DENPASAR - Mulai sekitar pukul 06.00 pagi kemarin (23/3) jalanan Kota Denpasar yang biasanya begitu akrab dengan kemacetan, berubah lengang. Tak ada aktivitas warga yang terlihat. Udara juga terasa segar karena tak ada lagi asap polusi kendaraan.
Terlebih, pagi yang mengawali Nyepi kemarin diiringi gerimis. Ya, umat Hindu di seluruh Bali kemarin memang merayakan Nyepi. Yaitu, dengan melaksanakan catur brata penyepian di rumah masing-masing. Antara lain, amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak bersenang-senang).
Di beberapa ruas jalan, seperti Jalan Diponegoro, Sesetan, dan Jenderal Sudirman hanya tampak onggokan sisa-sisa sampah pawai ogoh-ogoh. Hari masih pagi, tapi sudah tampak pecalang (petugas keamanan desa adat) melakukan pemantauan, meski jumlahnya hanya satu-dua orang.
Di Pasar Sanglah, Jalan Waturenggong, yang biasanya sangat krodit, juga berubah senyap. Di sana, beberapa petugas keamanan pasar juga terlihat berjaga-jaga.
"Kami stand by di sini terus. Saat Nyepi, kami tetap harus bertugas untuk menjaga keamanan di sekitar pasar," ujar salah seorang petugas keamanan pasar, Wayan Suparta, yang ditemui di pos satpam Pasar Sanglah.
Indahnya keberagaman di Pula Dewata akhirnya tampak ketika hari beranjak siang. Mulai sekitar pukul 11.45, ratusan warga muslim silih berganti datang dari arah Jalan Sesetan menuju Masjid An-Nur yang terletak di Jalan Diponegoro.
Hari Raya Nyepi tahun ini memang tepat jatuh pada hari Jumat, saat umat muslim melaksanakan salat Jumat. Sesuai hasil musyawarah Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Bali jauh-jauh hari sebelum Nyepi, warga muslim Bali memang tetap bisa melaksanakan salat Jumat seperti biasa.
Agar tidak mengurangi ketenangan warga yang sedang melaksanakan catur brata penyepian, umat muslim yang hendak salat Jumat wajib berjalan kaki menuju masjid terdekat. Sementara, bagi yang rumahnya jauh dari masjid, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali memperbolehkan warga salat di rumahnya masing-masing. Kemudian, untuk masjid juga tetap boleh menggunakan pengeras suara. Hanya saja harus diarahkan ke dalam dengan volume suara minimal.
Menariknya, warga yang hendak salat kemarin dikawal oleh pecalang. Di kawasan Jalan Diponegoro menuju Masjid An-Nur nampak hanya ada satu orang pecalang yang berjaga. Dia terlihat ramah menyapa dan menjabat tangan setiap warga yang berjalan menuju masjid. Tak hanya warga sekitar Jalan Diponegoro saja salat Jumat di masjid An-Nur.
"Banyak juga teman dari Banjar Kaja, Sesetan yang jaraknya sekitar dua kilometer dari masjid juga berjalan kaki," ujar salah seorang warga, Supri yang ditemui di jalan.
Sementara itu, Imam Masjid An-Nur, Hoesin Muchtar, saat ditemui usai salat Jumat mengatakan, saat ini toleransi kehidupan beragama di baik sangat baik. "Sesuai instruksi gubernur, bagi yang salat Jumat silakan. Seandainya jauh dengan masjid, bisa mempergunakan fasilitas banjar, dengan berkoordinasi dengan kelian adat. Hubungan antarumat beragama di Bali sangat baik," ujar lelaki 70 tahun dalam salat kemarin bertindak sebagai imam sekaligus khatib itu.
Sementara itu, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Jalan Pulau Nias, Denpasar yang merupakan rumah sakit terbesar se-Bali dan Nusa Tenggara tetap beroperasi normal selama Nyepi. Sejak pagi hingga sore, tercatat lebih dari 20 pasien dilarikan ke Instalasi Rawat Darurat (IRD) RS Sanglah. Sebagian ada yang dilarikan dengan mobil pribadi dan ada yang diantar ambulans dengan pengawalan pecalang. Kebanyakan dari mereka dilarikan ke IRD dengan keluhan penyakit dalam.
Saat Nyepi, jumlah pasien di RS Sanglah mengalami penurunan. Dari hari biasa yang jumlah rata-ratanya sekitar 500 pasien, saat Nyepi kemarin turun menjadi sekitar 400 pasien. "Ini karena banyak permintaan pulang lebih awal dari pasien sebelum Nyepi," ujar Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) RS Sanglah, drg. Tri Putro Nugroho. (aim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kawasan Tambang dan Kebun Rawan Narkoba
Redaktur : Tim Redaksi