jpnn.com, JAKARTA - Nilai-nilai kepahlawanan Ratu Kalinyamat (RK) diharapkan mampu membangkitkan jiwa nasionalisme anak bangsa untuk menjawab tantangan hari dan masa depan.
"Ide menjadikan Ratu Kalinyamat sebagai Pahlawan Nasional bermula dari sebuah paradigma berpikir historis untuk menghargai, menghormati jasa dan perjuangan Ratu Jepara yang pemikirannya jauh mendahului zamannya," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat menjadi pembicara dalam acara Temu Pakar dengan tema Ratu Kalinyamat: Perempuan Perintis Antikolonialisme 1549 -1579 di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (11/9).
BACA JUGA: Ratu Kalinyamat Gagas Poros Maritim Abad XVI
Dalam Temu Pakar itu Dr. Sa'dullah Assa'idi (Rektor Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara) dan Prof. Ratno Lukito (Ketua Tim Pakar Ratu Kalinyamat) memberikan kata pengantar.
Acara yang dimoderatori Dr. Irwansyah, Dosen Komunikasi dari Universitas Indonesia itu, juga dihadiri oleh Dr. Connie Rahakundini Bakrie (Presiden Direktur Institute for Maritime Studies), Dr. Alamsyah (Dosen Sejarah UNDIP), Drs. Deni Riyadi, MM (Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial Provinsi Jawa Tengah), H. Pratikno (Wakil Ketua DPRD Kabupaten Jepara), Dr. Alamsyah (Dosen Sejarah UNDIP), Dr. Chusnul Hayati (Dosen Sejarah UNDIP) dan M. Zainal Abidin (Pemimpin Redaksi Radar Kudus), Murniati, S.Sos, MSi (Ketua Pusat Kajian Ratu Kalinyamat) dan Dr. Agustinus Supriono (Sejarawan UNDIP), sebagai narasumber.
BACA JUGA: Lestari Moerdijat: Kedepankan Dialog untuk Solusi Konflik di Papua
Menurut Lestari, banyak sekali pemikiran RK yang masih relevan untuk diterapkan di Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, antara lain ide poros maritim, yang sudah dipraktikkan di masa RK memimpin Jepara.
Demikian juga, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, kehadiran RK saat memimpin perjuangan melawan penjajah Portugis, juga menunjukkan nilai-nilai bahwa perempuan nusantara di masa itu memiliki peran yang sama dengan pria.
BACA JUGA: Lestari Moerdijat: Bersatu Itu Penting untuk Hadapi Pandemi Covid-19
Pada kesempatan itu, Rerie menyampaikan apresiasi mendalam atas ikhtiar selama 2,5 tahun dengan penuh ketekunan dari para pakar dalam menelusuri sejarah Ratu Kalinyamat hingga menemukan sumber-sumber primer.
Selesainya kajian sejarah ini, menurut anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, bukan akhir dari proses, melainkan merupakan babak baru dalam memperjuangkan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan nasional.
Rerie berharap ditetapkannya RK sebagai pahlawan nasional, nilai-nilai nasionalisme yang ditunjukkan oleh Ratu Jepara itu bisa menginspirasi anak bangsa dalam menjawab tantangan di masa datang.
Meski begitu, menurut Rerie, perlu dukungan para pemangku kepentingan baik dalam sosialisasi maupun pemenuhan aspek formal sesuai amanat UU Nomor 20 Tahun 2009, untuk mewujudkan Ratu Kalinyamat sebagai Pahlawan Nasional.
Ketua Tim Pakar Ratu Kalinyamat, Prof. Ratno Lukito mengatakan, penemuan sumber primer terkait perlawanan Ratu Jepara terhadap Portugis membuktikan keberadaan RK bukan mitos, bahkan terungkap perannya yang luar biasa hingga membuat Portugis sebagai lawan pun mengakuinya.
Di bawah pemerintahan Ratu Kalinyamat, strategi pengembangan Jepara lebih diarahkan pada penguasaan sektor perdagangan dan angkatan laut. Kedua bidang ini berkembang baik karena adanya kerja sama dengan beberapa kerajaan maritim seperti Johor, Aceh, Maluku, Banten, dan Cirebon.
"Ratu Kalinyamat dipandang sebagai simbol keteladanan dan sumber inspirasi atas tindakan yang tidak hanya sebatas pada ide tetapi juga aksi nyata dalam melakukan perlawanan terhadap Portugis di Malaka," jelas Ratno.
