Respons Romo Benny Tentang Kebijakan Diskriminatif di Dunia Pendidikan

Senin, 25 Januari 2021 – 15:45 WIB
Romo Benny Susetyo. Foto: tangkapan layar Instagram

jpnn.com, JAKARTA - Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo atau Romo Benny meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim melakukan pengawasan terhadap regulasi yang melarang pihak sekolah mengeluarkan kebijakan yang diskriminatif.

Pernyataan Romo Benny tersebut terkait dengan pihak SMKN 2 Padang yang mewajibkan anak didiknya yang nonmuslim mengenakan jilbab.

BACA JUGA: Pesan Romo Benny Kepada Komjen Listyo Calon Kapolri Pilihan Jokowi

“Yang paling penting di sini adalah pengawasan. Regulasi sebaik dan setegas apa pun apabila tanpa pengawasan akan percuma,” kata Benny, Senin (25/01/2021)

Menurutnya, pernyataan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim yang melarang tindakan diskriminatif di lingkungan sekolah, harus dibarengi dengan pengawasan rutin oleh dinas-dinas pendidikan.

BACA JUGA: Kasus Intoleransi di SMKN 2 Padang, Kemendikbud Keluarkan Pernyataan Tegas

Sanksi harus disertakan dalam proses pengawasan tersebut agar kejadian serupa tidak terulang.

“Tentu harus ada sanksinya karena ini bertentangan dengan undang-undang," kata dia.

BACA JUGA: SMKN 2 Padang Wajibkan Siswi Nonmuslim Berjilbab, KPAI: Itu Intoleran & Melanggar HAM

Romo Benny mengatakan apa yang terjadi di SMK Negeri 2 Padang bertentangan dengan peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 tahun 2014 tentang pakaian seragam sekolah bagi peserta didik.

Selain itu, menurut dia mengenakan jilbab merupakan bagian dari kesadaran yang tidak dapat dipaksakan.

“Karena keyakinan kan merupakan kebebasan seseorang untuk melakukan ekspresi keimanan seseorang. Jadi jelas bahwa ini juga bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945," katanya.

Pentingnya menjaga kemajemukan dan keragaman dalam dunia pendidikan dengan menanamkan nilai Bhinneka Tunggal Ika.

“Penting menjaga kemajemukan dengan menamakan nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika dengan menghormati perbedaan dan tidak pemaksaan terhadap siswa untuk mengenakan simbol agama,” tegas Benny.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim melarang sekolah membuat aturan yang bersifat diskriminatif.

Hal tersebut menyikapi polemik di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Padang, Sumatera Barat yang mewajibkan siswi nonmuslim mengenakan hijab.

“Sekolah tidak boleh sama sekali membuat peraturan atau imbauan kepada peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah. Apalagi jika tidak sesuai dengan agama atau kepercayaan peserta didik,” ujar Nadiem melalui akun Instagram resminya, Minggu (24/1/2021).

Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Polhukam (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa tidak boleh ada kewajiban anak nonmuslim menggunakan jilbab.

Hal itu dikatakan Mahfud dalam akun Twitter @Mohmahfudmd merespons kasus siswi SMKN 2 Padang nonmuslim yang dipaksa mengenakan jilbab.

“Akhir 1970-an sd 1980-an anak-anak sekolah dilarang pakai jilbab. Kita protes keras aturan tersebut ke Depdikbud. Setelah sekarang memakai jilbab dan busana muslim dibolehkan dan menjadi mode, tentu kita tak boleh membalik situasi dengan mewajibkan anak nonmuslim memakai jilbab di sekolah,” kata Mahfud dalam akun twitternya (24/1/2021).

Pada awal 90-an berdiri ICMI. Masjid dan majelis taklim tumbuh di berbagai kantor pemerintah dan kampus-kampus.

“Pada awal 1950-an Menag Wahid Hasyim (NU) dan Mendikjar Bahder Johan (Masyumi) membuat kebijakan: sekolah umum dan sekolah agama mempunyai "civil effect" yang sama. Hasilnya, sejak 1990-an kaum santri terdidik bergelombang masuk ke posisi-posisi penting di dunia politik dan pemerintahan," katanya.

Mahfud menambahkan kebijakan penyetaraan pendidikan agama dan pendidikan umum oleh dua menteri tersebut sekarang ini menunjukkan hasilnya.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler