jpnn.com, YOGYAKARTA - Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal menyerukan pentingnya mengubah paradigma pendidikan menghadapi pergeseran dunia kerja akibat disrupsi teknologi.
Nur Rizal menyebut lembaga pendidikan harus lebih mengutamakan pengembangan diri siswa secara utuh agar lulusan yang dihasilkan kompeten dan sesuai kebutuhan dunia kerja.
BACA JUGA: Bea Cukai Gandeng Lembaga Pendidikan untuk Optimalkan Kinerja
"Ini agar generasi kita tidak menjadi generasi yang irrelevant di tengah perubahan dunia kerja," kata Muhammad Nur Rizal dalam Rapat Musyawarah Kerja Kepala Sekolah SMK DIY, Selasa (11/1).
Rizal menjelaskan generasi irrelevant yang dimaksud adalah mereka yang tidak memiliki kompetensi dan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja di masa datang.
BACA JUGA: Pemerkosaan 3 Mahasiswi UMY, MKA Beri Pengakuan Mengejutkan
Hal itu disebabkan perkembangan pesat kemampuan kecerdasan buatan untuk menggantikan pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja bertalenta tinggi (high labor skill).
Rizal mengatakan kecerdasan buatan diprediksi mampu meretas otak manusia dalam bekerja dengan kemampuan algoritma komputasinya yang semakin tinggi.
BACA JUGA: 6.462 Guru Honorer Tuntas Pengisian DRH Penetapan NIP PPPK & Surat Penempatan
"Hal ini bisa berpotensi untuk menggantikan segala jenis keterampilan yang dimiliki manusia,” kata mantan Ketua Senat Mahasiswa UGM itu.
Fenomena tersebut sejalan dengan data dari McKenzie Global Institute, bahwa biaya dalam menggunakan kecerdasan buatan turun hingga mencapai 65 persen, sedangkan biaya penggunaan tenaga manusia justru naik dari 2 persen hingga 15 persen.
"Potret ini menggambarkan penggunaan kecerdasan buatan yang jauh lebih efisien daripada penggunaan tenaga manusia," kata Nur Rizal.
Dia menegaskan jika tidak ada pergeseran paradigma pendidikan untuk menyediakan sumber daya manusia yang relevan, maka hal itu berpotensi meningkatnya angka pengangguran di berbagai sektor di masa depan.
"Semua akan dikalahkan dengan kecerdasan buatan yang jauh lebih murah," kata mantan ketua Komunitas dan Mahasiswa Pascasarjana Muslim Australia itu.
Data lain juga menunjukkan disrupsi teknologi mengakibatkan 45 persen -47 persen tenaga kerja membutuhkan upskilling dan reskilling agar relevan dengan dunia kerja yang baru.
BACA JUGA: Ferdinand Ditahan, GP Ansor Sampaikan Permintaan Khusus ke Polisi
Sementara, komputasi kecerdasan buatan akan jauh lebih cepat untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan upskilling dan reskilling ini daripada mengubah kemampuan manusia itu sendiri.
Nur Rizal menyebut fenomena itu harus menjadi peringatan bagi seluruh stakeholder pendidikan untuk merevolusi cara mengajar dan belajar siswanya untuk menghasilkan SDM kompetitif di masa depan.
"Ini agar tidak tergantikan oleh kecerdasan buatan yang memiliki kemampuan bioteknologi,” ucap Rizal. (esy/fat/jpnn)
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Mesya Mohamad