Nita Darsono, Ilustrator yang Jaga Suami 'Tidur' Tujuh Bulan

Baru Pameran setelah Suami Bangun

Minggu, 11 Januari 2015 – 19:23 WIB
Nita Darsono. Foto: Dimas Alif/Jawa Pos

jpnn.com - DI balik karya-karya kreatif yang dihasilkannya, Nita Darsono, 29, memiliki cerita sendiri. Ilustrator freelance tersebut menggambar sembari menunggu suaminya, Bembi Kusuma, yang tidur panjang sejak Juni 2014. Tetapi, dia membuktikan bahwa duka tidak mematahkan semangatnya.
-----------------
Laporan Ira Kurniasari, Surabaya
-----------------
NITA masih ingat betul detail peristiwa yang terjadi pada Juni 2014. Ketika itu, Bembi merampungkan tugas akhirnya sebagai mahasiswa S-2 ISI Jogjakarta. Saking sibuknya berkutat dengan proyektor tugas akhir, dia tidak menghiraukan sakit gigi yang dideritanya.

Tahu-tahu saja, bengkak dan gusinya meradang. Setelah itu, Bembi tidak sadarkan diri. Berdasar diagnosis dokter, Bembi menderita radang otak. Penyakit yang membuatnya tidak sadarkan diri hingga sekarang. ”Tapi, sudah ada respons. Melalui isyarat mata atau gerakan jari meski masih lemah,” kata Nita.

BACA JUGA: Ivan Mbatik Habibie, Ayung Pilih Enak Jamanku To

Sebagai manusia biasa, tentu saja Nita terpukul. Baru empat tahun menikah, belahan jiwanya tiba-tiba mengalami hal seperti itu. Tetapi, life must goes on. Hal tersebut tidak mematahkan spirit Nita. ”Saya lebih suka membayangkan suami sedang tertidur panjang. Saya harus menjaganya,” katanya mantap.

Sembari menunggu kondisi suaminya membaik, Nita kembali beraktivitas sebagai ilustrator. Tak satu hari pun dilewatkannya tanpa menggambar dan berkarya.

BACA JUGA: Menelusuri Sisa-Sisa Kejayaan Lan Fang, Republik Pertama di Indonesia (2)

”Saya menargetkan, tiap hari setidaknya ada satu karya yang saya buat. Ini bentuk disiplin saja,” ucap perempuan yang pernah aktif di komunitas seni BRAngerous Surabaya tersebut.

Salah satu bentuk kedisiplinannya adalah meluangkan waktu enam jam setiap hari untuk berkarya. Untung, dia freelancer. Jenis pekerjaan yang membuatnya tidak terikat pada jam kantor. Itu penting untuk merawat sang suami. ”Makanya, di atas pukul tiga (pukul 15.00), saya tidak bisa diganggu. Saya sudah fokus ke Bembi (suaminya, Red),’’ ujarnya.

Bentuk karya gambar yang dihasilkan Nita beragam. Biasanya karyanya diaplikasikan pada undangan, sweter, tote bag, ilustrasi buku, hingga desain berupa logo. Dia melakukan semua itu tanpa perlu menjadi pegawai perusahaan.

Nita pernah bekerja di kantoran dan memutuskan untuk menjadi freelance pada 2011. Dia merasa lebih cocok dengan pekerjaan yang tidak menuntut banyak waktu. ’’Kalau freelance, saya bisa mengatur kebutuhan antara pekerjaan dan hobi agar bisa seimbang,’’ tuturnya.

Dalam menerima pekerjaan, Nita cukup selektif. Setiap satu pesanan dari klien memiliki batas pengerjaan. Bila dirasa terlalu mendadak, Nita menolak. Kisaran pengerjaan berbeda-beda. Misalnya, untuk undangan, perempuan berambut pendek itu memberikan durasi pengerjaan sebulan.

’’Sebenarnya itu juga patokan sih. Bergantung sejak awal perjanjiannya gimana. Yang lebih saya tegaskan juga pada banyaknya revisi,’’ ungkap alumnus desain grafis ITS tersebut.

Nita mengungkapkan, jagat desain di Surabaya masih jauh dari ideal. Masih banyak yang menyamakannya dengan dagang. Yakni, berusaha mendapatkan yang terbaik dengan dana seminimal-minimalnya. Itu yang disayangkan Nita. ”Sebab, itu sama saja dengan tidak menghargai ide dan seni,” terangnya.

Ditanya mengenai pencapaian yang tertinggi, dia merasa belum ada. Sebab, Nita mengaku sebagai orang yang cepat bosan. Tidak ada yang menjadi tujuan. Meski begitu, dia pernah membuat ilustrasi buku travel berjudul Backpacking 101.

Untuk membangkitkan mood, Nita punya cara tersendiri. Dia membuat gambar yang bercerita mengenai kehidupannya. Namun, dia belum pernah memasukkan bagian hidup ketika Bembi sakit. ’’Sejauh ini sih belum. Tapi, teman-teman yang lain bilang, setelah masalah itu, gambarku jadi lebih kelam,” ungkapnya.

Ide bisa datang dari mana saja. Nita mengatakan, salah satu wadah ide adalah Instagram Feed. Menurut dia, dari sana ada banyak inspirasi seni dan coretan bagus.

Nita menceritakan, dirinya tidak pernah bercita-cita menjadi ilustrator. Sebab, keinginannya dulu adalah menjadi dokter hewan. Tetapi, ketika diskusi dengan mamanya, dia berbalik arah dan memilih jurusan desain grafis di ITS.

”Tapi, tetap belum kepikiran jadi ilustrator karena saya dua kali tidak lulus mata kuliah ilustrasi,” kenangnya lalu tertawa.

Keinginan menjadi ilustrator muncul saat dia menjadi pegawai. Menunggu booting komputer yang lemot, dia iseng-iseng menggambar. Merasa menemukan keasyikan baru, Nita makin senang menggambar.

Karyanya semakin banyak. Gambar itu kemudian disablon pada bantal kursi. Ternyata banyak peminatnya. Dari sana dia merasa panggilannya menjadi ilustrator. ’’Kalau gini kan saya bisa menggambar untuk kesenangan, tapi juga bisa bikin gambar serius buat klien,’’ ungkapnya.

Menurut Nita, di Surabaya masih banyak orang yang tidak melihat unique value pada suatu karya. Yang mereka lihat kebanyakan merek. ’’Surabaya ini masih brand minded. Bukan pada gimana mereka menghargai pembuatnya,’’ tuturnya.

Saat ini Nita sudah punya banyak sekali karya ilustrasi. Dia biasa memamerkan hasilnya lewat web dan media online. Sementara ini belum ada keinginan untuk membuat ekshibisi real.

Mengingat keadaan Bembi, dia merasa kurang bersemangat jika pameran sendirian tanpa suami. ’’Tunggu Bembi bangun aja dulu. Saya siap bikin banyak karya kalau ada dia,’’ ungkapnya lantas tersenyum. (*/c7/ayi)

 


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler