jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami pembelian aset yang dilakukan Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah dari hasil dugaan suap.
Hal ini didalami dari keterangan dua saksi berlatar belakang swasta terkait kasus dugaan suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) Tahun Anggaran 2020-2021.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan dua orang dari pihak swasta yang diperiksa yakni Hasmin Badoa dan Kwan Sakti Rudy Moha. Keduanya diperiksa di Polres Maros, Sulsel, Rabu (16/6) kemarin.
"Muh Hasmin Badoa, yang bersangkutan dikonfirmasi antara lain terkait dengan pembelian tanah oleh tersangka Nurdin Abdullah yang diduga, sumber uang pembeliannya dari para kontraktor yang mengerjakan proyek di Pemprov Sulsel," kata Fikri dalam siaran pers, Kamis (17/6).
Sementara itu, Kwan Sakti Rudy Moha dicecar penyidik KPK terkait aliran uang ke Nurdin Abdullah, yang diduga melalui Sekretaris Dinas PUTR Edy Rahmat.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka di antaranya, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah, Sekdis PUTR Pemprov Sulsel Edy Rahmat, dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto.
KPK menduga Nurdin menerima suap dan gratifikasi total Rp 5,4 miliar. Suap itu merupakan fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang nantinya akan kerjakan oleh Agung.
Selain itu, Nurdin juga pada akhir 2020 lalu pernah menerima uang senilai Rp 200 juta. Penerimaan uang itu diduga diterima Nurdin dari kontraktor lain.
Kemudian pada pertengahan Februari 2021, Nurdin Abdullah melalui ajudannya, Samsul Bahri menerima uang Rp 1 miliar dan pada awal Februari 2021, Nurdin Abdullah juga melalui Samsul Bahri menerima uang Rp 2,2 miliar.
Sebagai penerima Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu, sebagai pemberi Agung Sucipto disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (tan/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga