BERAPA banyak waktu yang dihabiskan turis sepakbola saat bertandang ke Brasil pada Piala Dunia 2014? Hanya sepertiga waktu yang digunakan untuk hal-hal yang terkait dengan sepak bola. Selebihnya, mereka memilih belanja, nongkrong di pantai, dan jalan-jalan.
------------
Laporan AGUNG PUTU ISKANDAR dari Salvador
-----------
Menonton sepakbola juga tidak setiap hari. Dalam tiga pekan fase penyisihan grup, para suporter tersebut hanya akan menonton tiga laga. Nah, waktu luang itu bisa digunakan untuk belajar seni bela diri asli Salvador, Brasil, yakni capoeira.
Sejumlah mestre (master) yang ditemui Jawa Pos mengaku sudah siap menyambut "murid-murid" baru dari kalangan suporter. Waktu tinggal di Salvador bisa dimanfaatkan untuk berguru capoeira. Salvador sudah seperti Makkah-nya capoeira. Sebab, di Salvador-lah seni bela diri tersebut dilahirkan pada masa perbudakan.
"Sebenarnya sebulan belum bisa banyak belajar capoeira. Tapi, paling tidak para suporter sepak bola bisa tahu dasar-dasarnya. Setelah itu, diharapkan mereka bisa mendalami," kata mestre Macumba dari sekolah capoeira Lutarte.
Belajar capoeira memang tidak singkat. Untuk mempelajari ginga (posisi "kuda-kuda" yang terlihat seperti joget di tempat dengan gerakan kaki) saja butuh waktu rata-rata 3-6 bulan. Apalagi untuk au (tangan bertumpu di tanah, sedangkan kaki di atas, seperti salto), rasteira (menendang dalam posisi rendah seperti menjegal), armada (tendangan dengan tumit), hingga queixada (menendang bagian atas lawan).
Untuk bisa menjadi guru capoeira, seorang murid harus belajar hingga sepuluh tahun. Minimal tujuh tahun, mereka baru boleh menangani murid meski belum bisa disebut guru "mungkin levelnya masih "asisten guru" capoeira. Itu masih level guru, belum level mestre.
Saat Piala Dunia berlangsung, sejumlah sekolah capoeira akan lebih banyak menggelar pertunjukan di Mercado Modelo, sebuah kawasan toko merchandise yang dilengkapi ruang lapang dalam ruangan untuk capoeira. Tujuannya, mengenalkan capoeira kepada para suporter.
"Kami tidak mengejar murid baru. Karena itu, terserah mereka ingin belajar atau tidak. Kami hanya ingin mengenalkan capoeira saat Piala Dunia nanti," kata Macumba yang dalam bahasa tradisional setempat berarti "ilmu hitam" itu.
Macumba sudah menghasilkan tujuh mestre. Kini dia sedang menangani 37 murid baru dari berbagai negara. Jumlah tersebut memang tidak banyak. "Murid yang terlalu banyak justru tidak baik untuk pembelajaran," katanya.
Macumba menyebut sekolahnya dengan nama Lutarte yang berarti pertarungan dan kesenian. Capoeira sejatinya adalah paduan dua unsur tersebut. Bertarung, tapi juga berdansa. Karena itu, banyak yang menyebut capoeira bukanlah ilmu untuk bertarung karena gerakannya lebih lambat dan ritmis.
Namun, capoeira sudah banyak mengalami perubahan. Capoeira untuk pertarungan dikembangkan mestre Bimba pada 1920-an. Bimba juga yang mengenalkan struktur dan dasar-dasar pembelajaran capoeira. Dia menyebut gaya capoeira yang dirinya kembangkan itu dengan nama luta regional baiana alias pertarungan regional dari Bahia.
Tapi, masih ada kalangan capoeiristas yang "puritan". Mereka adalah kelompok yang memegang teguh kemurnian ajaran. Mereka menamakan diri capoeira Angola karena yakin bahwa ilmu bela diri itu dikembangkan para budak dari Angola.
Para pelaku capoeira Angola tidak menganut struktur-struktur capoeira modern yang harus memiliki sabuk atau ban untuk menandakan peringkat kepakaran. "Kamu tidak akan pernah bisa tahu sedang melawan seorang capoeiristas senior atau pemula. Gerakan kami lebih lambat, tapi lebih menyenangkan. Kami adalah dasar dari ilmu-ilmu capoeira sekarang," kata capoeiristas "puritan" yang menamakan diri Newton Angola kepada Jawa Pos.
Salvador diyakini sebagai tempat kelahiran capoeira karena kota itu kental dengan sejarah perbudakan. Di antara kota-kota lain di Brasil, Salvador merupakan kota dengan populasi kulit hitam terbanyak.
Pada abad ke-16 Salvador menjadi kota "importer" budak Afrika terbesar di Amerika Selatan. Revolusi melawan perbudakan meletus hingga belasan kali. Bahkan, Salvador adalah kota terakhir di dunia yang menyetujui penghapusan perbudakan pada abad ke-19.
Pada masa itu para budak mengembangkan seni bela diri. Hal tersebut digunakan untuk menjaga diri dari para tuan tanah. Saat mereka kabur, mereka menggunakan capoeira untuk melawan para "pemburu hadiah". Yakni, orang-orang yang memburu budak pelarian demi mendapat ganjaran dari si pemilik.
Sempat dilarang pada awal pemerintahan Brasil merdeka dari Portugal, kini capoeira menjadi olahraga nasional. Para capoeiristas dari seluruh penjuru dunia belum sah jika belum datang ke Salvador untuk berguru langsung kepada mestre capoeira. Sebab, mereka bisa langsung menimba ilmu yang diturunkan secara turun-temurun dari para mestre.
Banyak sekolah capoeira yang bertebaran di Salvador. Terutama di kawasan Pelourinho (baca: Pelorinyo) yang merupakan jantung eksotika Salvador. Di rumah-rumah kecil di gang-gang jalan berbatu, sekolah-sekolah itu membuka kelas bagi murid-murid baru.
Para penggemar capoeira datang dari berbagai penjuru dunia dan tinggal lama hingga bertahun-tahun di Salvador demi berguru langsung capoeira. (*/c10/ca)
BACA JUGA: Samir Nasri, Pilih Nonton TV Ketimbang di Brasil
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hidup Mati di Mandala
Redaktur : Tim Redaksi