Masyarakat dengan perekonomian kelas atas apabila berperkara dengan hukum dinilai akan dengan mudah mendapatkan pelayanan, yaitu adanya deretan pengacara yang siap melakukan pendampingan.
"Tapi jika masyarakat miskin, masyarakat yang di ekonominya kelas bawah, boro-boro mendapatkan pendampingan, penjelasan kasusnya bagaimana saja tidak ada," tegas Marsudi.
Pembentukan Klinik Hukum Keliling, lanjut Marsudi, merupakan salah satu hal yang diamanatkan Muktamar NU ke 32 di Makasar tahun 2010 silam. "Klinik ini dibentuk bukan karena terulangnya Cicak dan Buaya, tapi semata-mata fardhu kifayah yang dijalankan PBNU. Semoga ini bermanfaat, khususnya untuk masyarakat miskin," tandas Marsudi.
Ketua LPBH NU Andi Najmi Fuaidy, menjelaskan Klinik Hukum Keliling nantinya akan dibuka 2 kali dalam satu minggu dengan menempati sejumlah lokasi strategis di Jakarta. Sebuah mobil yang dudah didesain sedemikian rupa, lengkap dengan perelatan pendukung di dalamnya siap dijadikan sarana pendukung.
"Dengan estimasi seminggu 2 kali beroperasi, di mana di setiap titik ditargetkan melayani sampai 15 masyarakat, dalam setahun diharapkan ada seribu limaratusan orang yang mendapatkan bimbingan hukum gratis," urai Andi.
Andi yang juga berprofesi sebagai lawyer menambahkan, melalui Klinik Hukum Keliling masyarakat yang berperkara dengan hukum akan bisa mendapatkan bimbingan mengenai duduk perkara yang menjeratnya, dan didorong dapat menyelesaikan kasusnya tanpa adanya bantuan seorang pengacara.
"Di setiap persidangan hakim selalu menawarkan bantuan hukum cuma-cuma, dan itu hanya untuk kasus dengan ancaman hukuman 5 tahun ke atas. Yang ancamannya kurang dari 5 tahun tidak ada, dan di sanalah masih banyak masyarakat kita yang mengalami kebingungan," jelas Andi tegas.
Klinik Hukum Keliling juga diharapkan bisa menjadi bukti PBNU sebagai civil society di Indonesia dalam upaya pemberdayaan masyarakat di bidang hukum.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Segera Dalami Testimoni Antasari
Redaktur : Tim Redaksi