Nur Rizal: Kepercayaan Diri Guru Menjadi Kunci Peningkatan Mutu Pendidikan

Sabtu, 23 Januari 2021 – 19:35 WIB
Muhammad Nur Rizal saat memberikan materi webinar. Foto tangkapan layar/mesya

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat dan praktisi pendidikan Muhammad Nur Rizal mengatakan transformasi di bidang pendidikan menjadi suatu keniscayaan di era disrupsi.

Bidang yang berkaitan langsung dengan penyediaan sumber daya manusia di masa depan perlu dipersiapkan ke arah tersebut. Sayangnya, berbagai kebijakan pemerintah pusat untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air belum berdampak besar.

BACA JUGA: Rekrutmen 1 Juta Guru PPPK Bakal Tuntaskan 3 Masalah Laten?

"Inisiatif yang selama ini berasal dari atas (top down) ternyata tidak optimal," kata Rizal dalam webinar Gerakan Sekolah Menyenangkan bagi Sekolah Menengah Kejuruan, Sabtu (23/1).

Hal itu menurut Rizal dilihat dari berbagai upaya perbaikan pendidikan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) seperti kurikulum 2013, insentif guru, tunjangan profesi guru, program sekolah ramah anak, dan berbagai inisiatif lain, ternyata tidak menghasilkan efek langsung dalam solusi menghadapi era disrupsi.

BACA JUGA: 3 Terduga Teroris Diringkus Densus 88 Antiteror di Aceh, Barang Buktinya Ngeri

"Walaupun sudah banyak kebijakan yang diberikan pusat ternyata kualitas pendidikan Indonesia tetap rendah. Seperti kemampuan literasi, membaca, dan menghitung anak kita yang stagnan selama kurang lebih 20 tahun sejak tahun 2000," tutur dosen di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Belum lagi adanya indikasi ketertinggalan kualitas pendidikan hingga 50 tahun dari negara-negara yang diukur OECD. Dan, dibuktikan dengan data Kemendikbud bahwa kurang dari 2 persen kemampuan baca dan matematika yang dianggap tinggi.

BACA JUGA: Ssst, Begini Fokus Gerakan Front Persaudaraan Islam yang Sudah Terbentuk di 20 Provinsi

"Data ini adalah refleksi atas kemampuan produktivitas bangsa kita yang rendah," tegas Rizal.

Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) ini menangkap kecepatan transformasi pendidikan tidak diperlukan dari atas atau expertise melainkan dari komunitas itu sendiri.

Mengapa? Sebab, pelaku pendidikan di akar rumput seperti guru, siswa, wali murid tidak merasa sebagai objek, karena akan melahirkan resistensi. Sehingga ketika program selesai, proses transformasi ikut berhenti.

"Berkaca dari Vietnam di tahun 1970-an, solusi yang diambil dari mereka dalam menghadapi krisis malnutrisi adalah dengan mengidentifikasi orang-orang yang melakukan 'penyimpangan', tetapi memberikan hasil yang positif bagi komunitas. Orang-orang ini disebut dengan Positive Deviance," bebernya.

Rizal melanjutkan, GSM dalam gerakannya mengadopsi pendekatan ini. Di mana, justru orang-orang yang menyimpang ini merupakan anomali positif yang harus diangkat praktik-praktiknya.

Kemudian, strategi pengembangan sekolahnya untuk kemudian diekskalasi dan diadopsi oleh komunitas lebih luas bahkan oleh kebijakan pemerintah.

Ketika guru-guru merasa bahwa solusi itu berasal dari mereka, maka perubahan akan terjadi lebih cepat.

Sebab, kata Rizal, guru akan lebih percaya diri melakukan perubahan secara kolaboratif dan konsisten hingga akhirnya akan menghasilkan dampak yang lebih luas.

"Pada titik inilah sinergisitas antara pemerintah dalam hal ini Ditjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud dengan kekuatan akar rumput Gerakan Sekolah Menyenangkan diperlukan untuk mempercepat transformasi pendidikan dalam menghadapi era disrupsi," ucap Rizal.(esy/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler