NU Hadiri Pertemuan Agama-Agama Ibrahim di Vatikan

Senin, 13 Januari 2020 – 11:41 WIB
Yahya Cholil Staquf dilantik sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), di Istana Negara, Jakarta, Kamis (31/5). Foto: Fathra/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf dijadwalkan hadir sebagai pembicara dalam Pertemuan Tingkat Tinggi Agama-agama Ibrahim di Vatikan 14-17 Januari.

"Sebenarnya, ini undangan kedua ke Vatikan sejak saya bertemu Paus bulan September tahun lalu," kata Gus Yahya --panggilan Yahya Cholil Staquf--dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (13/1).

BACA JUGA: Haedar Nashir Sampaikan Ini di Depan Pemuka Agama se-Dunia

Di forum itu, Gus Yahya menjadi salah satu dari enam tokoh wakil dunia Islam yang diundang untuk memberikan kontribusi pemikiran tentang gerakan bersama untuk perdamaian dunia.

Menurut Gus Yahya, pada undangan kali dirinya harus hadir karena agenda Vatikan kali ini luar biasa penting. Pertemuan kali ini diinisiasi oleh "Multi-Faith Neighbours Network" atau Jaringan Tetangga Antaragama.

BACA JUGA: Soal Larangan Salam Beda Agama, Yenny Wahid: Dunia Sedang Defisit Toleransi

"Tokoh-tokoh dari tiga agama Ibrahim (Islam, Kristen dan Yahudi) akan bertemu dan bermusyawarah untuk membangun gerakan bersama bagi perdamaian," kata Gus Yahya yang juga Duta Gerakan Pemuda Ansor untuk Dunia Islam.

Penyelenggara, kata dia, menyatakan bahwa partisipasinya dalam Pertemuan Tingkat Tinggi ini mutlak diperlukan.

BACA JUGA: Celetukan Cak Lontong di Penutupan Rakernas I PDI Perjuangan

Pastor Bob Roberts atas nama Multi-Faith Neighbours Network menyebut reputasi baik dari Gus Yahya yang mendunia dalam humanitarian Islam.

Katib Aam PBNU itu menjelaskan pada hakikatnya agama diturunkan sebagai anugerah Tuhan untuk menolong umat manusia dalam mencari jalan keluar dari masalah-masalah mereka.

Namun, lanjut dia, karena kelemahan dalam sifat dasar manusia, agama dalam perjalanan sejarahnya kemudian direduksi oleh para pemeluknya menjadi sekadar identitas kelompok dan dijadikan alasan untuk bersaing dan bertarung melawan kelompok yang dianggap berbeda identitasnya.

"Pada titik itulah, agama menjadi sumber konflik. Sebab itu, kita harus memerdekakan agama dari jerat posisi sebagai sumber masalah dan mengembalikannya kepada tujuan hakiki sebagai landasan untuk memecahkan masalah," katanya. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Fajar W Hermawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler