Nilai Kuliah Tak Keluar, Bupati Ancam Bunuh Dosen

Senin, 05 Maret 2012 – 16:02 WIB

PEKANBARU--Ulah kepala daerah satu ini cukup menarik disimak bagi kalangan pemerintahan dan dunia pendidikan. Hanya karena tak diluluskan salah satu mata kuliah yang diikutinya, Bupati Kampar, Riau, Jefry Noer, diduga memukul dan mengancam bunuh dosennya sendiri. Korbannya, dosen Ilmu Hukum Universitas Persada Bunda Pekanbaru, Yusrizal (55) akhirnya melaporkan Bupati yang baru terpilih tersebut ke Polda Riau terkait dugaan tindak pidana penganiayaan yang terjadi pada Minggu (4/3) lalu.

Sekitar pukul 11.00 WIB, Yusrizal datang ke ruang sentra pelayanan kepolisian terpadu (SPKT) Polda Riau, untuk melaporkan kasus tersebut. Versi Yusrizal, kejadian tersebut berlangsung Minggu, sekitar pukul 08.00 WIB di Universitas Persada Bunda, Jalan Diponegoro, Pekanbaru. Saat itu, Yusrizal hendak menerima konsultasi dari kliennya Helmi Karim yang juga dosen ekonomi di universitas yang sama. Tiba-tiba datang pelaku yang tidak lain, Bupati Kampar Jefry Noer dan langsung menarik korban ke kantin universitas. Sesampainya di kantin, pelaku yang juga mantan anggota DPRD Riau ini menanyakan kepada korban perihal mata kuliah yang nilainya tidak diluluskan oleh sang dosen.

Belum sempat korban menjawab dan memberikan keterangan, tiba-tiba pelaku langsung memukul korban dengan buku yang dipegangnya. Melihat pelaku sudah emosi, korban pun mencoba menghindar dari pelaku untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Merasa tidak senang dengan tindakan pelaku, korban pun melaporkan kejadian tersebut ke Mapolda Riau.

Kabid Humas Polda Riau, AKBP Syarif Pandiangan membenarkan adanya laporan seorang dosen salah satu perguruan tinggi terkait dugaan penganiayaan dan perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan Bupati Kampar, Jefri Noor.''Saat ini laporan tersebut sedang dalam penyelidikan untuk proses lebih lanjut,'' ungkap Pandiangan.

Sementara itu saat dihubungi Pekanbaru Pos (Group JPNN) Bupati Kampar, Jefry Noor, membantah telah melakukan pemukulan terhadap dosennya, Yusrizal. Namun saat itu, Jefry mengaku memang marah terhadap korban karena tidak diberikan nilai mata kuliah Hukum Adat yang telah diikutinya.''Jangankan mukul, menjentikpun tidak. Bahaya kalau memukul dosen, bisa jadi saya tak bisa lulus kuliah,'' ungkap Jefri berkilah.

Kronologis kejadian versi Jefry, Saat itu dirinya mendatangi Yusrizal hendak menanyakan alasan dirinya tidak mendapat nilai mata kuliah Hukum Adat yang sudah diambilnya sejak tahun 2010 lalu. Padahal Jefri mengaku rajin dan terus menerus masuk dan mengerjakan tugas yang diberikan.

''Jadi ada apa kok nilai mata kuliah Hukum Adat tak dikeluarkan sejak tahun 2010 lalu. Padahal teman-teman yang lainnya sudah keluar ada yang dapat nilai A dan B,'' ujarnya.

Apalagi mata kuliah Hukum Adat yang mempunyai bobot 3 SKS tersebut sebagai syarat untuk mengajukan proposal skripsi. Bila mata kuliah tersebut tak lulus, maka tidak bisa mengajukan proposal skripsi. Jefry mengaku akan menghormati proses hukum. Namun berselang sehari, saat ditemui wartawan, Senin (5/3), Jefry ternyata justru tengah bersiap-siap melaporkan balik sang dosen atas tuduhan pencemaran nama baik.

''Saya siap dipanggil dan diperiksa polisi, kenapa harus tidak siap. Malah saya juga akan membuat laporan balik atas tuduhan yang diberikan terhadap saya. Rencananya kalau tidak Selasa, Rabu akan kita laporkan,'' sebutnya.

Jarang Masuk dan Suka Nyontek

Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) menyayangkan kejadian antara Bupati Kampar dengan dosennya ini. Meski seorang Bupati, bila terbukti melakukan pemukulan, maka Jefry didesak untuk membuat surat pernyataan permohonan maaf secara nasional. Penegasan itu disampaikan oleh Sekretaris Umum ADI Riau, Drs H Nasharuddin Yusuf MA kepada Pekanbaru Pos, Senin (5/3) di Hotel Pangeran Pekanbaru saat melangsungkan pertemuan dengan Yusrizal sebagai korban pemukulan.

‘’Dulu guru sekarang dosen. Ini melecehkan dunia pendidikan. Kami mengutuk keras tindakan ini,’’ tegas Nasharuddin yang menegaskan pihaknya siap mendampingi kasus tersebut secara hukum.

Sementara itu, menanggapi perihal tidak dikeluarkannya nilai, dosen korban pemukulan Yusrizal, mengatakan hal tersebut terpaksa dilakukannya karena sang Bupati saat ujian suka nyontek, jarang masuk dan jarang buat tugas. ‘’Kita inginkan jawaban dari ujian itu hasil pemikirannya. Di dalam ujian suka nyontek, meski dilarang tapi tidak didengarkan,’’ kata Yusrizal.

Yusrizal menambahkan bahwa dirinya tidak menyangka sebagai dosen dirinya akan diperlakukan seperti itu oleh mahasiswanya sendiri. ‘’Waktu itu dia akan menonjok saja. Sikapnya itu membuat saya kaget. Bahkan jika ia tidak diluluskan saya diancam akan dibunuh. Karena mau dipukul lagi, saya lari. Dan ia mengulangi pernyataannya kalau tidak diluluskan diancam akan dibunuh,’’ ungkap mantan PNS di Pengadilan Negeri ini.

Agar persoalan ini dianggap selesai, Yusrizal meminta kepada Jefri Noer agar membuat surat pernyataan permintaan maaf secara nasional. ‘’Ada lima permintaan saya menyelesaikan persoalan ini. Salah satunya, saya minta dia mengaku atas sikapnya terhadap saya, membuat surat permintaan maaf secara nasional,'' tegasnya. (cil/poe/*4)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 8 Warga Detusoko Terjangkit Antrax


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler