Michelle Law mengaku keberhasilannya sebagai penulis naskah dan pengarang buku tidak lepas dari pengalaman sulit yang dihadapi orang tuanya ketika mereka tiba di Australia.
"Mereka tidak banyak berharap dari kami dan justru mereka terbebani oleh kita karena harus melakukan pengorbanan," katanya kepada ABC.
BACA JUGA: Pemerintah Australia Akan Memulangkan Puluhan Warga Eks ISIS dari Suriah
"Saya dan saudara saya sadar betul jika orang tua kami mengesampingkan apa yang mereka inginkan dan berkorban agar kami memiliki masa depan yang baik, supaya kami bisa melakukan apa yang inginkan."
Perempuan berusia 32 tahun tersebut adalah salah seorang warga Australia yang namanya terus menanjak di bidang seni dan budaya di Australia.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Nyawa Lebih Berharga dari Sepak Bola
Tahun ini Michelle adalah salah satu dari 40 orang finalis penghargaan '40 Under 40 Most Influential Asian-Australian Awards'.
Penghargaan yang sudah diberikan empat tahun ini diberikan untuk mencari dan mengakui warga Asia di Australia di bidang kepemimpinan, yang seringkali tak terdengar suaranya.
BACA JUGA: Semua Harus Samakan Persepsi Agar Pertandingan Sepak Bola Bisa Berjalan Aman dan Lancar
Rasa bersalah dan rasa syukurTahun 1975, orang tua Michelle Law, yakni Jenny and Danny pindah dari Hong Kong ke Sunshine Coast di Queensland.
Michelle mengakui kadang dia malu dengan orang tua mereka ketika masih muda, karena berharap orang tuanya bisa lebih "berasimilasi".
"Ada begitu banyak perbedaan budaya, mulai dari makanan yang disiapkan untuk makan siang di sekolah sampai kegiatan-kegiatan budaya," katanya.
"Seperti kalau kami ke restoran, saya merasa malu kalau ibu saya meminta air minum hangat, bukannya minum apa yang sudah disediakan."
Tetapi ketika dia di universitas dan bertemu dengan banyak orang dengan beragam latar belakang budaya, Michelle baru merasa beruntung ia dibesarkan dalam dua budaya yang berbeda.
"Saya baru merasa seperti warga dunia dibandingkan orang-orang lain yang saya kenal," katanya.
"Orang tua pindah ke sini dengan alasan agar kami punya kualitas hidup yang lebih baik dan mencapai sesuatu yang lebih berarti bagi kami."
"Saya sangat bersyukur karenanya.'
Michelle dikenal lewat drama berjudul Single Asian Female dan seri online Homecoming Queens untuk jaringan televisi SBS.
Dia juga memberikan komentar soal budaya, penulis untuk majalah, koran dan online serta terlibat dalam penulisan sejumlah naskah televisi.
Michelle mengatakan orang tuanya "selalu mendukung dari awal" mengenai apa yang ingin dilakukannya.
"Apa pun yang terjadi, entah itu kesulitan pribadi atau profesional, saya selalu bisa mengandalkan bantuan mereka," katanya.
"Orang tua kami, semakin bertambah usianya, membuat kami semakin bangga."
"Orang tua saya betul-betul mendorong saya untuk mendapatkan beasiswa."
Sementara itu, Angelina Inthavong selalu bersyukur dengan pengorbanan orang tua mereka, ketika tiba di Australia dari Kamboja di tahun 1980-an setelah melarikan diri dari pemerintahan Khmer Merah.
Angelina mengatakan orang tuanya memprioritaskan pendidikan baginya dan berusaha semaksimal mungkin, meski kesulitan uang.
"Karena orang tua saya berasal dari sekolah negeri yang miskin, mereka betul-betul mendorong saya untuk mendapatkan beasiswa di sekolah menengah swasta, dan juga mendapatkan beasiswa di universitas," kata Angelina yang berusia 18 tahun tersebut.
Angelina sekarang bekerja di Kedutaan Amerika Serikat di Canberra, serta di sebuah lembaga untuk mencegah pelecehan seksual terhadap anak-anak Bravehearts, sambil juga menyelesaikan kuliah S1 di bidang kesehatan publik di Australia National University.
"Kalau kita berasal dari keluarga migran, ada penekanan pada pentingnya pendidikan," katanya.
"Karena dalam banyak hal, pendidikan dilihat sebagai jalan keluar untuk mendapatkan kesempatan lebih luas di bidang yang kita inginkan di masa depan."'Menjadikan dunia yang lebih baik'
Angelina mengatakan ia masih mengikuti nilai-nilai yang digariskan orang tuanya.
"Ayah saya selalu mengatakan, 'apa pun yang saya lakukan dalam kehidupan, saya harus meninggalkan dunia dalam keadaan yang lebih baik'," katanya.
"Saya bisa menerapkannya dalam semua aspek kehidupan, lewat kegiatan saya sebagai orang yang baik atau lewat kegiatan sosial."
Dua bidang kegiatan sosial yang dipilih oleh Angelina adalah soal kehidupan seksual di kalangan anak-anak muda dan kesehatan mental.
Dua hal yang sebenarnya 'tabu' bagi keluarganya dan banyak keluarga Asia yang tinggal di Australia.
"Meski orang tua saya tidak sepenuhnya mengerti apa yang saya lakukan, mereka mengerti kalau saya menyukainya dan bersemangat dengan apa yang saya lakukan," katanya.
"Mereka bisa melihat saya senang. Saya kira itulah yang paling penting bagi mereka.'Mendidik generasi berikutnya
Charis Teh yang tiba di Australia di tahun 2003 dari Malaysia, sekarang menjadi peneliti strategi terapi kanker di Institut Penelitian Medis Walter and Eliza Hall di Melbourne.
Dr Teh adalah orang pertama dari keluarganya yang menamatkan pendidikan di universitas, dan ini juga tak lepas dari pengaruh orang tua soal pentingnya sebuah keberhasilan.
"Yang dilakukan oleh ibu saya adalah menanamkan semangat kerja keras dan disiplin dalam diri saya," katanya.
Sekarang setelah menjadi orang, ia juga menerapkan konsep yang sama bagi perempuannya yang berusia lima tahun.
Anaknya setiap minggu latihan piano dan kursus bahasa Mandarin sebagai upaya menanamkan disiplin.
"Saya memang memiliki harapan tertentu bahwa bila saya memintanya melakukan hal tertentu, dia akan berusaha yang terbaik," kata Dr Teh.
"Saya tidak tahu apakah saya disebut sebagai 'tiger mum'. Namun berharap kalau pun begitu, saya akan bisa melakukannya dengan cara yang penuh cinta dan penuh perhatian.
"Tiger Mum" adalah julukan yang diberikan kepada orang tua keturunan Asia yang berusaha keras agar anak-anak mencapai banyak keberhasilan sejak muda.
"Saya berharap putri saya akan bisa tetap menjaga nilai budaya asli yang dimilikinya namun juga menjadi terbaik sehingga mereka bisa memberikan kontribusi kepada dunia juga."
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dunia Hari Ini: Sepak Bola Indonesia Berkabung