NU Dorong Revisi UU Perkawinan

Rabu, 13 Februari 2013 – 02:21 WIB
JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sepakat untuk bersama-sama mendorong dilakukannya revisi terhadap UU Perkawinan No.1 tahun 1974. Tingginya angka kematian ibu melahirkan yang harus ditekan menjadi salah satu alasannya.

Dalam acara diskusi antara Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj bersama Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKKBN Sudibyo Alimoeso di Gedung PBNU, Selasa (12/2), mencuat dorongan revisi UU Perkawinan ditekankan pada batasan usia perempuan untuk menikah yang dinilai sudah tidak relevan.

Kiai Said menyebut batasan minimal usia perempuan untuk bisa dinikahi adalah 18 tahun, yang merepukan titik tengah antara batasan yang disebutkan dalam UU Perkawinan dan UU Perlindungan Anak.

"UU Perkawinan menyebut 16 tahun minimal, UU Perlindungan Anak 20 tahun.  Kita ambil tengahnya saja, jadi adil. Tapi ini gagasan saya pribadi, nanti akan kami bahas di internal dan kami susun sebagai masukan revisi UU Perkawinan," ungkap Kiai Said.

Kiai Said menambahkan, Rasulullah SAW sebagai panutan umat Islam sudah memberikan teladan untuk usia ideal perempuan menikah, ketika baru menggauli Siti Aisyah pada usia 16 tahun, meski sudah menikahinya sejak usia 9 tahun.

"Perempuan ideal dikawin usia 16 tahun itu dulu. Kalau ternyata perkembangannya itu dianggap beresiko bagi si perempuan, ya harus direvisi," tegas Kiai Said.

Data di BKKBN menyebutkan angka kematian ibu saat melahirkan di Indonesia saat ini sangat tinggi. Setiap satu jam terdapat dua kasus, yang apabila diakumulasikan dalam setahun mencapai 17.520 kasus.

"Jadi gambarannya ada 5 pesawat super jumbo mengangkut ibu hamil dan jatuh, semuanya mati. Jumlah korban itu sama dengan kasus ibu hamil mati saat persalinan dalam setahun di Indonesia," kata Sudibyo.

Tingginya angka kematian pada ibu melahirkan tersebut, lanjut Sudibyo, salah satunya adalah akibat pernikahan dini. Untuk bisa mengatasi kondisi tersebut, BKKBN diakuinya sudah mendirikan Pusat Informasi dan Konseling, yang sementara waktu dioperasikan hanya di sekolah formal. Lembaga dengan moto dari, oleh, dan untuk remaja tersebut bertugas memberikan pemahaman mengenai resiko kematian saat persalinan jika pernikahan dilakukan pada wanita dengan usia yang belum matang.

"Itu kenapa kami ingin menggandeng PBNU, karena lembaga ini nantinya akan kami bentuk juga di pesantren. Alasan lain menggandeng PBNU adalah kepemilikan massa sampai di tingkat kampung, yang kami harapkan bisa mensosialisasikan dan menggerakkan keberhasilan menekan angka kematian ibu saat melahirkan," pungkas Sudibyo.(Fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Dipuji Petinggi Gereja Advent Sedunia

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler