah Rp 5.192.090.652.000
4. Sumatera Utara Rp 3.658.144.919.358
5. Sulawesi Selatan Rp 1.898.713.207.000
6. Sumatera Selatan Rp 1.652.894.054.000
7. Lampung Rp 1.513.323.000.000
8. Nusa Tenggara Timur Rp 1.371.570.750.000
9. Papua Rp 1.180.654.537.924
10. Bali Rp 1.085.907.800.000
11. Riau Rp 1.025.273.599.500
12. Nusa Tenggara Barat Rp 998.352.318.500
13. Kalimantan Timur Rp 872.168.700.000
14. Kalimantan Barat Rp 855.712.300.000
15. Sulawesi Tenggara Rp 707.025.070.000
16. Maluku Rp 508.178.001.020
17. Maluku Utara Rp 340.551.600.000
Total anggaran dana hibah dan bansos 17 provinsi Rp 39.721.290.226.194
Sumber: Center for Budget Analysis (CBA)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Insyaallah, Ini Koalisi Permanen
Redaktur & Reporter : Soetomo