Selanjutnya Ratno menyampaikan rasa terima kasih kepada Yayasan Dharma Bakti Lestari (YDBL) sebagai penggagas sekaligus mendukung penuh hingga hasil kajian dari kolaborasi tim pakar Pusat Kajian Ratu Kalinyamat-Unisnu, dapat dirampungkan.
Rektor Unisnu Jepara, Dr. H. Sa’dullah Assa’idi, M.Ag berpendapat, telah menjadi kesadaran kita bahwa kemajuan suatu bangsa lebih banyak ditentukan
oleh sumber daya manusianya.
Berdasarkan delapan sumber primer dari penulis Portugis, terungkap bahwa empat kali Ratu Kalinyamat memelopori dan menggerakkan aliansi Kesultanan Muslim (yaitu Johor, Aceh, Maluku dan Jepara) untuk mengusir Portugis dari Malaka dan Maluku, serta menciptakan kesejahteraan bersama di antara anggota aliansi.
"Berdasarkan sumber primer yang dipadu historiografi lokal itu, kami mendukung agar Ratu Kalinyamat layak mendapatkan gelar pahlawan nasional sebagai perempuan perintis antikolonialisme 1549-1579," ujar Sa'dullah.
Dosen sejarah Universitas Diponegoro, Dr. Alamsyah, M.Hum menilai itu berdasarkan sumber primer dan sekunder dari catatan perjalanan dan surat-surat orang Portugis pada abad ke-16 yang menyebut Rainha da Japara (Ratu dari Jepara) dan dibandingkan dengan sumber sekunder dalam Historiografi Tradisional seperti Babad Tanah Jawi, Babad Serat kandaning Ringgit Purwa, Sejarah Banten, Hikayat Hasannudin menyebut secara eksplist nama Ratu Kalinyamat pada periode yang sama dengan sumber primer tersebut.
Menurut Alamsyah, secara akademik dengan berbasis pada sumber primer dan sekunder, Ratu Kalinyamat telah berperan atau berkontribusi nyata melawan kolonialisme yang menjadi embrio terbentuknya NKRI.
Presiden Direktur Institute for Maritime Studies, Dr. Connie Rahakundini Bakrie mengungkapkan negeri ini pernah memiliki tokoh perempuan yang bukan saja pemikiran, tetapi keberanian dan wawasannya terkait kekuatan militer dan maritim, melampaui zamannya.
Di bawah kepemimpinannya pada 1549-1579, ujar Connie, Ratu Kalinyamat berhasil membawa Jepara ke puncak kejayaannya.
Alamsyah mengatakan kemampuan industri dan kekuatan militer yang dibangun, ungkapnya, mampu memimpin era industrialisasi maritim Asia Tenggara. Selain itu, tambah Connie, Ratu Kalinyamat tampil sebagai pemimpin aliansi kekuatan di kawasan (Johor, Aceh, Maluku).
Visi Ratu Kalinyamat dalam aliansi itu, ungkap dia, adalah mencapai kesejahteraan bersama dan menghilangkan ancaman musuh yang besar kala itu Portugis.
Ratu Kalinyamat, jelas Connie, merupakan perempuan pelopor yang merintis Indonesia sebagai negeri poros maritim dunia dari abad XVI, sekaligus perintis antikolonialisme.
Sepak terjangnya yang dikenal gagah berani, hebat, dan digdaya sehingga Portugis pun memberikan gelar yang sangat menggetarkan kepadanya yaitu Rainha de Japira, Senhora Poderosa e Rica, yang artinya Ratu Jepara, perempuan kaya, dan sangat berkuasa.
Kepala bidang Pemberdayaan Sosial, Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah, Drs Deni Riyadi, M.M, mengapresiasi bukti akademis kepahlawanan Ratu Kalinyamat yang diungkapkan oleh para pakar tersebut.
Deni berkomitmen, pihak Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah segera menindaklanjuti hasil kajian tersebut untuk diproses sebagai bagian dari dokumen pengajuan Ratu Kalinyamat sebagai Pahlawan Nasional ke pemerintah pusat.
Dosen sejarah Universitas Diponegoro yang juga anggota Tim Pakar Ratu Kalinyamat, Dr. Chusnul Hayati berpendapat, secara sosial, Ratu Kalinyamat telah berjasa dalam menjaga keamanan bangsa dari gangguan ancaman kekuatan asing.
Perlawanannya terhadap Portugis di Malaka dilakukan sebagai manifestasi perlindungannya terhadap pemukiman orang Jawa. Demikian pula yang dilakukannya di Hitu juga dalam rangka menjaga keamanan perdagangan dan pelayaran yang dilakukan orang Jawa dan pedagang dari wilayah Nusantara lainnya.
