jpnn.com, JAKARTA - Politikus Golkar Nurdin Halid melalui kuasa hukumnya kembali melayangkan surat somasi kepada Dirjen Peraturan Perundang-undangan (PP) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Prof Widodo Ekatjahjana.
Somasi tersebut buntut dualisme kepengurusan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin).
BACA JUGA: Belasan Tahun Jadi TNI Gadungan, Kedok Muslianto Terbongkar Saat Bertemu Prajurit Asli
Melalui kuasa hukumnya Muslim Jaya Butarbutar dkk dari kantor advokat MJB & Partner, surat somasi itu diantar langsung ke gedung Kemenkumham di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Jumat lalu (24/7/2020).
“Dan akan ditindaklanjuti dengan surat ketiga apabila iktikad baik kami untuk mengklarifikasi tidak direspons,’’ kata Muslim.
BACA JUGA: Dekopin Persoalkan Rekomendasi Puskapsi Universitas Jember
Muslim menjelaskan, pada pekan lalu, Selasa (21/7/2020), pihaknya mendatangi kantor Prof Widodo untuk menanyakan surat pertama tertanggal 14 Juli 2020 tentang penolakan atas pendapat hukum Widodo mengenai kepengurusan ganda Dekopin.
Satu kepengurusan di bawah Ketua Umum Nurdin Halid dan satu lagi di bawah Ketua Umum Sri Untari Bisowarno.
BACA JUGA: Tukang Ojek Bius Penumpangnya Lalu Dicabuli, Begini Kronologinya
Pendapat hukum Dirjen PP itu dituangkan dalam surat bernomor PP.PPE.06.03-1017 tertanggal 2 Juli 2020. Namun hingga kini jawaban atas surat MJB & Partner atas penolakan pendapat hukum itu beum juga diperoleh.
“Itu makanya kami mendatangi kantor Dirjen PP pada tanggal 21 Juli untuk menanyakan tindak lanjut surat kami,’’ kata Muslim.
Karena tak memperoleh jawaban yang memuaskan, Muslim pun melayangkan surat kedua. Pendapat Hukum Prof Widodo itu rupanya didasarkan pada surat Sri Untari Bisowarno tanggal 22 April 2020 yang minta pendapat hukum kepada Widodo. Menanggapi surat Sri Untari, Prof Widodo pun mengeluarkan pendapatnya pada 2 Juli 2020.
Untuk memperkuat pendapatnya, Prof Widodo pun minta Pusat Pengkajian Pancasila & Konstitusi (Puskasi) Universitas Jember tempatnya mengajar untuk mengadakan focus group discussion (FGD). Waktunya 20-21 Juli 2020 di Hotel Grand Valonia, Jember.
Hasil FGD sama dengan pendapat Prof Widodo, yaitu bahwa pemilihan ketua umum Dekopin yang tepat adalah yang tidak bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Dekopin kepengurusan Dekopin dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yaitu Munas Dekopin yang memilih Dr Sri Untari Bisowarno sebagai ketua umum Dekopin.
Muslim mengungkapkan, fakta di lapangan menunjukkan di Hotel Claro, Makassar telah diadakan Munas Dekopin pada 11-14 November 2019, tepatnya di ballroom. Pihak hotel menyatakan memang ada pertemuan di Jade Hall yang berkapasitas 50 orang, namun bukan Munas Dekopin.
"Pendapat Bapak Dirjen adalah bentuk intervensi hukum, melampaui kewenangan yang seharusnya diputuskan pengadilan. Dirjen Perundang-undangan haruslah bersikap hati-hati, cermat dan tidak gegabah mengeluarkan suatu pendapat hukum yang dapat merugikan orang lain," tutur Muslim.
Dalam surat keduanya kepada Dirjen PP, Muslim menyatakan, akan mengkaji apakah ada unsur pidana, yaitu memberikan keterangan palsu hingga merugikan kiennya.
“Jika ada unsur kesengajaan memberikan keterangan alsu, maka kami akan melaporkan Saudara kepada yang berwajib,’’ kata Muslim mewakili rekannya-rekannya sesame kuasa hokum yang ditunjuk, yaitu Adi Satria Noer, Janter Manurung, dan Mangasi Butarbutar.
Surat somasi itu ditembuskan ke sejumlah pejabat negara seperti Presiden Jokowi, Menko Polhukam Mahfud MD, Menkumham Yasonna Laloy, MenkopUKM Teten Masduki, pimpinan DPR dan Komisi VI DPR, dan Ketua Ombutsman.
BACA JUGA: Belasan Tahun Jadi TNI Gadungan, Kedok Muslianto Terbongkar Saat Bertemu Prajurit Asli
Kopi surat itu juga dikirimkan kepada jajaran Dekopin, termasuk Penasihat, Dewan Pakar, Pengawas, dan pengurus Dekopin di daerah.(dkk/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Budi