jpnn.com - JAKARTA - Selain karena faktor pemilihan umum (pemilu), minimnya nilai pencatatan saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) terindikasi akibat belum maksimalnya edukasi dan sosialisasi dari regulator. Jelang berakhirnya semester pertama 2014, nilai IPO hanya Rp 3,3 triliun dari 12 emiten.
Dalam pipeline tercatat sudah ada 10 calon emiten yang akan melantai di bursa pada semester kedua. Salah satu yang cukup besar adalah RS Mitra Keluarga dengan nilai IPO sekitar Rp 3,3 triliun. Meski begitu, masih ada potensi kehadiran emiten besar lain yang ditunggu yaitu Blue Bird.
BACA JUGA: Indonesia ââ¬â Jepang Terapkan Pengawasan Lintas Negara
Dari para calon yang ada ditambah 12 emiten yang sudah listing pada semester pertama, nilai IPO sepanjang tahun ini diprediksi lebih rendah dibandingkan Rp 16,75 triliun sepanjang 2013.
BACA JUGA: Inalum Bangun PLTA Rp 8,6 Triliun
Padahal, jumlah emiten yang melakukan IPO sesuai target BEI sama seperti tahun lalu sebanyak 30 perusahaan.
Presiden Direktur PT Danareksa Sekuritas Marciano Herman menilai, tahun ini calon emiten yang memiliki valuasi besar memang minim. Salah satu penyebabnya adalah minimnya pengenalan pasar modal di Indonesia.
Melihat daftar perusahaan yang akan IPO, sebagian besar adalah perusahaan yang dimiliki atau terafiliasi dengan orang atau badan hukum yang memang sudah mengenal bursa.
PT Chitose International, contohnya. Perusahaan itu terafiliasi dengan Grup Trisula dan Medco Power yang juga terkait dengan Grup Saratoga. Tantangan regulator pasar modal terutama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama BEI adalah mengajak perusahaan-perusahaan besar yang belum familiar dengan pasar modal untuk go public.
"Stigma pasar saham yang masih dipandang negatif harus diubah. Jangan sampai nanti BEI hanya diisi emiten-emiten yang terafiliasi dengan beberapa kelompok bisnis. BEI harus bisa dinikmati semua pihak. Baik itu sebagai perusahaan yang mencari modal maupun masyarakat sebagai investor," ungkapnya akhir pekan lalu.
Meski begitu, Marciano mengakui bahwa tahun ini ada pemilu yang mengakibatkan banyak pihak menunda berbagai langkah strategis dan ekspansi bisnis. Namun pasca pemilu, terlebih jika presiden terpilih sesuai ekspektasi, market diyakini akan menanjak (bullish) karena ada optimisme baru.
Analis BNI Securities Thendra Crisnanda mengatakan, banyak pihak menilai pada beberapa bulan tahun ini bukan momen tepat untuk IPO. "Banyak momentum yang memicu bursa sepi. Seperti pilpres, Piala Dunia 2014, Ramadan, dan Lebaran," kata dia.
BACA JUGA: Dahlan Berharap Kemenhub Muluskan Pembangunan Rel Tanjung Priok
Menurut dia, waktu yang tepat untuk IPO adalah akhir kuartal IV 2014. Salah satunya karena banyak fund manager melakukan window dressing.
Andi Sidharta, direktur investment banking PT Bahana Securities mengatakan, pada semester II 2014 pihaknya telah mendapatkan mandat penjaminan emisi dengan nilai cukup tinggi lebih dari Rp 1 triliun. "Dasar valuasinya menggunakan buku laporan keuangan Juni 2014. Kalau market bagus, kami masuk kuartal ketiga 2014," akunya.
Saat ini Bahana masih menjadi penjamin emisi (underwriter) tunggal untuk aksi korporasi tersebut. Calon emiten yang masih enggan disebut namanya itu akan melepas saham hingga 30 persen.
"Emisinya di atas Rp 1 triliun. Dananya akan digunakan untuk akuisisi. Sektornya belum bisa kami beritahu," kelitnya. (gen/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Toyota Tambah Bengkel Resmi
Redaktur : Tim Redaksi