jpnn.com - TIGA di antara enam perempuan perkasa pengukir sejarah TNI-AL ini bisa dibilang pemegang rekor abadi sampai kini. Mereka memiliki spesialisasi atau kemampuan yang belum tergantikan.
Para Kowal berprestasi itu adalah Kolonel Laut drg Nora Lelyana selaku komandan Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) pertama di Kota Dumai, Riau (2003–2005). Sekarang Nora menjabat sekretaris Pusat Kesehatan TNI.
-----------------
Laporan Suryo Eko Prasetyo, Surabaya
-----------------
Dua Kowal lainnya adalah penerbang laut Letkol Laut Ni Ketut Prabhawati dan Komandan Kapal Mayor Laut Runik Sri Arum Dati. Ketut Prabhawati hingga kini merupakan satu-satunya Kowal yang berstatus penerbang. Runik menjadi satu-satunya Kowal yang pernah mengomandani unsur kapal di TNI-AL.
BACA JUGA: Kisah Bidan Menjemput Ibu Hamil, Terbiasa Melintasi Deretan Buaya
Di antara tiga Kowal perwira menengah itu, hanya Nora yang bergabung menjadi prajurit TNI-AL melalui jalur ''ekspres'' Sepawamil (Sekolah Perwira Wajib Militer Wanita ABRI). Alumnus Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga 1986 itu, begitu lulus pendidikan dasar militer, langsung menyandang pangkat lettu (letnan satu).
''Cita-cita saya dulu sebenarnya menjadi ilmuwan. Bahkan target saya menjadi profesor termuda. Tapi, semua tinggal impian setelah saya terlalu menikmati menjadi tentara,'' tutur Nora ketika ditemui di kampus Akademi Angkatan Laut (AAL), Bumimoro, Surabaya, Jumat (17/4).
BACA JUGA: Angkringan yang Menawarkan Kopi Sekaligus Klinik Fotografi
Keasyikan arek asli Ambengan, Surabaya, kelahiran 24 Maret 1962, itu menjadikan dirinya Kowal pertama yang mendapat tugas di Rumah Sakit Marinir Ewa Pangelila pada 1987. Hampir empat tahun di Rumkitmar Gunungsari, Surabaya, karir Nora terus melejit.
Nora lalu dipercaya sebagai kepala Rumkit Lanal Belawan, Sumatera Utara. Istri Ir Purwoko tersebut kemudian dipercaya memimpin Rumkit Lantamal 1 Belawan sampai dua periode (1992–1993 dan 2001–2003).
BACA JUGA: Srikandi TNI AL Ini, Manusia Ikan yang Belum Tersaingi
Prestasinya yang menonjol membuat ibu satu anak itu mendapat tambahan tugas sebagai kepala Dinas Potensi Maritim Pangkalan Utama AL (Lantamal) 1. Bahkan, keberhasilannya membina potensi menjadi kekuatan pertahanan keamanan dan dukungan pangkalan dalam operasi keamanan laut membuat perempuan hebat tersebut memperoleh apresiasi dari KSAL (waktu itu) Laksamana TNI Bernard Kent Sondakh.
Mulai 31 Juli 2005 Nora mencatatkan sejarah di TNI-AL sebagai komandan Lanal Kowal pertama.
"Lanal Dumai terkenal sebagai daerah dengan kultur masyarakat keras dan potensi pelanggaran-pelanggaran. KSAL sampai mem-warning, bila tiga bulan tidak sanggup, langsung copot," terangnya. Di Lanal Dumai, Nora menaungi tujuh kabupaten dan kota. Yakni, Bengkalis, Rokan Hilir, Siak, Asahan, Dumai, Pekanbaru, dan Tanjung Balai.
Dengan berbagai tantangan dan medan seperti itu, Nora sebenarnya hanya menargetkan enam bulan di Lanal Dumai. Tapi, ternyata Nora dipercaya sampai hampir tiga tahun. Oleh media setempat, Nora dinobatkan sebagai tokoh favorit berdasar survei masyarakat.
"Saya merasa sangat dihargai selama tugas di Dumai. Kebetulan di antara forpimda (forum pimpinan daerah) di sana, kepala pengadilan negerinya juga wanita," tandas Nora.
Lain Nora, lain pula Ketut Prabhawati. Ketut adalah figur Kowal satu-satunya dengan spesialisasi penerbang laut. Perempuan kelahiran Tabanan, Bali, 20 November 1967, itu mendapat kesempatan langka setelah tiga tahun menjadi prajurit melalui jalur pendidikan Calon Bintara Militer Sukarela 1985. Pendidikan brevet penerbang dia lakoni pada 1988–1989 dan setelah itu berhak mengenakan flight suit.
