TARAKAN - Bulan lalu, pemerintah telah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2014 tentang Biaya Nikah dan Rujuk.
Peraturan pemerintah tersebut merupakan hasil revisi atau perubahan dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2004 tentang Jenis Tarif Pendapatan Negara Bukan Pajar (PNPB) di lingkup Kementerian Agama.
“Peraturan pemerintah tersebut mengatur tentang urusan biaya pernikahan,” kata Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Tarakan, Imam Mohtar, belum lama ini.
BACA JUGA: Dampak Pengibaran Bendera ISIS, Pintu Masuk Jambi Diperketat
Imam mengakui, pihaknya sudah sangat siap mengimplementasikan isi dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2014.
Salah satunya adalah dengan bentuk menyosialisasikan kebijakan perubahan biaya nikah yang berkaitan dengan sejumlah syarat dan ketentuan. Indikatornya adalah waktu dan tempat.
“Kami sudah sosialisasikan surat edarannya ke KUA (Kantor Urusan Agama), tembusannya ke camat, ke kelurahan dan mungkin juga diumumkan di masjid-masjid,” ujarnya.
BACA JUGA: PLN Ngemis Listrik di Sumut
Adapun surat edaran dimaksud yakni, Surat Edaran Nomor Kd.16.114/PW.00/2014 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014.
Lebih lanjut, bagi pasangan calon pengantin yang ingin melangsungkan pernikahan di kantor urusan agama selama hari dan jam kerja normal, maka akan dibebaskan dari biaya nikah.
BACA JUGA: Korsleting, Pabrik Terbakar
Sedangan jika menikah tidak di kantor urusan agama dan atau di luar jam kerja, diharuskan membayar tarif dengan besaran sesuai yang ditetapkan.
Yang dimaksud hari kerja normal adalah mulai hari Senin sampai Jumat, sedangkan jam kerja normal adalah dari pukul 07.30 hingga 16.00 Wita. Artinya, sesuai dengan peraturan waktu kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Biayanya adalah Rp 600 ribu, itu kalau di luar KUA dan di luar jam kerja. Tapi kalau nikahnya di kantor, Rp 0 alias gratis,” tuturnya.
Biaya Rp 600 ribu tersebut, kata Imam, terdiri dari biaya transportasi dan biaya profesi yang disetorkan ke bank yang memang telah ditunjuk oleh pihak kementerian agama, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Alasannya, bank ini tersebar di seluruh Indonesia.
Biaya nikah ini pun nantinya akan masuk ke kas Negara. “Sistemnya sekarang calon pengantin menyetor sendiri. Jadi nanti bayarnya ke bank, buktinya dikirim kembali ke KUA,” ujar Imam.
Di lain hal, untuk saat ini Kantor Kementerian Agama Kota Tarakan memiliki 4 orang penghulu berstatus pegawai negeri sipil dan 1 orang Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (P3N) berstatus non-pegawai negeri sipil di setiap kelurahan, atau total pegawai dengan fungsi sejenis sebanyak 20 orang.
Imam pun menjelaskan tentang tugas penghulu dan P3N yang selama ini menurutnya terjadi salah arti di masyarakat.
“Ini harus diingat, menikahkan itu bukan tugasnya penghulu, bukan tugasnya KUA. Tugas KUA itu mencatat, menghadiri dan menyaksikan jalannya pernikahan. Nah, yang menikahkan itu wali nikah, atau orang tua, atau orang yang memang ditunjuk,” ucapnya.
“Soal baca doa, juga bukan tugas KUA,” sambung Imam menuntaskan. (izo/ndy)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Salon dan Panti Pijat Esek-Esek Makin Marak di Berau
Redaktur : Tim Redaksi