"Dia menguasai jaringan interaksi sosial yg luas secara internasional pada abad-16," ujarnya
Secara politis, Ratu Kalinyamat berusaha untuk memperkuat potensi politik dan militer sebagai modal mengusir antikolonialisme Portugis.
Secara ekonomi, ujar Chusnul, Ratu Kalinyamat mengembangkan wilayah Jepara menjadi industri galangan kapal terbaik dan terbesar di Asia Tenggara, penghasil beras, pelabuhan terpenting di Pantura.
"Ratu Kalinyamat berhasil menjadi pemimpin terhebat dari Kerajaan Demak dan Jepara, ia menjadi puncak kekuasaan di tengah budaya patriarkhi yang menjadikan laki-laki berkuasa atas perempuan," ujar Chusnul.
Pada kesempatan itu, Wakil Ketua DPRD Jepara, H Pratikno mengajak masyarakat Jepara untuk membumikan semangat kejuangan Ratu Kalinyamat dalam setiap sanubari dan menjadikan pengusulan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan nasional Perempuan Perintis Antikolonialisme menjadi gerakan bersama seluruh warga Jepara.
Karena, menurut Pratikno, pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat pada 1549 – 1579, Jepara menjadi bandar terbesar pesisir utara Jawa yang memiliki peran strategis dalam pengembangan perdagangan antar pulau.
Di samping itu, tambahnya, untuk menjaga kedaulatan Jepara, Ratu Kalinyamat juga membangun armada militer yang sangat kuat dan hubungan militer, perdagangan dan budaya. Untuk mendukung ekonomi, perdagangan dan militer Jepara memiliki industri galangan kapal yang besar.
Peran Ratu Kalinyamat dalam syiar Islam dan pengembangan seni ukir juga sangat besar. Pembangunan Masjid Mantingan pada tahun 1559
Masehi menjadi bukti peran besar Ratu Kalinyamat .
Ketua Pusat Studi Ratu Kalinyamat UNISNU Jepara, Murniati, S.Sos.I, M.S.I menilai Ratu Kalinyamat adalah sosok muslimah keturunan para bangsawan kerajaan Islam Jawa di Demak dan merupakan cucu dari Raden Patah pendiri kerajaan Demak.
"Jika kita menelusur gerakan perempuan di Indonesia, Ratu Kalinyamat adalah sosok perempuan Jawa yang mempunyai jiwa nasionalisme sangat kuat," ujar Murniati.
Bila bicara gerakan perempuan oleh para tokoh gerakan perempuan kontemporer, jelas Murniati, tentu akan tampak kesadaran terhadap gender equal dan equal leadership sudah dipraktekkan oleh sosok Ratu Kalinyamat jauh sebelum istilah tersebut selalu menjadi “kata kunci” para pegiat gerakan perempuan.
Ratu Kalinyamat adalah sosok Ratu Jepara yang yang telah membuktikan mampu menjadi penguasa Jepara dari gender perempuan yang memerintah antara tahun 1549-1579 M ditandai dengan Condro Sengkolo “Trus Karya Tataning Bumi” yang sekarang dijadikan landasan peringatan hari jadi Jepara.
Karena itu, tegas Murniati, Pusat Studi Ratu Kalinyamat UNISNU Jepara mendorong pemerintah Kabupaten Jepara untuk memberikan dukungan baik formil, moril maupun material atas pengusulan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan nasional.
Sejarawan Universitas Diponegoro, Dr. Agustinus Supriyono berpendapat, tokoh Ratu Kalinyamat kurang populer dan kurang mendapat perhatian dalam historiografi Indonesia, yang pada gilirannya juga kurang mendapat penghargaan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme Barat.
Hal itu, menurut Agustinus, bisa terjadi karena historiografi Indonesia masih terpengaruh oleh historiografi Barat khususnya Belanda yang bersifat eropasentris atau lebih khusus lagi Nerlandosentris.
Padahal, jelasnya, banyak tokoh pemimpin zaman Islam yang melakukan perlawanan terhadap kolonialisme Portugis, yang meskipun pada umumnya gagal, tetapi pada sisi lain berhasil membendung orang-orang Portugis menguasai sebagian besar wilayah nusantara.
Agustinus menilai, penelitian dan pengusulan Ratu Kalinyamat sebagai penguasa kerajaan maritim di Jawa untuk dijadikan sebagai “pahlawan nasional”, merupakan langkah besar untuk mengembalikan jati diri bangsa Indonesia dengan mengambil inspirasi kebudayaan pada zaman Islam. (jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Elvi Robia