"Sejak kecil saya memang senang sekali kalau melihat orang dengan seragam pilot," kenangnya.
Meski punya brevet penerbang, setiap personel TNI-AL masih harus menjalani latihan teknik dan latihan dukungan terbang mulai dari dasar. Misalnya, teknik mesin, listrik, dan elektro. Ketut pun meniti karir sebagai pilot/kopilot TNI-AL setelah lulus calon perwira penerbang pada 1990. Enam tahun berikutnya menjadi tonggak bersejarah karir anggota Kowal tiga anak itu. Mulai 1996 dia mendapat promosi menjadi kopilot di Satuan Udara Skuadron 600.
Tugas skuadron itu adalah mengangkut taktis seperti pergeseran dukungan logistik dan personel. Skuadron tersebut juga mengemban fungsi khusus pengamatan laut, terjun tempur, SAR, evakuasi medis udara, dan angkutan udara VIP.
"Baru tahun lalu ada lagi pendidikan penerbang yang diikuti personel Kowal," ungkap perempuan yang kini menjadi orang kedua di Pangkalan Udara TNI-AL Juanda sebagai perwira pelaksana (palaksa).
Sementara itu, Runik adalah satu-satunya anggota Kowal yang pernah mengomandani kapal Angkatan Laut (KAL) kembali ke habitatnya di lembaga pendidikan AAL. Perempuan kelahiran Ngawi, 15 September 1961, tersebut selama lima tahun lebih dipercaya mengawaki KAL 2 bersama delapan anak buah kapal yang seluruhnya tentara laut laki-laki. Kapal berbahan fiber berdimensi 21,25 x 4 meter itu dipakai untuk latihan para taruna AAL.
Sedangkan KAL 1 merupakan kapal layar motor tiang tinggi, menyerupai KRI Arung Samudera (Arsa). ''Pada 1995 saya magang setahun sebelum menjabat komandan KAL 2 pada 1996–2000,'' kenang Runik yang mengawali karir militer sebagai bintara air traffic control Lanudal Juanda pada 1981 itu.
Sikap keibuan Runik membuat perempuan satu anak tersebut termasuk awet sebagai Komandan KAL 2. Padahal, biasanya jabatan itu tak lebih dari tiga tahun dipimpin satu orang.
Selama menjadi komandan KAL 2, Runik membuat kapal berkapasitas akomodasi 20 penumpang itu terasa nyaman saat berlayar di laut. Sambil menjadi media belajar para taruna sebelum di kapal perang, Runik menggagas weekend laut. Setiap Jumat sore –setelah salat Jumat– hingga Minggu sore dia membawa 12 taruna bergiliran berlayar tiga hari dua malam di seputar alur pelayaran barat Surabaya–alur pelayaran timur Surabaya dan sebaliknya.
Dari pelajaran itu, banyak alumnus AAL secara karir dan kepangkatan yang menyalip Runik. Uniknya, Kowal dengan pangkat satu melati di pundak itu justru sering disapa mentor oleh perwira menengah senior setingkat kolonel ataupun letnan kolonel, mantan siswanya.
"Mereka menganggap saya ikut berjasa mengantarkan mereka sampai bisa mengomandani kapal perang canggih," tutur Kowal yang empat tahun lagi memasuki masa pensiun itu.
Masuknya sepuluh taruni tahun lalu membuat AAL membutuhkan sentuhan Runik. Karirnya sebagai prajurit matra laut memang banyak dihabiskan di lembaga pendidikan, baik di AAL maupun Kobangdikal.
Dan, setelah hampir empat tahun berdinas sebagai pendamping istri KSAL, dia dipercaya menjabat komandan Batalyon IV Resimen AAL. Itu adalah batalyon baru yang bertugas membentuk taruni dalam kawah candradimuka sebagai calon perwira angkatan perdana.
Bisa jadi di tangan taruni angkatan pertama itu catatan yang digenggam Runik dan Kowal dengan keahlian di bidang masing-masing terpecahkan. "Sebagai tenaga pendidik, saya punya tanggung jawab moral terhadap taruna dan taruni sampai mereka menyelesaikan pendidikannya," tutur Runik. (*/c5/c10/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Aveus Har Suharso, Penjual Mi Ayam yang Novelis Produktif
Redaktur : Tim Redaksi