Nonmuslim Sekolah di Lembaga Pendidikan Islam

Rabu, 23 Mei 2018 – 07:09 WIB
Ustad Deden Zainal Abdin di pintu masuk Pesantren Cinta Al Qur’an, Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Jumat (18/5). Foto Indra Mufarendra/Radar Malang/JPNN.com

jpnn.com, MALANG - Dari Desa Bangelan, Kecamatan Wonosari, Tim Jelajah Pesantren di Kampung Minoritas Radar Malang (Jawa Pos Group) kini bergeser ke Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Malang, Jawa Timur.

Di desa ini, dari 6.700-an penduduk, sekitar 93 persennya memeluk Nasrani.

BACA JUGA: Ini Menu Sahur Tio Pakusadewo di RSKO

Meski begitu, sebuah ponpes sekaligus lembaga pendidikan Islam itu bisa beraktivitas dengan nyaman di sini.

===============================
Indra Mufarendra - Radar Malang
===============================

BACA JUGA: Bolehkah Ibu Hamil Berpuasa Penuh?

Desa Sitiarjo memang menjadi salah satu basis penganut Nasrani terbesar di wilayah Malang Raya. Total, ada 18 gereja yang berdiri di desa ini.

Karena itu, cukup sulit menjumpai masjid, apalagi lembaga pendidikan Islam di desa tersebut.

BACA JUGA: Tips Menjalankan Puasa bagi Penderita Mag

Sejauh ini, Pesantren Cinta Al Qur’an menjadi satu-satunya yang ada di desa tersebut.

Lokasi pesantren ini tak jauh dari Pasar Desa Sitiarjo. Melalui gang kecil di sebelah timur pasar, Pesantren Cinta Al Qur’an menempati lahan seluas 2.660 meter persegi.

Tak hanya menjadi tempat mondok, Pesantren Cinta Al Qur’an telah membuka kelompok bermain (KB), taman kanak-kanak (TK), dan sekolah dasar (saat ini baru hingga kelas II). Kegiatan belajar mengajar untuk SD dipusatkan di sebuah gedung berlantai dua.

Sementara KB-TK-nya berada di areal yang menyatu dengan perkebunan. Jadi, KB-TK Anak Sholeh–begitu nama lembaga pendidikan untuk anak usia dini itu– terkesan mirip dengan sekolah alam.

Adalah Ustad Deden Zainal Abidin yang merintis Pesantren Cinta Al Qur’an serta KB, TK, dan SD Anak Sholeh. Deden adalah pria asli Majalengka, Jawa Barat, yang pernah kuliah di IAIN Sunan Ampel Surabaya (kini bernama UIN Sunan Ampel).

Pada 2005, Deden acap kali berkunjung ke kampung maupun desa yang pemeluk agama Islam-nya tergolong minoritas.

”Saya pernah ke Mojokerto, tapi lebih sering ke Malang,” ujar dia.

Di Malang, Deden paling sering singgah di Desa Sitiarjo. ”Saya melihat desa ini membutuhkan pesantren,” kata pria berumur 37 tahun ini.

Tentu, sebagai pendatang, Deden tidak bisa langsung ujug-ujug mendirikan pesantren.

”Awalnya, saya menggelar pengajian untuk warga muslim,” ujar dia.

Di tahun yang sama, Deden menikah dengan teman sekampusnya, yaitu Siti Farida. Sang istri adalah warga asli Desa Sitiarjo.

Pernikahan itu membuka jalan bagi Deden untuk berdakwah lebih luas di Desa Sitiarjo.

”Mertua memberikan tanah wakaf untuk didirikan pesantren,” ujar dia.

Meski menggunakan nama Pesantren Cinta Al Qur’an, Deden memilih untuk tidak membesarkan pondokan lebih dulu. Yang dia lakukan pertama adalah membuka KB-TK pada 2011. ”Ketika kami buka, responsnya bagus,” kata dia.

Tak lama, ketika siswa KB-TK angkatan pertamanya lulus, Deden langsung membuka SD Anak Sholeh. ”Total, saat ini ada 122 siswa yang belajar di sekolah kami,” ujar dia.

Rinciannya, ada 20 siswa KB, 26 siswa TK A, dan 25 siswa TK B. Lalu, ada 26 siswa SD kelas I dan 25 siswa SD kelas II.

”Untuk tahun ajaran 2018/2019 ini sudah ada yang inden 38 siswa untuk SD dan 31 siswa untuk KB,” kata bapak satu anak ini.

Lantas, dari mana Deden punya dana untuk membangun pesantren ini? ”Sebagian besar berasal dari donatur. Sifatnya pinjaman dan sudah kami lunasi 2012 lalu,” ujar dia.

Meski menjadi satu-satunya lembaga pendidikan Islam di Desa Sitiarjo, Deden tidak pernah berkonflik dengan warga.

”Bahkan, banyak warga nonmuslim yang menyekolahkan anak-anaknya di tempat kami,” pungkasnya. (***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SYL: Jangan Kotori Ramadan dengan Keserakahan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler